Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lukisan "The Scream", Kecemasan Edvard Munch, dan Senja Merah Krakatau

Baca di App
Lihat Foto
CARL COURT
The Scream versi pastel karya Edvard Munch tahun 1895 saat ditunjukkan di Sotheby's London12 April 2012. AFP PHOTO / CARL COURT
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Edvard Munch, pelukis aliran ekspresionisme berkebangsaan Norwegia, melukis "The Scream" di tahun 1893, sepuluh tahun selepas letusan maha dahsyat Krakatau yang terjadi di tahun 1883.

Lukisan "The Scream" (Jeritan) terkadang disebut pula sebagai "The Cry" (Tangisan).

"The Scream" memiliki komposisi warna yang mudah memikat mata. Dengan sosok manusia gundul yang terlihat tengah menjerit dengan ekspresi kaget dan mulut terbuka, dan lansekap di belakangnya berupa pemandangan Oslofjord yang berhiaskan cakrawala bernuansa merah berlapis dengan kuning dan jingga.

Diberitakan Kompas.com (24/2/2021), "The Scream" menyimpan banyak misteri yang tak terpecahkan sejak tahun 1904.

Baca juga: Pesan Tersembunyi di Lukisan The Scream Akhirnya Terpecahkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun akhirnya, Museum Nasional Norwegia berhasil memecahkan beberapa misterinya, salah satunya mengenai tulisan "Hanya dapat dilukis oleh orang gila" yang tertera di sudut kiri atas kanvas.

Selama beberapa dekade, pemerhati seni tak bisa memastikan tentang siapa yang membubuhkan tulisan tersebut.

Namun berkat teknologi inframerah, akhirnya tulisan tersebut dikonfirmasi sebagai tulisan tangan Munch sendiri.

Munch diduga menulis frasa itu tidak lama setelah pembicaraan tidak menyenangkan yang terjadi pada tahun 1895 ketika dia memamerkan lukisan itu untuk pertama kalinya di kota Kristiania (kini disebut Oslo).

Munch sendiri tumbuh di keluarga dengan masalah mental yang serius. Enggan disebut memiliki gangguan mental, Munch dengan tegas menolak bahwa "The Scream" adalah karya seni yang melambangkan ketidakstabilan mental.

Baca juga: Letusan Krakatau dan Kisah di Balik Lukisan The Scream yang Tersohor

Cakrawala merah buatan Krakatau

"The Scream" memang menyimpan banyak misteri. Misteri lain yang ada di balik lukisan yang sudah berusia ratusan tahun ini adalah soal langit merah yang menjadi latar belakang di dalamnya.

Sudah sejak lama, pemerhati dan peneliti seni meyakini bahwa langit merah di dalam "The Scream" adalah langit merah yang terjadi akibat letusan maha dahsyat Krakatau.

Dalam artian, langit dengan lapisan merah, oranye, dan kuning itu bukanlah langit ala imajinasi ngawur Munch semata.

Dilansir dari The New York Times, tiga peneliti yang melaporkan kepada Sky & Telescope meyakini bahwa langit di dalam "The Scream" adalah langit senja di sekitar akhir 1883 atau awal 1884, di Jalan Ljabrochausseen (sekarang Mosseveien), di Oslo.

Kisaran waktu itu berdekatan dengan letusan terbesar Krakatau yang terjadi pada 27 Agustus 1883, yang imbas dari letusannya memang diperkirakan mencapai langit Eropa.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Gunung Krakatau Terdahsyat Dimulai

Masih menurut peneliti, mereka yakin bahwa Munch menyaksikan senja merah itu tidak seorang diri. 

Don Olson, salah satu peneliti, menyatakan bahwa, "Di akhir 1883 dan beberapa bulan di awal 1884, Norwegia mengalami senja terindah selama kurun 150 tahun terakhir."

Dalam terbitan New York Times, 28 November 1883, diceritakan bahwa setiap hari, menjelang pukul 5 sore, horizon langit bagian barat akan berubah menjadi warna merah yang menakjubkan, di mana langit dan awan-awan seakan menyatu menjadi satu, membentuk lapisan dengan warna-warna megah.

Di waktu senja itulah, penduduk Norwegia akan duduk dengan terpana memandang ke arah barat, ke arah senja merah yang diciptakan oleh Krakatau.

Dalam jurnal pribadinya, Munch menulis,"Saya berjalan bersama dua teman ketika matahari akan terbenam, seketika langit menjadi merah kirmizi, dan saya dipenuhi rasa melankoli. Saya berdiri terdiam, bersandar pada pagar, melihat awan-awan merah seperti darah."

"Ketika teman-teman saya pergi, saya tetap berdiri di sana, dipenuhi kecemasan. Tapi saya merasa sangat luar biasa, seperti ada jeritan tak berkesudahan dari alam semesta," lanjutnya dalam jurnal tersebut.

Sepuluh tahun kemudian, berdasarkan kesaksian orang-orang yang ada di sekelilingnya, barulah Munch berhasil mengabadikan ingatannya akan senja merah yang menakjubkan tersebut, dilengkapi pula oleh pengalaman perasaan yang dirasakannya di waktu itu yang tertuang dalam ekspresi penuh kecemasan laksana sebuah jeritan.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi