Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehadiran Penceramah Moderat di Dunia Maya Dinilai Efektif Menekan Radikalisme

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Gischa Prameswari
Faktor penyebab munculnya radikalisme.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kehadiran para penceramah yang aktif membagikan materi dakwah moderat di dunia maya efektif menekan pengaruh radikalisme di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai jika selama pandemi berlangsung materi-materi dakwah moderat tersebut dapat mengimbangi konten radikalisme.

"Mereka (para penceramah) yang mayoritas moderat cukup mengimbangi konten-konten keagamaan di dunia maya (yang intoleran dan radikal)," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, dikutip dari Antara, Sabtu (28/5/2022).

Menurut Nurwakhid, masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan untuk mengakses konten keagamaan yang tersebar di dunia maya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konten keagamaan yang beredar di dunia maya 67,7 persen di antaranya merupakan konten keagamaan yang bernuansa intoleran dan radikal.

Baca juga: Konten Radikalisme Menyebar Masif di Internet, Apa yang Harus Dilakukan untuk Menangkisnya?

Penceramah moderat banyak bermunculan

Akibat pandemi Covid-19 yang harus menerapkan protokol kesehatan (prokes), kegiatan para penceramah sangat terbatas untuk melakukan kajian secara langsung.

Sehingga, para penceramah yang moderat dan toleran mulai melakukan kajian atau membagikan materi-materi dakwah secara online dengan media gadget.

Konten-konten para penceramah yang moderat tersebut kemudian dapat menekan pengaruh konten radikal yang juga beredar di dunia maya.

"Begitu ada pandemi, para kiai, penceramah, maupun pendeta yang selama ini diam, tidak viral, tetapi karena ada prokes mau tidak mau menggunakan sarana gadget (untuk berdakwah)," ungkap Nurwakhid.

Dengan adanya kemauan para penceramah moderat untuk hadir di dunia maya membuat indeks potensi radikalisme di Indonesia menurun.

Baca juga: Mahasiswa UB Malang Ditangkap Densus 88, Pengamat: Anak Muda Rentan Terpapar Radikalisme

Menurunnya indeks potensi radikalisme

Berdasarkan hasil survei, indeks potensi radikalisme di Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 12,2 persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 55,2 persen.

Indeks potensi radikalisme yang mencapai 12,2 persen tersebut pada tahun 2020 didominasi oleh generasi milenial.

Selain itu, indeks risiko terorisme (IRT) pada 2021 juga telah menurun menjadi 52,22 persen.

Besaran angka IRT tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2020-2024 yang sebesar 54,36.

Nurwakhid mengungkapkan jika munculnya paham radikalisme selalu diawali dengan sikap eksklusif dan intoleran terhadap keragaman.

"Radikal atau ekstrem ciri-cirinya biasanya mengkafirkan mereka yang berbeda, tidak hanya beda agama, tapi beda kelompok, beda paham, bahkan sesama agama pun dikafir-kafirkan," ujarnya.

Radikalisme merupakan fase menuju terorisme, hal ini disebabkan karena radikalisme adalah paham yang menjiwai semua aksi terorisme.

Oleh karena itu, Nurwakhid mengajak semua pihak khususnya kaum perempuan sebagai saka guru bangsa untuk mampu membentengi keluar, lingkungan, dan masyarakat dari paham radikal.

"Membentengi dari paham-paham asing yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu memperkuat kecintaan terhadap Tanah Air dan ideologi bangsa yaitu Pancasila," jelasnya.

Baca juga: IA, Mahasiswa yang Ditangkap Densus 88, Miliki IPK Tinggi di Kampus, Pengamat: Radikalisme Tak Kenal Tingkat Pendidikan

Memanfaatkan kedermawanan orang Indonesia

Dikutip dari Kompas.com (27/5/2022), baru-baru ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah menangkap mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) berinisial IA.

Dia ditangkap karena diduga menggalang dana untuk kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Nurwakhid mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan selektif dalam berinfak, karena niat baik masyarakat dapat disalahgunakan untuk pembiayaan terorisme.

"Indonesia dalam survei dikenal dengan tingkat kedermawanan yang sangat tinggi yang potensial dimanfaatkan oleh kelompok jaringan terorisme untuk dieksploitasi dan disalahgunakan," ujar Nurwakhid

Pendanaan dalam terorisme tidak dapat diabaikan, hal ini disebabkan para teroris mengumpulkan donasi dengan kedok aksi kemanusiaan.

"Juga memanfaatkan teknologi digital melalui penyebaran di medsos berkedok donasi sosial dan aksi kemanusiaan," imbuh Nurwakhid.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi