KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari memastikan kotak suara berbahan kardus digunakan lagi dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Masih digunakan, saya pastikan masih digunakan," ujar Hasyim dikutip dari Kompas.com, Rabu (18/5/2022).
Hasyim beralasan, penggunaan kotak suara kardus dilakukan demi efisiensi dan efektivitas.
Bagaimana tanggapan pengamat?
Baca juga: Sejarah Pemilu dan Pilpres 2019, dari Peserta hingga Hasil
Tanggapan pengamat
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, berpendapat bahwa penggunaan kotak suara berbahan kardus itu terkesan main-main, padahal itu adalah hajatan besar sekelas pemilu.
"Ini terkesan main-main. Menurut saya aneh, menghina demokrasi. Anggarannya triliunan masak nggak sanggup," tutur Adi kepada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).
Dia mengatakan, pemilihan suara di tingkat bawah saja menggunakan kotak suara yang lebih kokoh.
Adi menekankan, pentingnya kotak suara berbahan kokoh supaya suara tidak mudah disabotase.
(Kotak suara kardus) rentan disabotase, terkena hujan, dan lain-lain," kata Adi.
Baca juga: Sejarah Penghitungan Pemilu di Indonesia
Bahan yang kokoh dan ringanDia berharap kinerja Komisi Pemilihan Umum lebih proporsional.
Dia juga berharap penggunaan kotak suara kardus itu tidak semakin mengurangi kepercayaan masyarakat.
"Tuduhan-tuduhan kecurangan pemilu terjadi massif sekali. Jangan sampai dengan adanya kotak suara dari kardus makin menambah kecurigaan," ujar Adi.
Saran terkait kotak suara dari Adi adalah menggunakan bahan yang kokoh dan dengan anggaran yang lebih murah.
"Bikinlah kotak suara yang lebih aman, lebih kuat dengan harga yang lebih terjangkau," kata Adi.
Selain itu, terkait pemilu secara keseluruhan, Adi berharap, tidak terjadi lagi kecurangan atau keberpihakan.
Dia berharap, tidak ada lagi partisan, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Oknum KPU berpihak pada salah satu calon kemudian ditangkap KPK.
Baca juga: Sejarah Pemilu 1999, Pesta Demokrasi dengan Partai Peserta Terbanyak
Diberitakan sebelumnya, Hasyim Asy'ari memastikan, kotak suara tetap aman meski tidak berbahan alumunium lagi.
"Kalau urusan jaminan keamanan kan jelas, kotaknya disegel, dikasih kabel ties. Kemudian semua pengawas atau pemantau, ada polisi, teman-teman wartawan juga bisa menyaksikan di TPS nya masing-masing," tutur Hasyim.
Hasyim menjelaskan, kotak suara aluminium merupakan aset negara.
Kotak suara aluminium baru dirakit jika menjelang pemilu ataupun pilkada.
Setelah pemilu dan pilkada usai, maka kotak suara aluminium itu dibongkar lagi untuk dikembalikan ke gudang.
Hanya, kata Hasyim, KPU tak memiliki anggaran untuk gudang penyimpanannya.
"Anggaran KPU untuk gudang itu tidak selalu ada. Kalau itu jadi tanggung jawab KPU, siapa yang mau membiayai penggudangan. Dan kalaupun ada biayanya, KPU pukul rata, semua daerah kabupaten/kota, misalkan anggaran Rp 100 juta, ya Rp 100 juta semua," ungkap Hasyim.
Kotak suara berbahan kardus pernah digunakan pada pada Pemilu 2019 dan kembali dipakai pada Pilkada 2020.
KPU berdalih penggunaan kotak suara berbahan alumunium seperti pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014 kurang efisien, terutama dalam hal penyimpanan.
Sebab, aset negara yang pembeliannya dibayai APBN itu harus dicatat secara rinci di mana letak penyimpanannya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.