KOMPAS.com – Kasus harian Covid-19 di Indonesia belakangan menunjukkan peningkatan kembali.
Pada Selasa (14/6/2022), tercatat kasus mencapai 930 kasus dalam 24 jam terakhir, mendekati angka 1.000.
Indonesia melaporkan kasus harian tinggi terakhir pada 13 April 2022 di mana kasus sebanyak 1.551 kasus.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pun sudah memberikan peringatan adanya kenaikan ini.
Apa penyebabnya dan bagaimana respons epidemiolog terkait lonjakan kasus Covid-19 kembali ini?
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Indonesia Hampir 1.000, Tertinggi dalam 2 Bulan!
Peringatan Satgas
Terhadap adanya peningkatan kasus yang belakangan terjadi, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito sebelumnya telah memperingatkan adanya kenaikan sejak Rabu (8/6/2022) lalu.
Saat itu, kasus harian bertambah menjadi 571 kasus, naik 31 persen dibanding 22 Mei 2022.
“Penting untuk diwaspadai mengingat selama lebih kurang tiga bulan berturut-turut sejak gelombang Omicron kita berhasil mempertahankan kasus agar tetap stabil," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, 9 Juni 2022.
Menurutnya salah satu penyebab kenaikan kasus adalah aktivitas masyarakat yang telah kembali normal.
Oleh karena itu Ia mengingatkan agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan karena virus corona masih ada dan belum berakhir.
Ia juga menyarankan agar masyarakat melakukan vaksinasi dosis ketiga.
Baca juga: Penyebab Melonjaknya Kasus Covid-19 di Indonesia
Penyebab lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (15/6/2022), Wiku menyampaikan, meski penyebab pasti kenaikan kasus Indonesia belum dipastikan, tetapi ada beberapa potensi penyebab yang bisa diidentifikasi.
Potensi penyebab lonjakan tersebut, yakni:
- Pertama, mobilitas penduduk yang terus mengalami kenaikan jika dibandingkan sepanjang 2021.
- Kedua, aktivitas-aktivitas masyarakat yang sudah kembali normal di tempat publik dan kegiatan-kegiatan berskala besar yang dihadiri oleh banyak orang.
- Ketiga, kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan yang mulai terlihat longgar di tengah masyarakat seiring dengan melandainya kasus.
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, keberadaan subvarian Omricon BA.4 dan BA.5 kemungkinan berkontribusi atas kenaikan kasus Covid-19 belakangan.
"Untuk kehadiran BA.4 dan BA.5, potensi adanya gelombang itu ada. Bedanya, gelombang yang timbul saat ini adalah gelombang yang tidak serta merta bareng antara kasus infeksi, kasus kesakitan, dan kematian. Jadi tidak paralel," kata Dicky, dikutip dari Kompas.com, Minggu (12/6/2022).
Kendati demikian, Dicky meminta agar semua pihak mewaspadai adanya kenaikan ini. Sebab, capaian vaksinasi dosis ketiga atau booster di Indonesia masih di bawah 50 persen.
Menurutnya, ketidakhati-hatian dalam masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini bisa membuat target Indonesia untuk keluar dari krisis akan semakin lama.
Baca juga: Ini Beda Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5 dengan Subvarian Sebelumnya
Peringatan epidemiolog akan bahaya subvarian baru
Dicky mengingatkan mengenai potensi bahaya Omicron sub varian BA.4 dan BA.5.
Hal ini karena menurutnya virus subvarian baru tersebut berpotensi bisa menurunkan antibodi.
Selain itu, subvarian baru bisa menginfeksi ulang mereka yang sebelumnya telah terinfeksi varian lain, seperti BA.1, BA.2, dan sebagainya.
“Kalau tak ada intervensi kesehatan masyarakat seperti PPKM, atau penggunaan masker maka angka reproduksi virus bisa lebih tinggi dari Delta,” ujar Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/6/2022).
Ia juga mengingatkan, subvarian baru juga memiliki mutasi dari Delta L452 yang membuatnya mudah terikat dengan reseptor tubuh dan memudahkannya menginfeksi.
Indonesia saat ini memiliki modal imunitas yang baik yang membuat banyak kasus mungkin tak bergejala.
Namun, hal ini bisa menimbulkan risiko bagi kelompok rentan.
Dicky pun meminta pemerintah meningkatkan vaksinasi dosis 3 untuk kelompok rentan seperti lansia.
“Akselerasi dosis 3 harus dikejar, bahkan dosis 4 untuk kelompok yang rawan yang sudah lebih dari 3-4 bulan (jangka vaksin sebelumnya),” ujarnya.
Selain itu, diperlukan adanya penguatan literasi masyarakat dan saran penggunaan masker.
Masker menurutnya penting karena subvarian baru lebih tinggi ditemukan di hidung yang menyebabkannya mudah menimbulkan penularan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.