Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Permasalahan Geng Motor Sulit Teratasi?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA/HO
Ilustrasi geng motor.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Belum lama ini, media sosial diramaikan dengan video seorang bapak dibacok geng motor di Medan hingga meninggal di depan anak dan istrinya.

Insiden itu terjadi pada Rabu (24/4/2022) ketika korban memboncengkan istri dan dua anaknya di Jalan M Ilyas, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan sekitar pukul 23.40 WIB.

Dalam rekaman video yang viral di media sosial, korban sempat terlihat tertatih-tatih dan minta tolong kepada warga sebelum akhirnya jatuh ke dalam parit.

Sementara istrinya menggendong salah satu anaknya yang berusia 3 tahun. Belakangan diketahui jika istri dari Retno Suwito, sang korban, dalam kondisi hamil.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban menghembuskan napas terakhirnya di RS Bhayangkara Medan, beberapa jam usai kejadian.

Dilansir dari Kompas.com, Selasa (26/4/2022), enam dari delapan pelaku geng motor tersebut masih di bawah umur.

Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal 338 tentang pembunuhan. Sementara tersangka di bawah umur yang terlibat dalam kasus ini akan mengikuti peradilan anak yang berlaku.

Keberadaan geng motor yang meresahkan warga, bukan barang baru di Indonesia. Namun, masalah ini tak kunjung terselesaikan.

Baca juga: 8 Anggota Geng Motor yang Tewaskan Retno Suwito Ditangkap, 6 Orang Masih di Bawah Umur

Kriminolog Universitas Padjajaran Yesmil Anwar mengatakan, ada beberapa faktor mengapa eksistensi geng motor yang kerap meresahkan ini sulit diberantas.

Faktor pertama adalah kegagalan keluarga dalam memberikan dan memaknai kasih sayang kepada anak.

Fenomena yang terjadi saat ini sebagian besar disebabkan karena orang tua yang terlalu permisif, sehingga dengan mudahnya memberikan izin anak di bawah umur untuk menggunakan motor.

Padahal, usia minimal seseorang boleh menggunakan motor adalah 17 tahun.

"Lalu juga ruang mereka untuk melakukan kegiatan ekspresi diri melalui motor ini kan tidak ada dan memang tidak disiapkan," kata Yesmil kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2022).

Ia menjelaskan, usia remaja merupakan fase ketika seseorang gemar mengekspresikan diri.

Terlebih, mereka baru keluar dari pembatasan yang terjadi selama dua tahun akibat pandemi Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Korban Tewas Geng Motor di Medan Sempat Minta Tolong Sebelum Jatuh ke Parit

Kondisi ini diperburuk dengan pihak sekolah yang juga membiarkan siswanya membawa motor, meski belum cukup umur.

"Jadi ini ekspresi yang terlalu bebas. Mereka (remaja) tidak tahu memegang aturan yang mana, mereka juga jadi kehilangan sistem norma yang harus dipegang. Penegak hukumnya juga lemah," ujar dia.

Dengan permasalahan yang luas ini, ia menyebut terlalu naif jika hanya menumpukan proses pemberantasan kepada pihak kepolisian saja.

Menurutnya, harus ada gerakan-gerakan terstruktur yang dilakukan selain oleh polisi di hilir, yaitu oleh orang tua, pendidik, dan tokoh masyarakat di hulu.

"Sistem keamanan-keamanan berbasis RT/RW juga harus dikuatkan, karena dimulainya kan daerah hulu. Saya kasian polisi, seolah-olah ketiban pulung, harus mengejar-ngejar geng motor," ujarnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi