Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution
Bergabung sejak: 17 Mei 2022

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Islam Semestinya Memang Mencerahkan

Baca di App
Lihat Foto
Wikipedia
Buku berjudul Kumpulan Risalah Medis karya Al-Razi dalam bahasa Arab diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona pada paruh kedua abad ke-13.
Editor: Egidius Patnistik

PADA tahun 1140-an Masehi seorang sarjana Italia bernama Gerard (dikenal sebagai Gerard of Cremona atau Gerardus Cremonensis) melakukan perjalanan ke semenanjung Spanyol dengan harapan menemukan salinan langka teks-teks kuno tentang astronomi di era Yunani (berusia seribu tahunan) yang dikenal sebagai Almagest. Ketika itu, peluang terbaiknya hanya ada di sana dibanding di tempat lain di Eropa.

Mengapa? Karena bagian selatan semenanjung Spanyol pernah berada di bawah kekuasaan Arab (muslim) selama berabad-abad dan selama dinasti Islam berkuasa di sana, ribuan teks klasik dari era Yunani berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Teks-teks tersebut justru telah lama hilang dari bahasa-bahasa vernacular (bahasa yang dipakai sehari-hari) di Barat sendiri.

Baca juga: Sejarah Abad Kegelapan: Terpuruknya Eropa Sebelum Renaissance

 

Perpustakaan Kota Toledo, di tengah semenanjung Spanyol, menampung puluhan buku berharga tersebut. Ketika Gerard memutuskan untuk pergi ke sana, Kota Toledo telah direbut kembali oleh salah satu kerajaan Kristen dari utara. Artinya, para sarjana Barat bebas mengunjunginya dengan aman.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak disangka, Gerard justru menemukan lebih dari yang diharapkan. Bukan hanya teks astronomi, tetapi juga studi klasik dari dunia Arab tentang dialektika, geometri, filsafat, dan kedokteran, di mana monograf-monograf tersebut justru melebihi karya-karya Euclid, Galen, Ptolemy, dan Aristoteles dari Yunani sekalipun.

Gerard pun terkagum-kagum. Ia merasa telah menemukan seluruh perbendaharaan pengetahuan yang ia butuhkan. Karena kewalahan akibat bahan yang terlalu banyak, Gerard akhirnya memutuskan untuk menetap di Toledo dan mulai belajar bahasa Arab.

“Ia mulai menyesali ketertinggalan orang Latin dalam hal ini,” tulis salah satu muridnya.

"Lalu ia belajar bahasa Arab agar bisa menerjemahkan ke dalam bahasa Latin. Bahkan sampai akhir hayatnya ia terus mengirimkan hasil terjemahan buku apa pun yang menurutnya bagus ke dunia Latin (Barat), seakurat dan sejelas yang dia bisa,” lanjut muridnya.

Begitulah lebih kurang paragraf-paragraf awal bagaimana Susan Wise Baeur memulai bukunya, "History of Renaissance World," tahun 2013.

Saya secara tak sengaja "bertemu" buku Susan setahun kemudian di salah satu perpustakaan sebuah universitas swasta di Jepang, saat iseng-iseng mampir dan menunggu seorang kawan yang sedang menyelesaikan kelasnya di sana. Buku 900-an halaman itu memeras waktu saya lebih kurang lima hari, sehari sebelum jadwal saya meninggalkan Kyoto.

Tetapi isinya membekas di memori saya dengan sangat jelas, memperkuat keyakinan dan kepercayaan diri saya sebagai salah seorang muslim. Selain buku tersebut, Susan juga telah menulis History of Medieval World (2010) dan History of Ancient World (2007).

Sebagai penutup cerita Gerard dari Cremona tersebut, Susan menulis satu kalimat yang luar biasa. "Dan Abad Renaisance pun telah dimulai," tulisnya.

Memicu pencerahan

 

Ya, abad pencerahan (renaissance) yang secara umum dipahami dimulai di Eropa abad 16-17-an sejatinya diawali dengan fondasi dasar yang telah dimulai di abad ke 12, di saat dunia Barat menemukan harta karun ilmu dari dunia Islam (Arab). Ambil contoh misalnya Al Nafis. Di abad ke 17, William Harvey mempostulasikan teori tentang bagaimana darah mengalir di dalam hati dari kamar kiri hati ke kamar bagian kanan hati.

Dan postulasi itu dianut oleh hampir semua ilmuwan setelah itu, sampai akhirnya di tahun 1928-an, ditemukan sebuah dokumen di Damaskus bahwa Al Nafis telah membuat teori tentang itu terlebih dahulu.

Al Nafis adalah ilmuwan era akhir kejayaan Khilafah Abbasiah yang hidup di abad ke 13. Al Nafis kala itu mencoba membantah teori Galen, ahli Yunani yang mempostulasikan bagaimana darah mengalir dari chamber kiri ke chamber kanan di dalam hati. Menurut Galen, ada pori-pori di antara dua kamar di dalam hati tersebut.

Baca juga: Tokoh Renaissance, dari Copernicus sampai Da Vinci

 

Tetapi berdasarkan eksperimen atas tubuh binatang, Al Nafis membuktikan bahwa teori Galen tersebut salah. Jadi, kata Al Nafis, darah dari kamar kiri hati keluar terlebih dulu ke seluruh tubuh, baru kemudian kembali masuk ke dalam hati melalui kamar sebelah kanan. Dan itulah teori William Harvey di abad 17, yang ternyata sudah dipostulasikan Al Nafis tahun 1300-an.

Dan banyak contoh lain tentunya. Sebut saja Al Khawarizmi yang menjadi Bapak Aljabar, di mana ilmu algoritma yang menjadi darah dari dunia internet dan informatika hari ini bertumpu. Atau Ibnu Sina yang sebagian besar isi bukunya tentang kesehatan masih relevan sampai hari ini. Ada pula Ibnu Khaldun (bukan dari Bagdad) yang karyanya masih dijadikan landasan teori oleh antropolog politik Amerika, Prof Thomas Barfield, dalam menulis bukunya di tahun 2010 tentang sejarah budaya dan politik Afghanistan.

Dan sangat banyak lagi. Ada Al Tabari, Al Jahiz, Al Masudi, Al Biruni, Al Jazari, Ibnu Batuta, dan kepala rombongannya Al Razi, yang membangun rumah sakit pertama di Bagdad, yang mungkin menjadi rumah sakit dengan cara kerja modern pertama di dunia.

Tidak dibangun di atas konservatisme dan fanatisme

Pelajaran yang saya garis bawahi dari era kejayaan Islam dan buku-buku tentang sejarah Islam tersebut adalah bahwa kejayaan islam di era itu tidak dibangun atas konservatisme dan fanatisme, tapi justru atas kemoderatan yang ditopang dengan kebijaksanaan.

Khilafah Al Mamoen, setelah Harun Al Rashid, memberikan landasan moderasi itu, yang kemudian menjadi pijakan nyata bagi lahirnya era keemasan ilmu di dalam sejarah Islam. Al Mamoen menginisasi gerakan alih bahasa (translation movement), untuk menerjemahkan buku-buku dari para pemikir Eropa, Yunani, China, dan India, ke dalam bahasa Arab, di mana para penerjemahnya tidak hanya orang muslim, tapi juga orang-orang dari Eropa, Yunani, dan Yahudi, yang digaji Al Mamoen.

Baca juga: [Sejarah Islam] Perjalanan Unta dari Andalan Transportasi hingga Jadi Ikon Bangsa

 

Bahkan hebatnya, sang Khilafah selalu ingin menjadi orang pertama yang membaca setiap hasil terjemahan tersebut. Biayanya secara politik, Al Mamoen memang perlu menjauhkan kelompok-kelompok konservatif islam dari pentas politik dan ruang publik, agar tidak berseberangan secara terbuka dengan budaya ilmiah yang sedang berkembang di Bagdad, yang bisa menyebabkan instabilitas di ruang publik.

Hasil nyata lainya dari era keemasan tersebut, sebagaimana ditulis Prof Donner ataupun Susan Wise Baeur, adalah lahirnya abad pencerahan di Eropa yang menjadi pijakan intelektual kemajuan dunia Barat sampai hari ini. Tidak sedikit peran Islam di sana, yang sering dilupakan oleh dunia Barat dan lebih sering lagi dilupakan oleh orang-orang muslim sendiri.

Sejarah membuktikan bahwa Islam sejatinya memang mencerahkan, bukan menggelapkan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi