Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hantu di Film Horor Indonesia Kebanyakan Perempuan?

Baca di App
Lihat Foto
Instagram @aghninyhaque
Aghniny Haque, pemeran Ayu di film KKN di Desa Penari.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Film horor 'KKN di Desa Penari' menjadi film dengan penonton bioskop terbanyak sepanjang masa. 

Dikutip dari filmindonesia.or.id, film yang disutradari Awi Suryadi itu telah ditonton 8.667.578 orang. 

Seperti sebagian besar film horor di Indonesia, sosok hantu di film ini identik dengan perempuan, yaitu Badarawuhi dan Mbah Dok.

Sementara pada era 1970-an hingga 90-an, kita mengenal sosok Suzzanna yang disebut-sebut sebagai "Ratu Film Horor Indonesia". 

Sebelum film "KKN di Desa Penari", ada juga film Pengabdi Setan dengan sosok hantu perempuan menyerupai ibu yang sukses ditonton 4.206.103 orang di bioskop. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas mengapa hantu film horor di Indonesia identik dengan perempuan?

Baca juga: KKN di Desa Penari Tembus 8 Juta Penonton, Ini Rahasianya Menurut Pengamat Film

Lebih dari 60 persen horor Indonesia hantu perempuan

Dikutip dari jurnal Universitas Padjadjaran, Dosen Budaya Populer Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran, Justito Adiprasetio menyebutkan, jumlah film horor Indonesia yang diproduksi periode tahun 1970-2019, adalah 559 film horor.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 60,47 persen atau sekitar 338 film horor di Indonesia menghadirkan sosok perempuan sebagai hantu utama.

Kemudian 24,15 persen sosok laki-laki sebagai hantu utama, dan sisanya menghadirkan sosok perempuan dan laki-laki sebagai hantu utama.

Menurut Tito, karakter perempuan dalam film horor Indonesia biasanya digambarkan sebagai seorang pemberontak yang menghadapi ketidakadilan yang dilakukan oleh laki-laki (Kusnita, 2010).

Baik secara personal maupun sistem yang telah terinstitusionalisasi sehingga plot naratifnya memiliki dua pola.

Pertama, semasa hidup, perempuan tersebut melakukan pemberontakan secara fisik dengan cara memukul, menghujamkan pisau, dan mencekik leher

Kedua, perlawanan atau pemberontakan dilakukan dengan cara fisik melalui pembunuhan dan secara psikologis dengan cara menghantui dan meneror orang yang mencelakainya.

Baca juga: 10 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, KKN di Desa Penari Nomor 1

 

Hantu perempuan: balas dendam ketidakadilan

 

Sosok perempuan dalam film horor yang direpresentasikan sebagai hantu bertujuan membalas dendam atas ketidakadilan yang mereka terima atas keperempuanan mereka sendiri.

Film horor hampir selalu menampilkan paradoks atas sosok perempuan karena di satu sisi mereka dikonstruksi sebagai korban sedangkan di sisi lain mereka punya sisi monstrous (Priyatna, 2004).

Hal ini menyebabkan plot naratif di banyak film horor memiliki pola terbunuhnya protagonis perempuan (sehingga mereka menjadi korban) lalu kemudian berubah menjadi hantu (menampilkan sisi monstrous).

Hantu perempuan dalam karya sastra

Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS), Reza Sukma Nugraha mengatakan bahwa representasi perempuan sebagai hantu dalam karya sastra sudah terjadi sejak zaman dulu.

Cerita rakyat atau folklor di Indonesia juga dihiasi dengan cerita hantu perempuan, seperti kuntilanak, sundel bolong, kuyang, dan sebagainya.

"Tapi menjadi makin marak setelah diproduksi secara modern melalui film-film, khususnya pada masa orde baru (orba) sampai sekarang," kata Reza kepad Kompas.com, Sabtu (28/5/2022).

Ketimpangan yang identik dengan perempuan

Dalam film horor di Indonesia, hantu identik dengan perempuan yang memiliki latar belakang ketidakadilan semasa hidup, kekerasan seksual, ketimpangan ekonomi, akses kesehatan, hingga masalah sosial lainnya.

Hal tersebut secara tidak langsung menggambarkan kehidupan perempuan.

"Secara tidak langsung itu menunjukkan kalau dalam sistem sosial, perempuan sering kali jadi pihak yang tidak diuntungkan dan tidak berdaya," ujar Reza.

"Umumnya setelah jadi hantu, mereka baru akan balas dendam atau menakuti. Seolah-olah kekuatan perempuan baru akan muncul dan tidak bisa dikalahkan setelah mereka mati," imbuhnya.

Ketimpangan relasi gender: perempuan jadi korban

Dalam film horor di Indonesia, hantu perempuan biasanya dapat ditaklukkan oleh pemuka agama seperti kyai, ustad, pastor, paranormal yang kebanyakan juga laki-laki. Lagi-lagi setelah mati, perempuan juga tetap kalah di tangan laki-laki.

Selaras dengan Reza, Dosen Sosiolog UNS Akhmad Ramdhon juga berpendapat bahwa hantu di Indonesia yang identik dengan perempuan tidak lepas dari implikasi ketimpangan relasi gender yang menempatkan perempuan sebagai korban.

"Situasi tersebut juga kontekstual dengan kecendrungan narasi film/sinetron yang menjadikan perempuan sebagai obyek dengan image sensual. Keduanya ternyata mempunyai segmen pasar yang luas," jelasnya kepada Kompas.com, Sabtu (28/5/2022).

Baca juga: Ketimpangan Gender hingga Kontestasi Ideologis di Balik Cerita Hantu

 

Hantu perempuan lebih diminati

Lebih lanjut, Reza menjelaskan bahwa stigma yang diberikan masyarakat, baik pada latar kematian hantu perempuan itu dalam cerita maupun di luar cerita/kehidupan sehari-hari.

Masyarakat kerap menggambarkan hantu perempuan dalam visual cantik namun tertindak.

Misalnya, suster ngesot cantik yang mati lantaran dibunuh kekasihnya hingga hantu Badarawuhi yang dianggap seksi.

"Masyarakat akan lebih terhibur dengan visual hantu perempuan, apalagi dengan karakter yang dibumbui objektifikasi tubuh perempuan," terangnya.

Produksi karya sastra di Indonesia mulai dari folklor hingga film horor masih didominasi cara pandang patriarki sehingga menempatkan perempuan sebagai tokoh hantu.

Dari konsumsi masyarakat pun juga sama. Mereka masih menjadikan perempuan sebagai objek visual yang paling diminati, terutama kalau urusannya film horror.

Baca juga: 10 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, KKN di Desa Penari Nomor 1

Konsepsi hantu Indonesia didominasi perempuan

Pengetahuan mengenai hantu di Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Pengamat sosial sosiologi UNS Drajat Tri Kartono mengatakan pengetahuan tentang hantu di Indonesia memang didominasi oleh perempuan sebagaimana kontruksi budaya masyarakatnya.

"Ada 3 jenis atau kelompok persepsi tentang hantu yang ditulis di dalam bukunya Glitch Forgot tentang agama Jawa," terang Drajat, saat dihubungi oleh Kompas.com, Sabtu (28/5/2022).

Dalam buku tersebut, hantu dikategorikan ke dalam golongan Abangan, Santri, dan Priyayi.

Di golongan Abangan, hantu cenderung digambarkan dengan visual yang mengerikan, seperti wewe gombel, pocong, hingga tuyul. Di kategori ini ditemukan hantu berjenis kelamin perempuan. Meskipun faktanya, hantu tidak berjenis kelamin.

Kendati demikian, konsepsi hantu di kelompok abangan ini berbeda dengan konsepsi hantu di kelompok santri. Di kelompok santri, hantu direlasikan dengan jin berpenampakan yang berbeda-beda.

Lain lagi, kelompok priyayi cenderung memaknai hantu dengan mereka yang berketurunan ningrat, seperti Nyi Roro Kidul. Lagi-lagi, hantu dikaitkan dengan perempuan yang disimbolkan dengan 'Nyi'.

Dalam film dan karya sastra lainnya, sosok hantu lebih mudah dimanipulatif kepada figur perempuan.

Misalnya dengan penggambaran rambut panjang atau mengenakan rok yang identik dengan perempuan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi