Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 18 Mei 2022

A Masterless Samurai

Otak Smartphone dan Virtual Insanity

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi kecanduan gadget
Editor: Sandro Gatra

SAYA yakin Anda pasti tahu lagu "Bangun Tidur" yang diciptakan oleh Soerjono, atau kita lebih mengenalnya dengan nama Pak Kasur.

Akan tetapi, apakah Anda masih melakukan seperti syair lagunya "Bangun tidur kuterus mandi"?

Saat ini masyarakat dari segala umur, hampir semua memiliki benda kecil ajaib bernama smartphone.

Smartphone merupakan bagian penting (atau mungkin terpenting?) dalam kehidupan sehari-hari. Secara ekstrem, boleh dikatakan bahwa manusia zaman sekarang tidak bisa berpisah satu detik pun dari smartphone.

Sehingga saya (merasa) yakin bahwa lagu itu dalam praktiknya menjadi "Bangun tidur kuterus bermain smartphone".

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komputer kecil ini memang amat menggoda karena dapat digunakan untuk berbagai macam kepentingan.

Misalnya menonton acara televisi, mendengarkan musik atau radio, mencari informasi, mengobrol dengan teman menggunakan suara maupun tulisan, dan lainnya yang daftarnya bisa kita tambahkan sendiri.

Semua lapisan masyarakat sudah memanfaatkan smartphone.

Kita ambil contoh pemanfaatan dalam lingkup kecil saja, yaitu keluarga. Sang ibu menggunakan smartphone sebagai panduan ketika membuat masakan baru.

Sang bapak juga memakainya untuk mencari tahu bagaimana caranya menambal tembok retak sekaligus membersihkannya.

Anak tertua, dapat belajar bermain gitar menggunakan smartphone. Sementara sang adik bisa mencari tahu bagaimana cara memecahkan masalah matematika rumit.

Dari contoh kecil tersebut, kita tahu bahwa saat ini smartphone sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Maka pertanyaannya adalah, apakah smartphone itu sebuah berkah? Atau sebaliknya benda ajaib itu bisa menjadi sebuah petaka bagi umat manusia?

Pertanyaan ini memang tidak mudah dijawab. Alasannya, jawaban dapat berbeda tergantung dari sudut mana kita memandang.

Lagi pula, kita tidak bisa langsung men-generalisasi jawaban karena meskipun kita memakai sudut pandang sama, jawaban bisa berbeda dari waktu ke waktu, tergantung situasi dan kondisi.

Masih berhubungan dengan smartphone, saya teringat pernah membaca buku karangan Anders Hansen berjudul "Otak Smartphone", yang aslinya diterbitkan di Swedia dan diterjemahkan ke bahasa Jepang.

Ada dua hal dalam buku tersebut yang saya rasa menarik untuk diangkat kembali. Alasannya, saya kira dua hal ini bisa dipakai sebagai dasar ketika menjelaskan beberapa peristiwa heboh yang terjadi di Indonesia.

Hal pertama adalah tentang multitasking.

Otak manusia sebenarnya tidak mempunyai fungsi untuk melakukan pekerjaan multitasking seperti komputer.

Sehingga, jika Anda pernah melihat ada orang yang dapat melakukan banyak pekerjaan sekaligus, sebenarnya itu bukan multitasking. Dia hanya mengalihkan konsentrasi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.

Saat orang bermain smartphone, biasanya dia membuka banyak aplikasi. Contohnya Chrome untuk membaca berita atau informasi terbaru dari berbagai macam portal berita.

Kemudian Whatsapp ketika mengobrol atau membaca obrolan group. Lalu Facebook (Meta) digunakan ketika ingin mengintip status teman atau mantan.

Sesekali membuka Instagram untuk posting menu makan siang atau sekadar membagikan sesuatu yang unik.

Ketika orang bermain smartphone, sebenarnya dia tidak melakukannya secara multitasking. Akan tetapi hanya mengalihkan konsentrasi dari satu aplikasi ke aplikasi lain.

Itulah sebabnya, amat berbahaya jika Anda bermain smartphone sambil berjalan, atau bahkan sambil menyetir mobil! Pemusatan perhatian yang terpecah atau berpindah-pindah dapat mengancam keselamatan diri sendiri, sekaligus orang lain.

Kebiasaan berganti dari satu aplikasi ke aplikasi lain, atau lebih tepatnya mengalihkan konsentrasi dari satu hal ke hal lain, juga bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan dan fungsi otak.

Orang jadi mudah lupa, dan kurang dapat memusatkan pikiran akan hal-hal penting dan esensial.

Heboh kenaikan harga naik ke Candi Borobudur adalah contoh pas untuk hal ini. Karena kurang memusatkan perhatian, maka ada masyarakat (termasuk media) yang menganggap harga "masuk" ke area Borobudur sedang dipertimbangkan naik menjadi sebesar Rp 750.000 bagi wisatawan lokal.

Padahal kalau kita cermati postingan Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan di Instagram, di sana jelas tertulis kata "naik", bukan "masuk".

Karena menghabiskan hari-hari banyak bermain smartphone, maka orang menjadi tidak jeli bahwa naik (berjalan secara vertikal dari bawah ke atas) itu jelas berbeda dengan masuk (berjalan secara horizontal) ke area Borobudur.

Lebih parah lagi, akibat lain yang bisa kita lihat adalah, jari-jari lebih cepat bergerak dibandingkan dengan kecepatan otak memproses informasi.

Polemik tentang kenaikan harga di Borobudur bak bola salju di atas gunung, yang turun bergerak cepat dan ukurannya menjadi semakin besar.

Baiklah, sekarang saya ingin berbicara tentang hal kedua pada buku yang sama, yaitu menurunnya tingkat kepuasan hidup manusia.

Kita tidak memungkiri bahwa aplikasi SNS di smartphone banyak digunakan orang untuk pamer.

Entah itu pamer kekayaan, pengalaman (misalnya pengalaman mencicipi makanan mahal atau menginap di hotel mewah), kemampuan (contohnya bisa memperoleh uang banyak dengan cara mudah) dan sebagainya.

Kalau orang sering membaca atau melihat hal-hal seperti itu, kemudian dia membandingkan dengan keadaannya saat ini, tentu lama-kelamaan dapat timbul rasa tidak puas.

Rasa tidak puas ini kalau terjadi terus-menerus, maka bisa saja mengakibatkan orang itu menjadi gampang tersinggung. Kalau sudah begini, maka orang mudah untuk lepas kendali dan menjadi liar.

Mungkin saya tidak perlu memberi contoh karena kita tahu banyak orang-orang (banyak di sini mungkin masih bisa diperdebatkan ukurannya) yang berkomentar negatif, lebih kasarnya menghina orang lain. Bahkan ada cacian dialamatkan ke pemimpin tertinggi negara!

Orang-orang seperti ini sudah pasti mempunyai tingkat kepuasan hidup yang kurang. Entah kepuasan dalam hal materi, ataupun non materi, misalnya, kedudukannya dalam masyarakat, maupun dalam kehidupannya bernegara.

Saya jadi ingat lagu "Virtual Insanity" yang dinyanyikan oleh Jamiroquai. Lagu dirilis lebih dari 20 tahun silam, namun liriknya saya kira bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari sekarang. Lagu ini seperti meramalkan kejadian di masa depan.

Ketika teknologi diciptakan untuk membuat manusia bahagia, tetapi hal sebaliknya terjadi. Teknologi seperti menjadikan manusia menjadi makhluk "lain".

Orang yang tampaknya biasa-biasa saja (tidak ada kelainan), namun di dunia virtual dia bisa menjadi manusia lain sama sekali. Dia dapat menjadi garang dan menggebu-gebu ketika bermain (aplikasi SNS) di smartphone.

Dunia virtual itu sebenarnya "sunyi", seperti ruangan bawah tanah karena hampir tidak ada bunyi yang bisa dihasilkan seperti di dunia nyata.

Dalam kesunyian ini rupanya manusia lebih nyaman untuk melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan di dunia nyata.

Banyak orang menjadi "gila" di dunia virtual karena dia pikir di situ aman.

Apakah karena sering bermain smartphone, menjadikan orang tidak paham batas antara dunia nyata dan virtual?

Sehingga dia merasa bebas melakukan apa saja ketika sedang bermain smartphone (berada di dunia virtual)?

Entahlah. Saya tidak tahu jawabannya. Mungkin kita bisa bertanya pada rumput yang bergoyang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi