Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alumnus Psikologi Universitas Gadjah Mada
Bergabung sejak: 7 Feb 2022

Perpolisian Metaverse, Seberapa Penting?

Baca di App
Lihat Foto
DOK. Shutterstock
Ilustrasi metaverse
Editor: Sandro Gatra

SENJAKALA bagi (sebagian) crazy rich men nampaknya telah tiba. Sangkakala untuk masa keemasan para “sultan” telah ditiup.

Kiasan ini sebenarnya merupakan pengingat bagi masyarakat bahwa di balik prospek menangguk keuntungan dalam jumlah fantastis, ada unsur-unsur pidana yang bisa mendatangkan kerugian lebih besar lagi dari sekian banyak bisnis investasi berbasis daring.

Diprediksi, dalam waktu-waktu mendatang, akan semakin banyak masyarakat yang melapor ke polisi karena merasa telah dirugikan oleh penipuan dengan modus investasi palsu berskema Ponzi tersebut.

Semakin banyak laporan masyarakat (korban), semakin tinggi pula ekspektasi mereka bagi kerja tuntas dan cepat Polri.

Kejahatan sedemikian rupa merupakan ragam kasus kontemporer yang harus Polri tangani dengan sebaik-baiknya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam waktu dekat, diperkirakan akan hadir pula rupa-rupa tindak kriminalitas baru seiring dengan terbitnya fajar Metaverse.

Dalam tulisan ini Metaverse dimaknai sebagai ruang virtual berupa versi digital dari berbagai berbagai bentuk kegiatan masyarakat di dunia nyata.

Olahraga, pentas musik, transaksi bisnis, perkencanan, dan lain sebagainya, yang dulu dijalani melalui aktivitas tatap muka secara fisik, perlahan-lahan sudah mulai bisa dilakukan di dunia Metaverse.

Hari ini kehadiran manusia di Metaverse nampaknya masih diasosiasikan dengan permainan. Mirip game The Sims di piranti Playstation.

Tapi semakin canggih teknologi Metaverse ke depan, akan semakin identik pula pengalaman manusia di situ laiknya pengalaman di dunia nyata.

Dan seiring dengan kian beragamanya pengalaman serta aktivitas masyarakat di dunia virtual, aneka kejahatan di metaverse niscaya juga akan muncul bersanding dengan bermacam-macam kejahatan di dunia fisik (real-life crimes).

Alhasil, mari kita teropong ke depan: akankah Polri juga perlu hadir, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum di dunia Metaverse?

Mari kilas balik sejenak.

Dulu, ketika media sosial baru mengetuk pintu peradaban, kebanyakan orang menyambutnya sebagai ruang pertemanan baru belaka.

Di situlah orang-orang bisa bersilaturahmi, bisa bereuni, berbagi informasi, dengan latar kebaikan hati.

Namun setahap demi setahap berbagai bentuk perilaku menyimpang mulai bermunculan. Hingga tibalah hari ini, masa ketika kebisingan di media sosial bahkan bisa melampaui kegaduhan dalam interaksi nyata.

Silang sengketa di real life pun tak jarang dipantik oleh huru-hara di media sosial. Segala yang mencerahkan umat manusia dan segala yang menarik mundur peradaban tumpah ruah di situ.

Karena itu, benarlah sikap para penggagas dan penyusun UU ITE; mereka telah meramal bahwa jika dibiarkan menjadi dimensi di mana kebebasan bersifat nirbatas, media sosial akan menjadi ruang seindah surga sekaligus seburuk neraka.

Terlepas dari segala perdebatan yang ada di seputar UU ITE, terutama terkait kebebasan berpendapat dan efeknya terhadap demokratisasi, kenyataannya adalah kini UU ITE sedikit banyak telah menjadi penawar atas berbagai bentuk ketidaksemenggahan tindak-tanduk manusia di jagat virtual.

Jelas, langkah penyempurnaan UU tetap patut dilakukan dari waktu ke waktu, sebagai bentuk respon adaptif negara terhadap semakin canggihnya kehidupan di dunia virtual.

Pun, mengikuti alur perkembangan dunia virtual itu, Polri telah membentuk satuan kerja kriminal khusus sejak beberapa tahun lalu.

Perkembangan metaverse pun nampaknya akan setali tiga uang. Pada waktu sekarang, tingkah polah masyarakat yang diwakili oleh avatarnya masing-masing masih sebatas berupa aktivitas kesenangan belaka.

Namun bisa dipastikan, ke depannya, rupa-rupa pelanggaran hukum akan berlangsung di dunia Metaverse itu.

Dan manakala pelanggaran-pelanggaran itu kian masif dan dirasakan semakin otentik dengan kehidupan nyata para manusia pemilik avatar, maka niscaya para warga Metaverse akan mencari polisi untuk memberikan bantuan dan menegakkan hukum.

Di beberapa negara luar, kejadian “aneh” itu sudah berlangsung. Ada avatar yang dijahati oleh avatar lainnya.

Avatar, sebagai representasi manusia nyata, yang menjadi korban tidak bisa menerima perlakuan itu.

Ia bereaksi sebagaimana individu yang disakiti dalam kehidupan nyata. Ia marah, sakit hati, dan melampiaskan dendamnya dengan balas menyerang avatar kedua.

Ringkasnya, si pemilik avatar merasa guncangan jiwa yang setara keparahannya dengan saat ia mengalami trauma dalam kesehariannya.

Ada pula si empunya avatar yang memutuskan mengakhiri hidupnya setelah avatarnya dihina-dina oleh avatar-avatar lain di sebuah taman kota metaverse.

Peristiwa-peristiwa itu mengenangkan kita kembali pada istilah cyber bully. Itu semua sesungguhnya perbuatan pidana. Dan terhadap tindak pidana, semestinya tidak boleh ada aksi vigilantisme.

Agar tidak terjadi aksi-aksi main hakim sendiri itulah, polisi harus hadir. Hadir di jagat Metaverse!

Lantas, apa yang akan polisi Metaverse lakukan terhadap tindak pidana di “dunia lain” itu? Tak ada bedanya dengan kerja penegakan hukum saat ini: penyelidikan, penyidikan, dan pemberkasan.

Hasil kerja polisi itu kemudian diteruskan ke kejaksaan Metaverse, disidang di pengadilan Metaverse, dan—siapa tahu—avatar pembuat onar juga akan menjalani hukuman pidana.

Ia dipenjara di lembaga pemasyarakatan virtual, serta diharuskan membayar denda dengan mata uang crypto.

Atau bahkan bisa saja si manusia (pemilik avatar) juga dijatuhi sanksi pidana di dunia nyata (non virtual punishment) atas kelakuannya di dunia Metaverse (virtual criminal act).

Merangkum itu semua ke dalam istilah baru, jadilah perpolisian Metaverse (Metaverse Policing). Itulah medan kerja baru Polri suatu hari nanti.

Cakupan tugasnya tetap sama, yaitu melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum di alam Metaverse.

Hari ini kita terus berupaya membangun polisi sahabat masyarakat, ke depan—siapa tahu—ada agenda yang tak kalah pentingnya bagi Polri untuk menjadi sahabat avatar.

Menghadirkan teknologi (hardware dan software)-nya sepertinya tak begitu sulit. Tapi menyiapkan insan-insan (brainware) Polri yang siap berdharma di yuridiksi Metaverse, inilah tantangan terbesarnya.

Selamat datang masa depan. Perpolisian metaverse, mari kita mulai perbincangkan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi