Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibangun Ratusan Tahun Lalu, Ini Pasar-pasar Tertua di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo
Suasana depan pintu gerbang Pasar Beringharjo yang dipadati pengunjung saat libur Lebaran, Jumat (6/5/2022).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Pasar menjadi tempat di mana pembeli dan penjual bertemu dan melakukan transaksi ekonomi.

Pasar sudah menjadi pusat perdagangan sejak zaman dahulu. Tak heran, jika usia beberapa pasar melebihi usia Negara Indonesia itu sendiri.

Pasar yang masih eksis tentu sudah mengalami banyak perombakan untuk menyesuaikan kondisi.

Menurut Laporan Direktori Pasar dan Pusat Perdagangan 2020, terdapat 16.235 pasar rakyat yang tersebar di penjuru Tanah Air.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, mana saja pasar-pasar tertua di Indonesia?

Dilansir dari akun Instagram resmi @indonesiabaik.id, 20 Juni 2022, berikut tiga pasar tertua di Indonesia yang masih eksis hingga saat ini:

Baca juga: Khas Majapahit, Ini Wajah Baru Pasar Benteng Pancasila di Mojokerto

1. Pasar Tanah Abang

Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pusat perdagangan terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.

Terletak di Jakarta Pusat, pasar ini terkenal dengan komiditi pakaian jadi dan tekstil.

Dilansir dari Harian Kompas (2/8/2021), Pasar Tanah Abang memiliki sejarah panjang.

Konon katanya, pusat perdagangan ini sudah ada sejak pasukan Mataram datang ke Batavia (nama Jakarta dulu) untuk menyerang VOC pada 1628. 

Kala itu, pasukan Mataram melihat pasar di sekitar bukit yang tanahnya berwarna merah atau "abang" dalam bahasa Jawa. 

Oleh karenanya, kemungkinan penyebutan Pasar Tanah Abang berasal dari tanahnya yang berwarna merah.

Baca juga: BUMN Mulai Salurkan Minyak Curah Rp 14.000 ke 5.000 Pasar Tradisional

Seiring berjalannya waktu, Julius Vinck, seorang saudagar Belanda mendapat izin untuk membangun dua pasar pada 30 Agustus 1735.

Dua pasar tersebut adalah Pasar Tanah Abang dan pasar di Weltevreden, yang kini menjadi kawasan Senen.

Sesuai surat izin, Julius Vinck membagi operasi pasar sesuai hari. Untuk pasar di wilayah Weltevreden, beroperasi setiap Senin. Inilah mengapa disebut Pasar Senen.

Sementara Tanah Abang beroperasi setiap Sabtu, yang kemudian ditambah hari operasionalnya dengan Rabu.

Masa itu, penampakan Pasar Tanah Abang hanya dari kayu, bambu, dan beratapkan rumbia. Baru pada 1926, Tanah Abang dibongkar dan diganti dengan bangunan semi permanen.

Wajah Pasar Tanah Abang yang baru, lahir saat renovasi besar-besar pada 1973, pada masa Gubernur Ali Sadikin.

Butuh setidaknya dua tahun untuk membangun Pasar Tanah Abang menjadi lebih modern dengan berbagai fasilitas yang memadai.

Pasar ini pun kemudian diresmikan pemakaiannya pada 21 Agustus 1975.

Baca juga: Asal Usul Covid-19, Pasar Wuhan Disebut Pusat Awal Pandemi

2. Pasar Terapung Muara Kuin 

Sesuai namanya, pasar tradisional ini mengapung di atas sungai Barito, di muara Sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Lantaran mengapung, para pedagang dan pembeli menggunakan jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar sebagai lapak dan tempat bertransaksi.

Dilansir dari Unkris, para pedagang yang menjual hasil produksinya disebut dengan "dukuh". Sementara pembeli dari "dukuh" untuk kemudian dijual kembali dinamakan "panyambangan".

Pasar Terapung Muara Kuin disinyalir sudah ada sejak 400 tahun lalu. Bahkan, keberadaannya sudah ada sejak masa pembayaran dengan sistem barter.

Pasar terapung tertua di Indonesia ini sempat mati suri sebelum akhirnya hidup kembali dengan nama Pasar Terapung Kuin Alalak pada 2020.

Dilansir dari laman Diskominfotik Banjarmasin, penggantian nama didasarkan pada letak pasar yang berada persis di antara daerah Kuin dan Alalak, Kecamatan Banjarmasin Utara.

Kini, Pasar Terapung Kuin Alalak menjadi satu dari sekian destinasi wisata dan menjadi ikon dari Kota Banjarmasin.

Baca juga: Wisata Pasar Terapung Banjarmasin Akan Dibuka Lagi

3. Pasar Beringharjo

Kehadiran Pasar Beringharjo di Yogyakarta tak lepas dari berdirinya Keraton Yogyakarta pada 1758.

Dilansir dari laman Cagar Budaya Kemendikbud Ristek, daerah tempat Pasar beringharjo berdiri saat ini, semula merupakan hutan beringin.

Tak lama sejak Keraton Yogyakarta berdiri, hutan beringin ini pun dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Ratusan waktu kemudian, tepatnya pada 24 Maret 1923, Keraton Yogyakarta menugaskan Nederlansch Indisch Beton Maatschappij, perusahaan beton Hindia Belanda dari Surabaya, untuk membangun kios-kios pasar.

Nama Beringharjo sendiri diberikan setelah Sri Sultan Hamengkubuwana VIII bertahta pada 24 Maret 1925.

Beringharjo berasal dari kata "bering" dan "harjo". "Bering" atau beringin, karena wilayahnya yang semula hutan beringin. Sedangkan "harjo", disematkan dengan harapan pasar ini dapat memberikan kesejahteraan.

Hingga kini, Pasar Beringharjo masih eksis menjadi pusat perdagangan di Yogyakarta. Bahkan, barang yang dijajakan semakin lengkap, mulai dari batik, jajanan pasar, dan aneka jamu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi