Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sosok Buya Syafii, Tokoh Bangsa yang Sederhana dan Menolak untuk Diistimewakan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
Buya Syafii Maarif beserta istri saat berada di teras depan rumah usai dijenguk oleh Presiden Joko Widodo. Buya Syafii Maarif sudah diperbolehkan pulang setelah sempat dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Ahmad Syafii Maarif atau biasa dikenal dengan Buya Syafii Maarif meninggal dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Jumat (27/5/2022) sekitar pukul 10.15 WIB.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah 1998-2005 tersebut meninggal dalam usia 86 tahun.

Buya Syafii dirawat sejak 14 Mei 2022 karena mengalami serangan jantung.

"Beliau masuk ke rumah sakit ini pada tanggal 14 Mei, jadi kurang lebih 13 hari yang lalu. Dan saat itu kami sudah membentuk tim medis dari berbagai staf medis yang akan merawat beliau," kata Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Gamping, Ahmad Faesol, dikutip dari Kompas.id, Jumat (27/5/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut rencana, jenazah Syafii akan dimakamkan di Pemakaman Husnul Khotimah milik Muhammadiyah di Kabupaten Kulon Progo, DIY, Jumat (27/5/2022) sore.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Muhammadiyah Didirikan di Yogyakarta, Bagaimana Awal Mulanya?

Mengenang sosok Buya Syafii Maarif yang dikenal sederhana

Buya Syafii merupakan tokoh bangsa yang lahir pada 31 Mei 1935 di Sumpur Kudus, Sumatera Barat.

Sejauh ini, Buya Syafii tinggal di Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY bersama istrinya.

Kolega Buya Syafii, Erik Tauvani mengatakan, jika Buya Syafii dan istrinya merupakan sosok mandiri dan sederhana.

Bahkan untuk mengurus keperluan pekerjaan rumah seperti mencuci baju hingga menyapu biasa dilakukan sendiri oleh Buya Syafii.

"Sopir pribadi tidak punya, pembantu pribadi tidak punya. Walaupun sesekali meminta tetangga bantu-bantu," kata Erik dikutip dari Kompas.com, Minggu (31/5/2020).

Baca juga: Mengenang Bens Leo, Jurnalis dan Pengamat Musik

Untuk melakukan aktivitas di luar rumah, Buya Syafii dalam kesehariannya sering menggunakan sepeda.

Mulai berbelanja ke pasar, membeli obat, membayar listrik, hingga pergi ke bank.

"Buya naik sepeda itu biasa, orang yang melihat sekali kan heran padahal itu keseharian Buya, bagian dari olahraga. Itu bukan pencitraan dan bukan sesuatu yang besar, karena bagi Buya itu kesehariannya," katanya lagi.

Baca juga: Mengenang Munir dan Keabadian Perjuangannya...

Menolak untuk diistimewakan

Erik menceritakan jika Buya Syafii selalu menolak jika diminta untuk tidak usah mengantre. Hal tersebut karena Buya Syafii tidak mau diistemewakan.

Sehingga, saat berobat di rumah sakit, puskesmas, saat di bank atau mengurus paspor, Buya dengan sabar mengantre bersama orang-orang lainya.

"Intinya Buya merasa semua sama, semua orang punya hak yang sama. Kultur egaliter-nya itu sangat kuat sehingga kalau ngantre Buya mengantre sesuai dengan nomor, tidak mau melewati," bebernya.

Baca juga: Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya...

Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini mengungkapkan, saat Buya Syafii harus dirawat atau waktu istrinya operasi lutut, pihak rumah sakit ingin menggratiskan biaya pengobatannya.

Akan tetapi, pada saat itu Buya Syafii menolak niat rumah sakit untuk menggratiskan biaya berobat tersebut.

"RS PKU tidak mau menerima uang (Buya), tapi akhirnya beberapa waktu kemudian istrinya dengan Buya menyumbangkan sekian untuk pembangunan di PKU," ungkap Erik.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Serba kekurangan

Dikutip dari Kompas.com (31/5/2020), sebagai tokoh bangsa yang pernah menjabat sebagai ketua salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, ternyata Buya Syafii pernah mengalami hidup serba kekurangan.

Pada masa-masa awal pernikahannya dengan sang istri yang bernama Nurkhalifah dipenuhi banyak cobaan, salah satunya masalah kondisi perekonomian.

Buya Syafii harus mengayuh sepeda butut yang tidak nyaman dipakai dari Kotagede ke IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) sejauh 7 kilometer untuk menghemat ongkos.

Hal tersebut dilakukan karena Buya Syafii masih harus menyelesaikan studi doktoralnya di IKIP Yogyakarta.

Baca juga: Mengenang Ki Manteb Soedharsono, Dalang Kondang yang Hari Ini Berpulang

Bahkan karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan tersebut membuat sang istri dan anak pertamanya pulang ke Padang.

Kondisi ekonomi Buya Syafii pada saat itu juga membuatnya tidak bisa menghadiri pemakaman anak pertamanya bernama Salman yang meninggal pada usia 20 bulan.

Anak keduanya yang bernama Iwan meninggal pada usia 2 tahun pada Oktober 1973.

Kini, pasangan Buya Syafii dan Nurkhalifah hanya memiliki putra semata wayang yakni bernama Mohammad Hafiz yang lahir pada 25 Maret 1974.

Buya Syafii mengaku sangat bersyukut mempunyai istri yang sangat pengertian dan yang telah menemaninya mengarungi susah manisnya kehidupan berumah tangga.

Baca juga: Profil dan Sepak Terjang Buya Syafii Maarif

(Sumber: Kompas.com/ Wijaya Kusuma, Rizal Setyo Nugroho | Editor: Ardi Priyatno Utomo, Teuku Muhammad Valdy Arief, Rizal Setyo Nugroho)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi