KOMPAS.com - Penyakit talasemia merupakan penyakit yang diturunkan atau kelainan genetik.
Penyakit ini menyerang sel darah merah di mana terdapat kelainan dalam sel darah merah yang menyebabkan penderita harus terus menjalani transfusi darah sepanjang usianya.
Dilansir dari CDC, penyakit talasemia disebabkan lantaran tubuh tidak membuat cukup protein yang disebut hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan bagian penting dari sel darah merah.
Ketika hemoglobin tidak cukup, sel darah merah dalam tubuh tidak berfungsi dengan baik sehingga hanya bertahan dalam waktu yang singkat.
Akibatnya, sel darah merah yang beredar di aliran darah akan lebih sedikit.
Baca juga: Gejala Kolesterol dan Asam Urat, Apa Saja?
Talasemia di Indonesia
Menurut data dari Yayasan Talasemia Indonesia, kasus talasemia di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejak 2012, sebanyak 4.896 kasus hingga Juni.
Angka tersebut mengalami kenaikan hingga dua kali lipat, yakni 10.973 kasus pada 2021.
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, data BPJS Kesehatan 2020 menunjukkan beban pembiayaan kesehatan sejak 2014-2020 terus meningkat.
Pengobatan talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke, yaitu 2,78 triliun pada 2020.
Baca juga: Penyakit Mulut dan Kuku Tak Menular ke Manusia, Hewan yang Terdampak Aman Dikonsumsi?
Penyakit talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat.
Seorang pembawa gen talasemia secara kasat mata terihat sehat dan tidak bergejala. Namun, pembawa gen tersebut dapat diketahui membawa penyakit thalasemia melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.
Kendati dapat diturunkan, penyakit talasemia dapat dicegah melalui deteksi dini.
Baca juga: Talasemia, Kelainan Darah yang Diturunkan secara Genetik dari Orangtua
Deteksi dini penyakit talasemia
Masih dari sumber yang sama, deteksi dini penyakit talasemia dapat dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga.
Keluarga dengan gejala anemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang serta pemeriksaan darah hematologi dan Analisa Hb perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui riwayat penyakit talasemia.
Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Elvieda Sariwati mengatakan, deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi pembawa sifat talasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat.
"Sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan namun dapat dicegah kelahiran bayi Talasemia Mayor dengan cara menghindari pernikahan antar sesama pembawa sifat," ujarnya.
"Atau mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat talasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu," imbunya.
Baca juga: Apakah Penyakit Kronis seperti Jantung dan Kanker Ditanggung BPJS Kesehatan?
Berikut upaya pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan penyakit talasemia:
- Meningkatkan upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kelahiran bayi dengan Talasemia Mayor
- Mengedukasi masyarakat dan melaksanakan skrining/deteksi dini talasemia untuk keluarga penyandang Talasemia.
- Melaksanakan deteksi dini pada calon pengantin yang belum memiliki kartu deteksi dini.
- Melaksanakan penjaringan kesehtan pada anak sekolah dengan integrasi program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
- Mendorong Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta lintas sektor terkait lainnya untuk meningkatkan kerjasama dalam mengatasi masalah kesehatan.
Baca juga: Mengenal Talasemia: Jenis, Gejala, dan Penyebabnya
Jenis penyakit talasemia
Dikutip dari Healthline, penyakit talasemia dibedakan menajdi 3, yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor/trait/pembawa sifat.
- Talaesmia mayor
Talasemia mayor merupakan jenis talasemia yang sangat parah lantaran gen globin beta hilang.
Akibatnya, pasien tersebut membutuhkan transfusi darah secara rutin seumur hidup (2-4 minggu sekali).
Gelaja talasemia mayor:
- Pucat
- Rentan infeksi
- Penurunan nafsu makan
- Muncul penyakit kuning, yaitu menguningnya kulit atau bagian putih mata
- Organ membesar
Berdasarkan hasil penelitian Eijkman pada 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan talasemia mayor sekitar 20 persen atau 2.500 anak dari jumlah total penduduk Indonesia.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Penyakit Diabetes, Jenis, Gejala, dan Cara Mengobatinya
- Talasemia intermedia
Thalassemia intermedia merupakan penyakit talasamia yang kurang parah.
Penyakit ini berkembang lantaran perubahan kedua gen globin beta.
Penderita thalassemia intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin.
- Talasemia minor
Pasien talasemia minor secara fisik dan mental terlihat sehat dan mampu hidup seperti orang normal. Pasien ini tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah.
Kendati demikian, penderirta talasemia minor ini tetap bisa menjadi pembawa penyakit tersebut.
Artinya, jika penderita tersebut memiliki keturunan, mereka dapat mengembangkan beberapa bentuk mutasi gen.
Baca juga: 8 Manfaat Kelapa untuk Kesehatan, Mengurangi Lemak Perut, Cegah Penyakit Jantung hingga Diabetes
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.