Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentara Nasional Indonesia
Bergabung sejak: 17 Mei 2022

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Perbedaan Populisme Islam di Indonesia dengan Negara-negara Eropa

Baca di App
Lihat Foto
Wahyu Suryodarsono
Aksi demonstrasi yang dilaksanakan sejumlah aktivis dan komunitas Muslim di Swiss.
Editor: Sandro Gatra

PADA bulan Mei 2022 lalu, penulis menyaksikan aksi demonstrasi yang dilaksanakan sejumlah aktivis dan komunitas Muslim di Swiss, tepatnya di Kota Zurich.

Tuntutan demonstran pada saat itu sangatlah jelas, yaitu mendukung kemerdekaan rakyat Palestina.

Demonstrasi dilaksanakan dengan arak-arakan spanduk dan bendera Palestina. Massa berjumlah lebih dari 100 orang, dan berjalan mengelilingi Kota Zurich sembari dikawal sejumlah pihak kepolisian setempat. Secara umum, demonstrasi berjalan tertib dan aman.

Fenomena konflik geopolitik antara Palestina dengan Israel saat ini memang seakan tidak berujung.

Hal ini mendorong munculnya berbagai aksi komunitas Muslim di seluruh dunia untuk mengecam tindakan Israel, sekaligus mendukung kebebasan rakyat Palestina.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Umumnya, komunitas Muslim di Eropa juga menggunakan cara-cara konvensional seperti penggalangan massa dalam menyuarakan pendapat di muka umum, seperti yang terjadi di Indonesia.

Penggalangan massa, khususnya di komunitas Islam, kini lebih populer dikaitkan dengan populisme Islam.

Setelah Zurich, penulis juga menemukan hal yang serupa di Ibu Kota Jerman, tepatnya di jantung Kota Berlin.

Demonstrasi kecil terjadi di depan monumen Brandenburger Tor, melibatkan aktivis dari sebuah komunitas Islam di Jerman.

Atribut yang dibawa para demonstran tidak jauh berbeda dengan di Zurich; poster, spanduk, alat musik ala Timur Tengah, dan bendera Palestina dengan berbagai ukuran.

Hal yang disuarakan juga tidak jauh berbeda; pembebasan rakyat Palestina dari invasi Israel. Jumlah massa lebih sedikit bila dibandingkan dengan demonstrasi di Zurich.

Seperti sebelumnya, aksi juga berjalan dengan aman. Zurich dan Berlin ternyata dapat menyajikan sedikit dari berbagai contoh populisme Islam di tanah Eropa.

Lantas, apa itu populisme Islam? Hingga saat ini, populisme memiliki definisi yang bermacam-macam.

Namun, benang merahnya adalah sebuah metode pendekatan politik yang bertujuan menarik dukungan dari masyarakat yang merasa aspirasinya tidak didengar oleh otoritas pemerintahan.

Populisme biasanya melahirkan pemimpin populis, karena dianggap merupakan jembatan bagi masyarakat tersebut agar suaranya didengar oleh kalangan elite.

Di Indonesia, populisme Islam biasanya melibatkan berbagai ormas Islam dan diprakarsai oleh pemimpin-pemimpinnya.

Pemimpin populis dalam populisme Islam terkadang dianggap sebagai “imam” yang sangat kharismatik, karena berkaitan dengan tradisi dan nilai-nilai keislaman yang dianutnya.

Istilah populisme Islam menjadi populer di Indonesia sejak akhir 2020 lalu, saat Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas membuat polemik terkait hal ini.

Setelah Menag dilantik pada 22 Desember 2020 lalu, beliau mengeluarkan pernyataan yang menyedot perhatian lima hari kemudian.

"Saya tidak ingin, kita semua tentu saja tidak ingin populisme Islam ini berkembang luas sehingga kita kewalahan menghadapinya," kata Menag di dalam acara diskusi lintas agama yang juga disiarkan langsung lewat akun Youtube Humas Polda Metro Jaya.

Menag dinilai keliru dalam memahami definisi antara populisme dan radikalisme oleh seorang peneliti sosiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Endang Turmudzi.

Di Indonesia, sayangnya populisme Islam kini justru banyak dikaitkan dengan radikalisme, karena dianggap banyak berafiliasi dengan berbagai organisasi Islam yang radikal.

Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Khalifatul Muslimin merupakan contoh produk-produk organisasi dari populisme Islam yang ternyata berafiliasi dengan gerakan-gerakan radikalisme.

Apabila populisme Islam di Indonesia kita bandingkan dengan yang terjadi di Eropa, terdapat perbedaan-perbedaan yang perlu dicermati.

Tidak seperti di Indonesia, hal-hal yang disuarakan dalam populisme Islam di Eropa lebih mengarah kepada promosi nilai-nilai yang sifatnya progresif.

Aktivisme Islam di Eropa banyak digunakan untuk melawan stigma Islamophobia di negara-negara Eropa.

Walaupun yang cenderung digunakan adalah ekspresi dalam melawan bentuk ketidakadilan dunia internasional terhadap dunia Islam, namun ungkapan yang digunakan minim hate speech.

Para aktivis cenderung menggunakan bahasa yang tidak mengarahkan kebencian kepada suatu komunitas lain, dan lebih mengarahkannya kepada nilai-nilai inklusivitas.

Hal ini sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai demokrasi liberal yang dianut sebagian besar negara-negara Eropa.

Tidak seperti di Indonesia, populisme Islam di Eropa juga cenderung tidak melahirkan pemimpin-pemimpin populis.

Hal ini dikarenakan gerakan ini lebih bersifat aktivisme, dan hanya dimotori oleh kalangan aktivis Islam, bukan oleh pemimpin sebuah organisasi komunitas Islam di Eropa.

Sistem politik di negara-negara Eropa, khususnya Swiss dan Jerman, juga cenderung sekuler, sehingga memisahkan urusan agama dengan lingkungan politik kekuasaan.

Akibatnya, pemuka agama cenderung tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam percaturan politik domestik.

Perbedaan populisme Islam yang terjadi di Indonesia dinilai sebagai sebuah “antitesis” terkait pelibatan ideologi agama di dalam politik negara.

Demi mempertahankan keutuhan bangsa dan ideologi negara, sudah selayaknya penulis merasa fenomena ini perlu menjadi refleksi kita bersama.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi