Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 9 Mar 2022

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Big Data, E-Health, Pandemi, dan Presidensi G20 di Bali

Baca di App
Lihat Foto
Nabila Nurkhalishah Harris
Manfaat Big Data bagi Perusahaan
Editor: Egidius Patnistik

INTELLECTUALS solve problems, geniuses prevent them!” Kaum intelektual memecahkan masalah, orang genius mencegah masalah. Pesan bijak Albert Einstein, ahli fisika kelahiran Jerman (14 Maret 1879 – 18 April 1955) dan peraih Nobel Fisika tahun 1921, masih dikutip hingga awal abad 21. Nell Derick Debevoise, misalnya, mengutip Einstein dalam tulisan strategi kepemimpinan, Forbes edisi 26 Januari 2021: “If I had an hour to solve a problem I'd spend 55 minutes thinking about the problem and five minutes thinking about solutions.”

Kekuatan kepemimpinan ialah membuat dasar dan arah keputusan untuk suatu organisasi atau negara. Jika bermanfaat memecahkan masalah, begitu standar intelektual; jika keputusannya dapat mencegah masalah atau risiko, maka standarnya ialah genius.

Filsuf Lao Tzu asal Tiongkok sekitar abad 4 SM merilis pesan bijak tentang resep menjadi genius: “To see things in the seed, that is genius.” Melihat hal-hal sejak dini-bibit adalah tanda genius. Pesan Lao Tzu, penulis buku Tao Te Ching, juga selalu dikutip hingga awal abad 21, misalnya Trent Leyshan (2012) dalam buku Outlaw dan Dinesh C Bhargava (2020) dalam buku Revelation of Reality.

Baca juga: Apa Itu Big Data? Mengenal Cara Kerja, Manfaat, serta Contohnya

Pada Kamis, 10 Februari 2022, Bank Dunia (World Bank) dan World Health Organization (WHO), organisasi kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis paper draft analisa arsitektur dan pembiayaan siap-siaga dan tanggap pandemik (Pandemic Preparedness and Response/PPR) untuk Gugus Tugas (Task Force) agenda kesehatan dan keuangan G20 —organisasi antar-pemerintah 19 negara dan Uni Eropa sejak 1999. Apakah PPR itu memenuhi kriteria ‘intelektual’ atau ‘genius’, sangat menentukan kinerja persiapan-kesiagaan dan tanggap pandemik kini dan ke depan secara nasional, regional, dan internasional.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPR G20 diharapkan melahirkan suatu kemitraan dan program reformasi arsitektur kesehatan dunia yang terukur, terarah, tidak bias, kontrol kuat, dan pertahanan negara kuat serta mewujudkan cita-cita Konstitusi WHO (1946) : “...the enjoyment of the highest attainable state of health . . . [by] every human being without distinction.” Cita-cita ini berisi prinsip keadilan sosial dan perikemanusiaan sehingga tercipta ketertiban dunia dalam wujud perdamaian abadi dan hak kemerdekaan tiap bangsa.

G20 perlu menelurkan sistem dan strategi reformasi arsitektur kesehatan global, khususnya mencegah risiko pandemik pada masa-masa datang. Kita lihat risiko dan dampak pandemik Covid-19 sangat hebat. Tahun 2020, Dana Monter Internasional (IMF), misalnya, menduga total kerugian akibat Covid-19 mencapai 28 triliun dollar AS (Gopinath, 2020) dan begitu pula perkiraan lembaga-lembaga internasional lainnya (lihat grafik).

 

Big Data dan E-Health

Big Data mencakup data atau informasi skala besar yang dihimpun, diriset, diakses, dibagi, diagregasi, dianalis, dan digunakan oleh masyarakat, pers, organisasi politik, swasta, koperasi, dan pemerintah melalui cepis-cepis atau aplikasi teknologi informasi (IT) (Howard, Shorey, Woolley, & Guo, 2016; Boyd & Crawford, 2012).

Big Data mencakup audio, video, website log files, data spasial, data lokasi-geo, XML data, multimedia, clickstreams, teks (terstruktur, semi-terstruktur, tidak terstruktur) pada beragam platform seperti komunikasi mesin-ke-mesin, situs media sosial, jaringan sensor, sistem siber-fisik, dan Internet of Things (IoT) yang memengaruhi tahap-tahap pembuatan keputusan pemerintah, masyarakat, organisasi, koperasi, pers, dan swasta: intelijen, desain, pilihan, dan implementasi (Turban et al, 2007).

Big Data juga adalah paradigma ke-4 sains (Strawn, 2012:34), ‘the next frontier for innovation, competition, and productivity” (Manyika, et al, 2011:1), “management revolution” (McAfee & Brynjolfsson, 2012:3) dan pemicu “a revolution in science and technology” (Ann Keller, Koonin, & Shipp, 2012: 4). Big Data adalah ‘a driver for innovation’ dan berisi informasi strategis dalam pembuatan keputusan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta (Anno Bunnik, et al, 2016: 63).

Baca juga: Manfaat dan Mudarat Big Data

Big Data mewakili paradigma baru Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang menghasilkan banyak nilai yakni “volume, variety, velocity” (Fan et al, 2015) dan IBM menambahkan veracity (V ke-4) (Jagadish, 2015). Big Data menghasilkan informasi skala besar (volume) yang terstruktur atau tidak terstruktur real-time (velocity) dan kadang tanpa kejelasan sumber (veracity).

Maka pemanfaatan Big Data perlu menghasilkan nilai (value) atau V ke-5 (Chang et
al, 2013) khususnya membangun arsitektur kesehatan global guna mencegah pandemik.

Arsitektur PPR misalnya dikelola melalui Big Data dan E-Health, khususnya pengawasan, intelijen kolektif-kolaboratif, peringatan dini, penelitian, partisipasi masyarakat, emergensi atau operasi darurat, dan koordinasi nasional, regional, dan internasional.

Rapuh informasi selalu memicu risiko; apalagi sifat krisis selalu memilik efek-imbas. Misalnya, kita belajar dari eskalasi krisis akibat Covid-19, antara lain akibat misinformasi dan disinformasi tentang asal, skala, pencegahan, pengobatan, perawatan, dan aspek wabah lainnya tersebar cepat secara online. Kita juga baca laporan US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tentang perkiraan risiko kematian yang rapuh diberitakan, karena kurang dipahami (CDC, 2020). Eskalasi krisis semacam ini dapat dicegah melalui program Big Data collective intelligence dan E-Health.

Edukasi pencegahan risiko pandemik juga lebih efektif dan cepat melalui Big Data dan E-Health, misalnya sosialisasi dan edukasi vaksin, masker, cuci-tangan, jaga-jarak fisik, dan lain-lain. Namun, penggunaan Big Data dan E-Health untuk menjabarkan PPR harus mencegah risiko keamanan masyarakat dan negara, menerapkan pengawasan, proteksi privasi dan akurasi data (Pariser, 2011), transparansi, teknologi (Al Knawy et al., 2022), penerapan Artificial Intelligence, algoritma, Internet of Things (IoT).

Lihat Foto
REUTERS/HAFIDZ MUBARAK A via DW INDONESIA
Presiden Joko Widodo dalam KTT G20 di Jakarta.
Presidensi G20 Bali

Akhir-akhir ini ilmuwan dan industri obat-obatan atau medis menggunakan Big Data dari aplikasi online guna memperkirakan krisis atau krisis pelayanan kesehatan dan wabah. Begitu pula, semakin kuat tren monitoring kesehatan per orang berbasis Big Data (self-tracking) (Neff & Nafus, 2016; Reigeluth, 2014). Namun, penerapannya membutuhkan jaminan perlindungan privasi (hak-hak warga-negara) dan kesepakatan pelayanan medis secara online Big Data.

Pada 1 Desember 2021 di Jakarta, Presiden RI Joko Widodo membuka Presidensi G20 dengan agenda: (1) arsitektur kesehatan global yang inklusif dan tanggap krisis; (2) transformasi sosial-ekonomi berbasis digital; dan (3) transisi menuju sistem energi bersih berkelanjutan.

Maka kini tiba saatnya, Presidensi G20 Bali tahun 2020 dapat menelurkan program Pusat Big Data dan E-Health PPR G20 guna mencegah pandemi, wabah menular, atau epidemi di masa-masa datang.

Kita lihat, tahun 1980-2013, lebih dari 12.000 wabah menular telah melanda umat
manusia pada 219 negara (Smith et al., 2014), antara lain Zika, Ebola, Cholera, MERS, dan H1N1 yang berdampak dan/atau berisiko pandemik global (World Bank, 2008). Epidemik telah menelan kerugian miliar dollar AS.

Epidemik SARS memicu risiko anjlok PDB Tiongkok sekitar 0,5 persen (World Bank, 2008),
dan PDB global anjlok 40 miliar dollar AS (Lee J-W, et al., 2004). Wabah Ebola memicu kerugian sekitar 53 miliar dollar AS di Afrika Barat, akibat korban jiwa dan dampak ekonomi (Fan VY, et al., 2015; Huber, et al., 2018); begitu pula, wabah H1N1 memicu kerugian global sekitar 45-55 miliar dollar AS (Olga Jonas, 2018).

Namun, perlindungan privasi, hak-hak warga-negara, keamanan dan surveilens menjadi isu penting dalam tata-kelola Big Data dan E-Health setiap Negara. Karena koleksi data melalui Big Data berisiko menerabas privasi dan hak-hak warga-negara (McQuillan, 2015). Misalnya, data-base skala besar warga-negara berisiko dicuri dan amalgamasi data warga-negara secara online juga berisiko terhadap keamanan masyarakat.

Apalagi data-data pribadi mudah dikenal dari data visual, audio, hingga gambar sebagai data biometrik warga negara (Gates, 2011). Bagaimana data ini dapat diakses dan disalahgunakan kini menjadi isu penting Big Data (R. T. Ford, 2000).

Karena sistem surveilens berbasis teknologi algoritma Big Data dapat mengenali dan mengelompokan masyarakat yang berisiko terhadap privasi, keamanan masyarakat, dan negara.

Di sisi lain, program Big Data PPR dapat menjadi bagian dari pembangunan kota-kota cerdas (smart cities) yang dilengkapi dengan teknologi sensor lingkungan dari Big Data (Howard, 2015; O’Reilly, 2013). Kehidupan dan lingkungan perkotaan dapat tetap terpantau melalui teknologi Big Data.

Teknologi mobile dan media sosial menghasilkan banyak data berbasis lokasi di suatu negara. Sebagian besar data ini dapat dihasilkan dan dianalisis real-time; data spasial dan waktu masyarakat kota dan lingkungannya menyediakan surveilens. IoT berisi sistem kontrol iklim, cepis-cepis fisik, dan otomobile yang dapat tersambung ke jaringan Internet yang menghasilkan banyak data (Bessis & Dobre, 2014; Greengard, 2015).

Karena itu, Presidensi G20 Bali dapat menelurkan Big Data dan E-Health PPR dengan sistem quintuple helix nexus yang melibatkan unsur-unsur inti dari suatu negara yakni rakyat (kedaulatan rakyat) dan alam (tanah, air, pohon atau hutan, dan gas). Model pembiayaannya bukan hanya pemerintah dan swasta, tetapi juga melibatkan partisipasi publik lebih luas.

Big Data dan E-Health PPR lebih memudahkan deteksi, koordinasi, dan operasi emergensi siap-siaga dan tanggap pandemik, dan lebih hemat biaya (costeffective) pada level nasional, kawasan, dan internasional.

Big Data dan E-Health PPR G20 perlu menerapkan prinsip atau nilai keadilan sosial, melindungi hak kemerdekaan tiap bangsa (kedaulatan), perikemanusiaan, dan perdamaian sesuai piagam PBB atau konstitusi WHO (1946) guna melahirkan suatu ketertiban dunia berupa sehat-lestari manusia (human-well being) dan sehat-lestari lingkungan (ecosystem well-being) pada tiap negara.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi