Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sayangkan Hasil Investigasi Banjir Rob Pantura yang Berbeda-beda

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/AJI STYAWAN
Sejumlah karyawan menyewa perahu bermotor untuk menerobos banjir limpasan air laut ke daratan atau rob di kawasan industri Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Jumat (27/5/2022). Karyawan sejumlah pabrik setempat mulai membersihkan sisa-sisa banjir rob di dalam pabrik yang berangsur surut, meskipun air rob masih merendam sejumlah titik akses keluar - masuk kawasan industri pelabuhan dengan ketinggian bervariasi hingga sekitar 70 sentimeter.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Pekan lalu, sejumlah daerah di pesisir pantai utara (pantura) terendam banjir rob, tepatnya pada Senin (23/5/2022).

Di Semarang, banjir rob yang menggenangi beberapa titik bahkan mencapai ketinggian dada orang dewasa.

Banjir rob cukup parah ini salah satunya dipicu oleh jebolnya tanggul penahan air laut di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteor Maritim Semarang menuturkan, penyebab banjir rob adalah fenomena perigee atau jarak terdekat Bumi dengan Bulan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbeda dari BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bahwa faktor astronomis bukanlah penyebab dominan terjadinya banjir rob di Pantura.

Bagi BRIN, penyebab banjir rob tersebut lebih karena adanya faktor gelombang laut (swell atau alun). Sebab, jarak Bulan dengan Bumi sudah mendekati jarak rata-rata.

Baca juga: Diterjang Banjir Rob, Genangan Air di Kawasan Pelabuhan Semarang Mulai Surut

Menghambat upaya mitigasi

Menanggapi penyebab banjir rob tersebut, Kepala Lembaga Riset Kebencanaan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Heri Andreas menyayangkan adanya perbedaan atau polemik itu.

Padahal, hasil investigasi faktor penyebab yang tepat bisa menjadi dasar pengurangan risiko suatu bencana melalui upaya mitigasi atau adaptasi.

"Jika hasilnya berbeda-beda, dimungkinkan upaya pengurangan risikonya menjadi salah kaprah," kata Heri kepada Kompas.com, Senin (30/5/2022).

Ia mencontohkan, pembangunan tanggul di beberapa titik yang justru tak mampu membendung banjir rob ke darat, karena melimpasi tanggul atau jebol.

Menurutnya, hal itu dimungkinkan karena hasil investigasi yang kurang sempurna.

Baca juga: Waspada Banjir Rob di Pesisir Balikpapan Akhir Mei, BMKG Prediksi Pasang Air Laut Capai 2,8 Meter

Khusus untuk banjir rob di Pantura, ia menyebut upaya pengurangan risiko bencana belum ditunjang regulasi yang cukup, sehingga akan berdampak ke kelembagaan, program hingga anggaran.

"Bencana banjir rob belum secara tegas masuk ke dalam kategori bencana dalam Undang-Undang Kebencanaan," jelas dia.

"Hal ini menyulitkan pemerintah pusat hingga daerah dalam membuat program yang komprehensif termasuk menentukan leading sector-nya," sambungnya.

Kondisi tersebut justru akan menjadikan bencana hanya dilihat secara parsial dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Tak heran, polemik terkait penyebab kebencanaan pun muncul.

"Mudah-mudahan pemerintah dapat membaca situasi ini dan mengambil langkah-langkah yang tepat," ujarnya.

Baca juga: Terjadi Setiap Tahun, Apakah Banjir Rob Bisa Diantisipasi?

Faktor penurunan tanah terabaikan

Dari hasil kajian Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB bekerjasama dengan Laboratorium Geodesi ITB menemukan, banjir rob di Pantura pada 23 Mei 2022 sangat erat kaitannya dengan penurunan tanah atau land subsidence.

Hal ini juga diperparah dengan adanya gelombang tinggi dan jebolnya tanggul di beberapa tempat.

Ia mencatat, laju atau kecepatan penurunan tanah di Semarang, Pekalongan dan Demak saat ini ada yang mencapai 10 hingga 20 sentimeter per tahun.

"Ini merupakan laju tercepat yang tercatat di Dunia. Sayangnya penurunan tanah ini terlihat masih diabaikan dalam analisis pengurangan risiko banjir rob di Pantura," kata Heri.

"Padahal jika penurunan tanah terus terjadi dengan laju yang mengkhawatirkan, maka banjir rob bukan tidak mungkin akan semakin parah ke depannya," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi