Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAScom - Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kebudayaan. Kemunculannya dipengaruhi oleh berbagai unsur kehidupan yang berbeda, mulai dari agama hingga aktivitas manusia.
Salah satu kebudayaan yang masih dipercaya dan dilakukan hingga saat ini adalah dipersembahkannya sesajen. Munculnya kebudayaan ini tidak terlepas dari unsur budaya Hindu, khususnya di wilayah Jawa dan Bali, yang kemudian diakulturasi ke berbagai agama.
Sesajen juga sering kali dikaitkan dengan cerita-cerita keramat yang menyeramkan. Seperti dalam audio drama siniar Tinggal Nama bertajuk "Mitos Akibat Merusak Sesajen" yang mengisahkan Rachel ketika tak sadarkan diri pasca menginjak sesajen.
Kehadirannya Sudah Ada Sejak Lama
Dosen Filsafat UGM yang menggeluti budaya kearifan lokal, Dr. Sartini, mengatakan bahwa tradisi sesajen sering diartikan sebagai bentuk persembahan, baik kepada Tuhan, dewa, roh leluhur, dan makhluk gaib.
Menurutnya, tradisi ini sudah ada sejak sebelum Islam masuk, bahkan sebelum adanya agama Hindu dan Buddha. Selain itu, benda-benda yang dipersiapkan pun bisa berbeda tergantung dari makna dan filosofinya.
Baca juga: Kenapa Manusia Ada yang Masih Percaya pada Mitos?
Di Jawa, sesaji sering disebut uborampe atau kelengkapan. Sementara di Lumajang, sesajen termasuk ke dalam tradisi masyarakat setempat untuk "menjinakkan" gunung Semeru agar tidak murka. Dalam arti, mencegahnya untuk erupsi.
Hal ini sejalan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme yang sudah lebih dulu ada di Indonesia. Keduanya meyakini kehadiran roh yang hidup bersama manusia di alam semesta ini. Roh itu merupakan roh leluhur yang telah meninggal dunia.
Bisa juga berisi bagian-bagian dari alam, benda, tumbuhan, atau hewan yang sering dianggap mempunyai roh dengan kekuatan besar. Misalnya, gunung atau laut yang dianggap harus dihormati keberadaannya karena bisa memberikan manfaat atau celaka.
Mengapa Sering Dikaitkan dengan Hal Mistis?
Sering kali, kehadiran sesajen dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan dihubungkan dengan hal-hal mistis.
Hal ini terjadi karena manusia sedang melakukan kontak secara tidak langsung dengan para makhluk tak kasat mata. Bahkan, Dr. Sartini mengungkapkan bahwa kita sebenarnya hidup berdampingan dengan entitas tersebut.
Makhluk ini biasanya terletak di tempat-tempat tertentu dan dianggap memiliki kekuatan serta kekuasaan sehingga harus diberikan penghargaan atas keberadaannya.
"Tradisi membuat sesaji dapat menjadi bagian bentuk masih adanya kepercayaan tersebut. Manusia merasa harus berdamai, hidup bersama makhluk yang tidak kelihatan tersebut. Melakukan sesaji adalah salah satu caranya," ujar Dr. Sartini.
Maka dari itu, jika sesajen dilanggar, akan ada pula akibat yang diterima oleh masyarakat tersebut. Bahkan, banyak malapetaka yang dipercaya datang dari sana.
Tradisi Sesajen di Indonesia
Sesajen memiliki manfaat untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Terdapat berbagai jenis sesajen yang dikhususkan untuk perayaan suatu acara tertentu.
Baca juga: Cara Mencintai Kehidupan Lewat Amor Fati
Misalnya, acara Rajab dan Muludan yang memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Ada pula sesajen yang dikhususkan untuk acara khitan dan pernikahan.
Selain itu, sesajen juga bisa berfungsi sebagai langkah awal pengobatan sebelum ditangani oleh tenaga medis. Biasanya ia dikhususkan untuk penyakit berat.
Penggunaan sesajen juga biasanya terjadi pada saat seseorang memiliki keinginan, seperti dilancarkan ujian, diberi keselamatan dalam perjalanan, kesuksesan, hingga mencari jodoh.
Ada beberapa perayaan hari besar yang terdapat penggunaan sesajen di dalamnya. Pertama adalah upacara Larung Sesaji yang biasanya ditemukan di daerah dekat pantai, khususnya daerah timur Jawa, seperti Blitar, Pacitan, Banyuwangi, dan Madura.
Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur para nelayan dengan segala hal yang telah diberikan oleh laut. Ada pun nama upacara ini sesuai dengan prosesi pelaksanaannya yang diakhiri pelepasan (pelarungan) sesajen ke laut.
Selanjutnya ada ritual Galungan yang berasal dari Bali. Menurut istilah Jawa kuno, galungan berarti menang. Sesuai dengan maknanya, ritual ini bertujuan untuk merayakan kemenangan melawan kejahatan (adharma).
Di dalamnya, terdapat prosesi persembahan sesajen bernama Tumpek Wariga yang dilakukan selama 25 hari sebelum perayaan hari Galungan.
Persembahan ini ditujukan untuk Sang Hyang Sangkara yang merupakan perwujudan Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan bagi Tumbuh-tumbuhan.
Tumpek Wariga sangat identik dengan penyajian sesajen dalam bentuk bubur sumsum (bubuh) dengan beragam berwarna. Setiap warnanya pun memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Baca juga: Kedai Kopi Tanpa Gula itu Bernama Klinik Kopi
Di daerah Jawa Barat, ada ritual Sunda Wiwitan atau Seren Taun. Biasanya ritual ini dilakukan masyarakat di wilayah Jawa Barat sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen.
Meskipun beberapa masyarakat modern menganggap sesajen adalah hal kuno, tapi kita harus tetap menghormati tiap kepercayaan yang dilakukan oleh penganutnya.
Dengarkan kisah lengkap Rachel yang tak sengaja menginjak sesajen melalui siniar Tinggal Nama di Spotify. Bagaimanakah nasibnya? Apakah ia selamat?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.