Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Ganti Ulang Tahun DKI Jadi Jakarta Hajatan, Alasan dan Kata Ahli

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat pencanangan HUT Ke-495 DKI Jakarta di Pulau Bidadari, Selasa (24/5/2022).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengganti istilah ulang tahun DKI Jakarta menjadi Jakarta Hajatan.

Istilah Jakarta Hajatan akan mulai digunakan pada perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-495 DKI Jakarta.

"Tahun ini kita mulai gunakan istilah menggantikan nama dari ulang tahun, tapi menjadi Jakarta Hajatan, dan hajatan itu istilah yang sangat Betawi. Ini adalah istilah kita di masyarakat Betawi," ujar Anies di Pulau Bidadari, Selasa (24/5/2022).

Baca juga: Alasan Anies Gunakan Tema Jakarta Hajatan untuk HUT Ke-495 Ibu Kota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies beralasan, hajatan merupakan istilah yang digunakan masyarakat untuk merayakan momen atau peristiwa tertentu, khususnya oleh warga Betawi.

"Hajatan itu adalah celebration, perayaan. Kita pilih untuk sekarang mulai mengatakan istilah Jakarta hajatan karena ini adalah perayaan kita, celebration kita atas apa yang kita jalani selama ini," ujar Anies dikutip dari Kompas.com, Selasa (24/5/2022).

Jakarta Hajatan

Peneliti Ahli Pertama bidang Ilmu Sejarah di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Luthfi Khair mengatakan jika istilah Jakarta Hajatan perlu diresmikan terlebih dahulu.

"Terkait dengan penetapan, mungkin pertama yang perlu kita ketahui dulu apakah kemudian rencana penggunaan nama hajatan kemudian dimasukkan ke SK Gubernur sebagai salah satu perubahan yang penting dan resmi," katanya Luthfi kepada Kompas.com, Rabu (25/5/2022).

Menurutnya, perumusan ide penggunaan istilah Jakarta Hajatan pastinya sudah dilakukan secara matang oleh pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Artinya tidak serta merta kemudian istilah itu muncul begitu saja, kemudian bisa menggantikan istilah ulang tahun DKI Jakarta.

Luthfi menilai, jika dalam istilah Jakarta Hajatan tidak tedapat tendensi tertentu yang berkaitan dengan politik.

"Meskipun kata hajatan ini berasal dari budaya Islami dari Arab, namun kata hajatan ini telah ratusan tahun digunakan oleh masyarakat Nusantara," ujarnya. 

Baca juga: Gelar HUT Ke-495 Ibu Kota, Pemprov DKI Usung Tema Jakarta Hajatan

 

Istilah hajatan

Menurut Luthfi, istilah hajatan sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat di Nusantara, khususnya warga Betawi di DKI Jakarta.

Dalam sejarahnya, Kota Batavia (sekarang DKI Jakarta) merupakan pusat ekonomi perdagangan di wilayah Hindia Belanda.

Warga Melayu yang tinggal di Batavia menyerap kata hajatan yang berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti keinginan atau kemauan.

"Makanya kemudian lengkapnya adalah shohibul hajat yang artinya orang yang memiliki keinginan atau kemauan," jelas Luthfi.

Kata hajatan juga menurutnya merepresentasikan suatu kegiatan yang dibuat oleh shohibul hajat atau orang yang memiliki keinginan untuk mencapai niatnya tersebut melalui hajatan.

Secara memori kolektif warga Betawi sudah biasa melakukan hajatan, seperti hajatan pernikahan, hajatan sunatan, atau hajatan syukuran.

Ketika melakukan hajatan, orang zaman dahulu akan mengundang warga sekitar untuk berbagi makanan dan menampilkan pertunjukan seni.

Selain itu, juga dipanjatkan doa-doa dari warga yang diundang agar niat acara hajatan tersebut tercapai atau terkabul.

Dalam prosesnya, perkembangan budaya masyarakat Betawi menerima banyak unsur dari Arab, Tiongkok, Eropa di dalam kebudayaan Betawi.

Semua unsur itu berakulturasi yang mewujud menjadi kebudayaan masyarakat Betawi seperti yang sekarang.

Masyarakat multikultural

Tidak hanya di masyarakat Betawi di DKI Jakarta saja yang menggunakan kata hajatan, daerah lain juga menggunakan kata tersebut.

"Berabad-abad masyarakat kita mengenal kata tersebut, dan wajar saja menggunakan kata itu, dan digunakan bersama," ujar Luthfi.

Di kawasan DKI Jakarta yang masih kental dengan budaya Betawi, acara hajatan sering kali dijumpai dengan adanya tradisi petasan.

Salah satunya pada waktu hajatan Maulid Nabi Muhammad yang di beberapa wilayah Betawi identik dengan penggunaan petasan.

 

Kejadian tersebut membuat masyarakat Betawi sejak dahulu merupakan masyarakat yang multikultural.

"Karena ini merupakan dua kebudayaan yang bertemu, di satu sisi itu perayaan Maulid Nabi, di satu sisi itu menggunakan petasan dari budaya Tiongkok untuk memeriahkan suasana," ungkap Luthfi.

Tidak hanya acara keagamaan Islam, masyarakat Betawi di Kampung Syawal, Bekasi yang mayoritas nasrani juga suka menggunakan kata hajatan.

"Jadi benar, memang saat ini kata hajatan tidak mengenal suku, agama, golongan mana pun karena sudah menjadi bagian memori kolektif masyarakat Betawi, karena memang pas-pas saja digunakan dalam perayaan ulang tahun DKI Jakarta," jelasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi