Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Virus Corona di Korea Utara dari Nol Menjadi 1,7 Juta Kasus?

Baca di App
Lihat Foto
AP PHOTO/JON CHOL JIN
Seorang pejabat Pusat Higienis dan Anti-epidemi di Distrik Phyongchon mendisinfeksi koridor sebuah bangunan di Pyongyang, Korea Utara, pada 5 Februari 2021.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pekan lalu Korea Utara masih mengklaim sebagai salah satu dari negara yang bebas virus corona di seluruh dunia.

Namun dalam sekejap jumlah kasus melesat hingga 1,7 juta kasus. Ada apa?

Kasus Covid-19 di Korea Utara terus melonjak. Data dari Worldometer menunjukkan bahwa kasus positif Covid-19 di Korea Utara tembus 1,7 juta kasus hingga Rabu (18/5/2022) pukul 08:55 GMT.

Berdasarkan data tersebut, jumlah pasien yang sembuh dilaporkan mencapai 1 juta orang. Sementara yang meninggal tercatat 62 orang.

Baca juga: WHO: Wabah Covid-19 di Korea Utara Ciptakan Risiko Kemunculan Varian Baru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lonjakan virus corona di Korea Utara

Dilansir dari AFP, Korea Utara menyebutkan adanya kenaikan kasus Covid-19 sebanyak 232.880 kasus.

Sejak dilaporkannya kasus pertama Covid-19 di Korea Utara, Kamis (12/5/2022) pemerintah Korea Utara terus mencatat adanya peningkatan kasus.

Bahkan tiga hari kemudian, media pemerintah mengkonfirmasi gejala “demam” seperti kasus Covid-19 mencapai lebih dari 1,2 juta orang.

Peningkatan kasus Covid-19 di Korea Utara ini mendapat perhatian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebab penduduk di Korea Utara belum menerima vaksinasi Covid-19 sehingga sangat rentan terinfeksi. 

"Sangat prihatin dengan risiko penyebaran Covid-19 lebih lanjut di negara ini terutama karena penduduknya tidak divaksinasi dan banyak yang memiliki kondisi mendasar yang menempatkan mereka pada risiko penyakit parah dan kematian," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Selain itu, para ahli juga mengatakan bahwa sistem perawatan kesehatan di Korea Utara merupakan salah satu yang terburuk di dunia.

Fasilitas kesehatan di Korea Utara dinilai tidak lengkap dan hanya memiliki beberapa unit perawatan intensif serta tidak memiliki obat perawatan Covid-19 atau kemampuan pengujian masal.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 di Korea Utara, Total 56 Orang Meninggal

 

Berpotensi memicu munculnya varian baru

Dilansir dari Forbes, virus corona yang menginfeksi masyarakat Korea Utara saat ini disebabkan oleh varian Omicron BA.2. Kasus ini pertama kali ditemukan di Pyongyang, Korea Utara.

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, kemunculan kasus Covid-19 di Korea Utara berpotensi memicu kemunculan subvarian baru.

"Kalau bicara potensi lahirnya subvarian baru tentu ada karena bagaimanapun ketika virus itu bersirkulasi dengan bebas. Virus mudah untuk menginfeksi dan akhirnya bermutasi menghasilkan varian baru," terang Dicky, saat dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (18/5/2022).

Menurut Dicky, Korea Utara merupakan negara yang rawan terkena wabah. Sebab, Korea Utara merupakan negara yang tertutup sehingga tidak menyediakan transparansi data terkait Covid-19.

"Bicara respons wabah itu bicara transparansi data. Bicara transparansi data ini juga bicara bagaimana sistem kesehatan yang ada bisa cepat mendeteksi dan berkolaborasi secara global," kata Dicky.

Dilansir dari AFP, hingga saat ini media pemerintah Korea Utara tidak merinci dengan pasti berapa banyak kasus dan kematian yang dites positif virus corona.

Baca juga: Dua Hari Covid-19 di Korea Utara, 21 Kematian dan Ratusan Ribu Warga Demam

 

Vaksinasi yang rendah

Selain transparansi data yang tidak dilakukan oleh media pemerintah Korea Utara, masyarakat di negara itu juga belum mendapatkan vaksinasi.

Rendahnya cakupan vaksinasi dan keterbatasan fasilitas uji Covid-19 ini dapat memicu terjadinya lonjakan kasus yang dapat memperburuk kondisi Covid-19 di dunia.

"Itu sangat fatal. (Angka) kematiannya bisa tinggi dan pada gilirannya ini akan merugikan dunia karena seketat apapun isolasi yang diterapkan oleh satu negara, virus ini tidak mengenal batasan," jelas Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Forbes, AFP
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi