Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Peningkatan Jumlah Perokok dan Bahaya Rokok Elektrik

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY
Ilustrasi rokok elektrik, rokok vape, vape. Bahaya rokok vape tingkatkan risiko disfungsi ereksi pada pria 20 tahun ke atas.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan jika rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional.

Diketahui dalam kurun waktu beberapa tahun ini rokok elektrik tengah naik daun di kalangan remaja.

Banyak orang percaya kalau rokok elektrik merupakan alternatif yang sehat dari rokok konvensional karena memilki kandungan nikotin yang rendah.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa pemahaman terhadap alternatif kesehatan rokok elektrik kurang tepat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Remaja 15 Tahun Disebut Meninggal Dunia karena Vape, Kasus Kematian Termuda di AS


Dante menyebut jika rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional karena rokok elektrik mengandung nikotin, zat kimia, dan zat perasa yang bersifat toxic atau racun.

“Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik,” katanya dilansir dari laman Kemenkes (1/6/2022).

Apabila zat-zat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan masalah kesehatan serius di masa depan seperti kardiovaskular, kanker, paru-paru, tuberkulosis, dan lainnya.

Baca juga: Viral Penumpang Isap Vape di Kereta Api, Bagaimana Aturannya?

Konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja

Konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja turut berdampak pada tingginya prevalensi atau keseluruhan kasus penyakit perokok elektrik di Indonesia.

Hasil survei penggunaan tembakau pada usia dewasa (GATS) 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik naik dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021.

Untuk prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat sebesar 19,2 persen.

Baca juga: 5 Fakta tentang Vape, Kandungan, Bahaya, hingga Dilarang di Beberapa Negara

Dante berharap dengan adanya data tersebut menjadi acuan bagi masyarakat terutama orang tua untuk bersama-sama menghentikan aktivitas merokok di kalangan remaja.

Apabila kebiasaan buruk merokok tidak segera dihentikan, dikhawatirkan dapat membuat jumlah perokok generasi muda menigkat dan menimbulkan masalah kesehatan serus di kemudian hari.

“Temuan survei GATS ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi berbasis keluarga supaya orang mau berhenti merokok dan mau membelanjakan uangnya untuk makanan bergizi dan kegiatan bermanfaat dibandingkan membeli rokok,” harap Dante.

Baca juga: Viral Penumpang Isap Vape di Kereta Api, Bagaimana Aturannya?

Peningkatan jumlah perokok

Dikutip dari laman Kemenkes, dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah perokok secara keseluruhan telah meningkat secara signifikan sebanyak 8,8 juta orang di Indonesia.

Hasil survei GATS yang dilakukan pada 2011 dan 2021 menunjukkan jika terdapat 60,3 juta perokok pada 2011 dan pada 2021 meningkat menjadi 69,1 juta perokok.

“Ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya penghentian merokok,” kata Dante.

Baca juga: Rokok Tembakau Vs Vape, Mana yang Lebih Berbahaya?

Selain itu, prevalensi rokok elektronik mengalami kenaikan 10 kali lipat dan prevalensi perokok pasif juga naik menjadi 120 juta orang.

Presentase keterpaparan asap rokok di beberapa tempat umum juga masih terlihat tinggi, bahkan termasuk di fasilitas pelayanan kesehatan.

Lewat hasil survei tersebut ditemukan jika rokok berdampak juga pada kondisi sosial ekonomi di masyarakat.

Baca juga: Rincian Daftar Harga Rokok yang Naik pada 2022

Karena rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua pada orang miskin, hal itu lebih tinggi dari pengeluaran belanja untuk makanan bergizi.

Keinginan masyarakat untuk berhenti merokok juga cukup tinggi yakni sebesar 63,4 persen dan sejumlah 43,8 persen berupaya untuk berhenti merokok.

Saat ini Kemenkes masih membuka layanan Quitline untuk masyarakat yang membutuhkan konseling untuk berhenti merokok.

Baca juga: Besaran PPN, PPh, dan Cukai Rokok yang Naik Mulai 2022

Iklan rokok penyebab kenaikan perokok remaja

Dante menyebut jika tingginya prevalensi perokok remaja salah satunya disebabkan karena terpengaruh iklan rokok.

Berdasarkan hasil survei menunjukkan saat ini sudah terjadi penurunan signifikan yang memperlihatkan iklan, promosi atau sponsor rokok.

Namun, peningkatan keterpaparan iklan rokok terjadi di internet meningkat 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yakni dari 1,9 persen pada 2011 menjadi 21,4 persen pada 2021.

“Rokok pada remaja terus kita evaluasi agar prevalensi perokok remaja bisa diturunkan. Kenaikan ini karena iklan. Kita sudah batasi iklan-iklan rokok, tapi masih ada iklan terselubung salah satunya di internet. Tapi kita akan terus perangi hal ini,” ungkapnya.

Dante berharap dengan adanya hasil survei GATS dapat ditindaklanjuti dalam kerangka penurunan angka perokok pada usia remaja ataupun dewasa.

Baca juga: Bahaya Manakah Polusi Udara dengan Mengisap Rokok?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Kandungan dan Bahaya Vape

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi