Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang 16 Tahun Semburan Lumpur Lapindo, Kapan Akan Berhenti?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/BorneoRimbawan
Kondisi lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini 16 tahun lalu, atau tepatnya pada 29 Mei 2006, lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, meluap untuk pertama kali.

Diketahui, luapan lumpur berasal dari Sumur Banjarpanji 1 di lokasi pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas.

Kini, luapan tersebut telah menelan puluhan hektar lahan mulai dari perumahan, jalan, dan kawasan pertanian.

Baca juga: Ramai soal Semburan Gas Campur Lumpur di Blora Disebut Mud Volcano, Apa Itu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meluap sejak pagi

Dilansir dari Harian Kompas, 19 Juni 2006, lumpur bersuhu 60 derajat Celsius disertai gas muncul pertama kali pada Senin, 29 Mei 2006, pukul 04.30 WIB.

Lumpur tersebut keluar di tengah areal sawah di Desa Siring, Sidoarjo, sekitar 100 meter dari sumur Banjarpanji 1 milik PT Lapindo Brantas.

Meski demikian, warga Desa Siring baru merasakan adanya gas sekitar pukul 06.00 WIB.

Keluarnya gas yang mengandung hirogen sulfida itu tak ayal membuat dua warga dilaporkan keracunan.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Fenomena Semburan Air Panas Bercampur Lumpur di Pasaman Barat Sumbar

Kegiatan belajar-mengajar di sekolah kala itu pun diliburkan selama dua hari akibat peristiwa ini.

Terhitung 21 hari sejak semburan pertama, sekitar 90 hektar lahan yang terdiri dari sawah, tambak, dan permukiman terendam lumpur sedalam 1-6 meter.

Tak kurang dari 640 keluarga dengan 2.462 jiwa mengungsi karena rumahnya terendam lumpur.

Bahkan, Jalan Tol Surabaya-Gempol pun lumpuh, terendam lumpur sekitar 20-60 sentimeter.

"Sekitar 5.000 meter kubik lumpur keluar setiap hari," kata General Manager PT Lapindo Brantas, Imam Agustino.

Baca juga: Kilas Balik 15 Tahun Lumpur Lapindo, Penyebabnya Masih Misterius

Masih misterius

Hingga kini, penyebab terjadinya luapan gas dan lumpur panas masih misterius. Informasi yang didapat simpang siur, bahkan bertolak belakang.

Seorang mekanik PT Tiga Musim Jaya Mas, kontraktor pengeboran, mengatakan, semburan gas terjadi karena pecahnya formasi sumur pengeboran.

Saat di kedlaaman 9.000 kaki atau 2.743 meter dan akan diangkat untuk ganti rangkaian, bor tiba-tiba macet.

Gas pun tak bisa keluar melalui saluran fire pit dalam rangkaian bor, dan menekan ke samping hingga keluar ke permukaan melalui rawa.

Baca juga: 7 Semburan Lumpur yang Pernah Ada di Indonesia

PT Lapindo Brantas diingatkan soal casing

Dari dokumen yang diterima Kompas, yang ditujukan kepada Lapindo Brantas Inc, pada 18 Mei 2006 atau 11 hari sebelum semburan gas, PT Lapindo Brantas sudah diingatkan soal pemasangan casing atau pipa selubung.

Pipa tersebut sudah harus dipasang sebelum pengeboran sampai di formasi Kujung, lapisan tanah yang diduga mengandung gas atau minyak, di kedalaman 2.804 meter.

Pemasangan pipa selubung adalah salah satu rambu keselamatan.

Namun, Lapindo sebagai operator proyek belum memasang pipa selubung berdiameter 9 5/8 inci pada kedalaman 2.590 meter.

Baca juga: Ramai soal Semburan Gas Campur Lumpur di Blora Disebut Mud Volcano, Apa Itu?

Menanggapi, Wakil Presiden PT Lapindo Brantas Bidang General Affairs Yuniwati Teryana mengatakan dalam keterangan resmi, pipa 9 5/8 inci akan dipasang 15-20 kaki (4,5-6 meter) di dalam formasi Kujung, sekitar 8.500 kaki.

Berdasarkan pengalaman pengeboran sumur terdekat, yakni sumur Porong 1, Yuniwati menuturkan bahwa casing 50 kaki di atas formasi Kujung menimbulkan masalah loss and kick yang sulit diatasi.

"Kedalaman lapisan batuan tidak bisa diprediksi cepat. Karena itu, enentuan kedalaman pipa sangat ditentukan oleh tekanan aktual formasi dan kondisi lubang saat itu," kata Yuniwati.

Baca juga: Mengenal Rare Earth, Potensi Logam Tanah Jarang di Lumpur Lapindo

Ia menjelaskan, beberapa kali mengecek dan belum juga sampai ke formasi Kujung, sehingga pengeboran diteruskan ke 2.667 meter.

Pada kedalaman tersebut pun formasi Kujung tetap belum ketemu. Adapun survei kedalaman dengan check shot yang dilakukan di 2.667 meter, hasilnya tidak jelas.

Dari interpretasi seismik, formasi Kujung diduga berada di 2.682 meter, 2.865 meter, bahkan paling mungkin 2.926 meter.

Baca juga: Apa Itu Hidrogen Sulfida, Gas Beracun yang Muncul di PLTP Dieng?

Akan tetapi, hingga kedalaman 2.804 meter, formasi Kujung masih belum ditemukan.

Mempertimbangkan kondisi lubang saat itu, pihak Lapindo pun memutuskan untuk terus mengebor hingga menembus formasi Kujung, hingga 2.865 meter dengan mepertimbangkan kick tolerance pengeboran maksimum.

"Namun, pada 2.833 meter telah terjadi loss," ujar Yuniwati.

Pembangunan tanggul penahan

Perusahaan berupaya untuk menghentikan kebocoran gas yang diduga akibat runtuhnya dinding sumur bagian dalam ini dengan cara menginjeksi lumpur berat ke dalam sumur.

Sayangnya upaya tersebut tidak membuahkan hasil optimal. Sumur pengeboran masih tetap menyemburkan material panas dari dalam Bumi.

Luapan lumpur yang kian meluas, dikhawatirkan akan membanjiri pemukiman warga.

Untuk itu, dibangunlah tanggul-tanggul penahan dari material tanah yang dikerjakan menggunakan eskavator dan alat-alat berat lain.

Namun, lumpur yang tak kunjung berhenti dan tanggul yang tak kuat menahan, menyebabkan tanggul beberapa kali mengalami jebol.

Akibatnya, lumpur yang semula ditahan pun tumpah dan menerjang dan membanjiri pemukiman warga.

Baca juga: Semburan Lumpur Muncul di Pasaman Barat Pasca Gempa, Ahli Duga Likuifaksi

Ribuan jiwa mengungsi

Diberitakan Harian Kompas, 29 Mei 2021, tanggul penahan lumpur setinggi 3 meter di Desa Siring jebol sepanjang 15 meter pada 10 Agustus 2006.

Akibatnya, 750 rumah warga tergenang, 5.680 jiwa diungsikan, dan jalur kereta api Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi tertutup.

Hingga kini, tidak ada yang bisa memastikan kapan lumpur Lapindo akan berhenti menyembur.

Akibat peristiwa ini pula, sebanyak empat desa di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur tenggelam.

Desa tersebut antara lain Desa Ketapang, Renokonongo, Kedung Bendo, dan Desa Besuki.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, 14 November 2019, Pemkab Sidoarjo mengusulkan penghapusan empat desa tersebut.

Selain itu, Pemkab juga mengusulkan penataan kembali 11 desa terdampak, seperti Desa Glagaharum, Pamotan, Wunut, Mindi, Jatirego, Siring, Gedang, Kalitengah, Gempolsari, Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan.

Baca juga: Fakta Semburan Lumpur Panas di Mandailing Natal

(Sumber: Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella | Rizal Setyo Nugroho)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi