Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Serka Dhuha dan Kontingen Garuda: Bertaruh Nyawa untuk Perdamaian Dunia

Baca di App
Lihat Foto
Kontingen Garuda (Konga) di Sudan
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Tak pernah terpikirkan dalam benak Serka Dhuha Yuliandri, anggota TNI Angkatan Udara (AU) untuk bertugas di luar negeri.

Dhuha termasuk dalam 800 pasukan TNI yang tergabung dalam Kontingen Garuda (Konga) untuk diberangkatkan ke Sudan pada 2018.

Konga merupakan pasukan khusus TNI yang dikirimkan ke negara konflik untuk menjaga keamanan.

Karena berada di daerah konflik, Dhuha harus selalu siap untuk mengantisipasi apa pun yang terjadi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Spesifikasi Fokker 27, Pesawat TNI AU Jembatan Udara Antarpulau di Wilayah Indonesia

Pengalaman tak terlupakan

Dalam perbincangan singkat dengan Kompas.com, Sabtu (21/5/2022), ia menceritakan pengalamannya saat diadang oleh sekelompok orang dengan senjata yang siap tembak.

Kala itu, ia bersama rombongan berniat melakukan patroli keamanan di suatu daerah pada malam hari.

"Karena pencahayaan sangat minim, kita posisi tidak tahu jumlah pengadang berapa orang. Maju tidak mungkin, mundur juga tidak," kata Dhuha.

Baca juga: Sejarah Lahirnya TNI AU 9 April 1946

"Mereka menghadang dengan senjata lengkap dan sudah mengarah ke kita, beberapa ada dari balik tembok. Itu pengalaman pertama bagi saya," tambahnya.

Apa yang ia ceritakan, mengingatkan saya pada adegan dalam film-film yang berlatarkan di Timur Tengah.

Dalam kondisi ini, dibutuhkan ketenangan dan respons cepat dari pemimpin konvoi. Jika tidak, para sniper dan pasukan pengadang siap memberondongkan peluru tanpa ragu.

Baca juga: Sejarah Kopasgat, Satuan Elite Baret Jingga TNI AU, Sebelumnya Bernama Korps Paskhas

Berbekal sejumlah keahlian teknis hingga bahasa

Bertindak sebagai wakil komandan patroli, Dhuha pun langsung melaporkan pengadangan kepada komandan patroli dan meminta para personel untuk siaga.

Sebelum keberangkatan, para personel Konga mendapat pelatihan terkait hal-hal teknis, bahasa, dan budaya setempat.

Khusus untuk pelatihan bahasa, hanya diberikan kepada beberapa personel.

Kebetulan, Dhuha menjadi salah satu di antara personel yang mendapat pelatihan bahasa Arab, bahasa resmi yang digunakan di Sudan.

Baca juga: Penjelasan TNI AU soal Video Viral Jakarta Disebut Digempur Chemtrail Tengah Malam

Ibarat kata pepatah "Maju kena mundur kena", rombongan konvoi itu pun memutuskan untuk berdialog dengan para pengadang.

Dhuha yang sebelumnya dibekali bahasa setempat, menghadap pemimpin mereka untuk melakukan upaya diplomasi.

"Alhamdulillah dengan diskusi yang baik dan image kontingen Indonesia yang juga dikenal baik, akhirnya dari ketegangan itu justru menjadi teman baik," jelas dia.

Keberhasilan diplomasi ini membuka jalan untuk rombongan lain yang berbendera Indonesia ketika berpatroli di daerah tersebut.

Sebagai informasi, personel Konga ini ditempatkan di Darfur, sebuah daerah di Sudan bagian barat yang berbatasan langsung dengan Afrika Tengah dan Chad.

Baca juga: Spesifikasi Pesawat Latih Tempur TNI AU T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan

Perang saudara di Darfur

Aljazeera mencatat, Darfur menjadi arena perang saudara antara kelompok pro-pemerintah dan anti-pemerintah pada sekitar 2003-2010.

Data PBB menunjukkan, perang saudara tersebut mengakibatkan 300.000 orang meninggal dunia dan 2,5 juta penduduk harus mengungsi.

Karena situasi yang tak kunjung membaik, PBB dan Uni Afrika mengirimkan pasukannya ke Darfur pada 2006. Pasukan perdamaian ini tergabung dalam United Nations African Union Mission in Darfur (UNAMID).

Indonesia sendiri mengirimkan pasukannya sejak 2014, baik laki-laki maupun perempuan.

Baca juga: Ramai soal Latihan Terbang Malam di Langit Yogyakarta-Klaten, Ini Penjelasan TNI AU

Meski kondisi di Darfur sudah lebih stabil, Dhuha menyebut suara tembakan masih kerap terdengar.

"Ketika saya berangkat ke sana, suara tembakan dan ledakan itu masih sering terdengar. Kita juga sering patroli ke desa-desa, karena masih ada konflik," ujarnya.

"Kalau dibilang mencekam sih masih, cuma kondisinya lebih baik dari sebelum-sebelumnya," lanjutnya.

Kondisi Darfur yang masih rawan juga ia rasakan sehari-hari. Sebab, ia kerap melihat para penggembala kambing dan penunggang unta membawa senjata saat di ladang.

Baca juga: Penjelasan TNI AU soal Video Viral Pengadangan Rombongan Pelaku Kriminal Bermotor di Yogyakarta

Krisis kemanusiaan

Imbas dari konflik ini, kondisi ekonomi di Sudan, khususnya di Darfur cukup memprihatinkan. Menurutnya, banyak warga kelaparan dan kesulitan mendapat makanan dan air.

Dalam satu kesempatan, ia menceritakan pernah melihat seorang anak yang mendekati pagar pembatas kamp PBB dalam kondisi lemas dan kelaparan.

Tanpa berpikir panjang, Dhuha kemudian mendekati anak itu dan mengajaknya makan bersama, meski harus dipisahkan oleh pagar kawat pembatas.

"Ini merupakan pengalaman yang cukup berkesan bagi saya. Ternyata di belahan dunia kita, ada orang yang makan saja susah, untuk mendapat air harus berjalan berkilo-kilo," kata Dhuha.

Baca juga: Spesifikasi dan Kecanggihan KRI Bung Tomo-357, Kapal Perang TNI AL

Menariknya, anak tersebut juga sedikit menguasai bahasa Indonesia.

Bagi Dhuha, hal ini menunjukkan bahwa Kontingen Garuda diterima baik oleh masyarakat setempat.

Sederet pengalamannya itu semakin menumbuhkan rasa syukur menjadi warga negara Indonesia yang aman dan memiliki akses makanan yang mudah.

Hanya saja, masih banyak orang yang tidak mensyukuri nikmat luar biasa ini dan justru berusaha memecah belah keutuhan bangsa.

"Jadi setelah saya kembali, itu banyak saya jadikan pelajaran. Harus banyak bersyukur, apa yang kita miliki sekarang ini, Indonesia yang kaya ini harus kita jaga," ujar dia.

Baca juga: Spesifikasi Pesawat TNI AU KT-1B Wong Bee yang Jatuh di Yogyakarta

Rasa khawatir

Pria asal Aceh ini tak menampik adanya rasa khawatir ketika ditugaskan ke negara konflik. Taruhannya pun tak main-main, yaitu nyawa.

Namun, ia memahami bahwa tugas ini merupakan konsekuensi menjadi seorang tentara.

"Sebelum berangkat, saya mencari banyak informasi tentang Sudan. Kalau dibilang khawatir, pasti ada. Cuma saya perkuat mental, inilah pengalaman hidup bagi saya. Saya juga merasa bangga bisa menjadi bagian dari misi perdamaian dunia," jelasnya.

"Orang tua pun, antara sedih dan memahami. Apalagi begitu dengar saya diberangkatkan ke Afrika. Saya coba menenangkan mereka bahwa ini jalan hidup saya dan pengalaman berharga bagi saya," tambahnya.

Baca juga: Sederet Dampak Perang Rusia Ukraina bagi Ekonomi Indonesia

Untuk menjadi bagian dari Konga, Dhuha menjelaskan bahwa pimpinan TNI AU terlebih dahulu menunjuk beberapa anggotanya untuk mengikuti seleksi di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI.

Dari proses seleksi itu, akan dipilih para personel dari TNI AD, AU, dan AL yang akan diberangkatkan ke negara konflik di bawah Kontingen Garuda.

Kisah dan pengalaman Serka Dhuha saat bertugas di negara konflik semakin menegaskan, merawat keutuhan bangsa adalah kewajiban setiap warga negara. 

Mari kita jaga bersama Indonesia!

Baca juga: Spesifikasi dan Kisah KRI John Lie, Kapal Perang Canggih TNI AL Buatan Inggris

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi