Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Jalan Tol Cisumdawu Dibuat Berkelok dan Tidak Lurus? Ini Kata Ahli UGM

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Tangkapan layar soal unggahan warganet kenapa Jalan Tol Cisumdawu dibuat berkelok dan tidak lurus?
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebuah unggahan di media sosial yang menyebut biaya membangun jembatan lebih murah dibanding pembebasan lahan, ramai dibahas di Twitter. 

Unggahan tersebut dibagikan oleh akun Twitter @BisKota_ pada Senin (23/5/2022).

Dalam unggahannya, terdapat gambar jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (tol Cisumdawu) di Jawa Barat yang berkelok.

Jalan tol Cisumdawu adalah sebuah jalan tol Trans Jawa dengan panjang 62,60 kilometer yang menghubungkan daerah Bandung, Sumedang, dan Majalengka.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unggahan foto itu juga terlihat ada garis lurus berwarna merah yang digambar untuk menunjukkan jika jalan tol tersebut dibuat lurus kemungkinan akan lebih hemat pembiayaannya.

"Biaya bangun jembatan lebih murah dari pembebasan lahan kayaknya," tulis akun tersebut.

Baca juga: 26 Mei Libur Hari Apa? Ini Daftar Libur Nasional dan Cuti Bersama 2022

Hingga pukul 16.40 WIB, Rabu (25/5/2022), ungghaan tersebut telah disukai 16.600 kali dengan 2.191 retweet dan mendapatkan komentar beragam dari warganet.

Penjelasan ahli teknik sipil UGM

Terkait unggahan tersebut, Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada Siti Malkhamah menjelaskan, gambar tersebut merupakan sambungan jalan tol.

Pembangunan sambungan tol Cisumdawu tidak dibuat lurus salah satunya karena adanya permukiman warga.

"Terkait ini, jalan yang berbelok-belok agar menghubungkan berbagai permukiman dan lain-lain. Sehingga hubungan sosial tetap terjaga dengan baik, tetap baik seperti sebelum jalan tol dibangun," kata Siti ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2022).

Selain itu dalam melakukan pembangunan jalan baik tol, alteri, dan arteri non-bebas hambatan, menurut Siti juga tidak boleh memiliki jalan lurus yang terlalu panjang.

Hal itu untuk menjamin keselamantan dan menjaga pengemudi untuk tidak mengantuk saat melewati jalan tersebut.

"Bagian lurus itu maksimal 2,5 menit. Nah, sesudah itu pengemudi biar fokus mengemudikan, sehingga nanti membelok, dan seterusnya begitu," jelasnya.

Baca juga: Update Corona 26 Mei: Covid-19 Meluas, Beijing Pecat Pejabat Kesehatan, Wakil Wali Kota Mundur

 

Kondisi medan jalan

Pemilihan jalan yang dibuat berbelok-belok dibandingkan harus lurus menurut Siti juga mempertimbangkan medan. 

Selain itu juga bisa karena pertimbangan teknis teknologi yang sulit atau bahkan untuk menghindari biaya yang mahal.

Sehingga trase jalan alinyemen horisontal (kapan lurus, kapan belok) dirancang untuk memenuhi aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi.

"Jadi secara praktis itu ada tiga, ada tiga variabel mengapa dipilih jalan itu (dibuat) membelak-membelok," ujar Siti.

Faktor keselamatan

Siti menyebutkan jika jalan yang dibangun secara berkelok dirancang sedemikian rupa untuk menjamin keselamatan pengendara yang melintas.

Pihak pembangun jalan juga memperhitungkan kecepatan maksimum kendaraan ketika melintasi belokan tersebut.

Tak jarang ketika di belokan jalan terdapat rambu-rambu yang memperingatkan pengendara kendaraan batas maksimum kecepatan kendaraan saat melaju melewati belokan tersebut.

Ketika menikung, penggendara akan merasakan sensasi seolah-olah terlempar, jika tidak diimbangi dengan gaya gesekan kendaraan dengan jalan maka akan membahayakan.

Oleh sebab itu, pengendara kendaraan harus mengikuti rambu dan marka ketika melintasi belokan jalan, termasuk rambu tentang batas kecepatan.

"Ketika menikung itu keseimbangan kita kan seolah merasa terlempar ke luar, itu gaya sentrifugal, nah itu kan diimbangi oleh gaya gesekan (side friction). Nah side friction itu ketika hujan akan berkurang, sehingga hati-hati ketika hujan, itu kurangi kecepatan," kata Siti.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi