Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Indonesia Disebut Masih Aman di Tengah Krisis Global, Ini Alasannya

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Kyle Glenn
Karena pandemi Covid-19, ekonomi 60 negara terancam ambruk.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, ekonomi 60 negara di dunia akan ambruk akibat dampak dari pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global.

Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Selasa (21/6/2022).

"Angka-angkanya saya diberi tahu, ngeri kita. Bank dunia menyampaikan, IMF menyampaikan, UN PBB menyampaikan," kata Jokowi.

"Terakhir baru kemarin, saya mendapatkan informasi, 60 negara akan ambruk ekonominya, 42 dipastikan sudah menuju ke sana," sambungnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini berdasarkan perhitungan organisasi bank dunia, dana moneter dunia (IMF), dan PBB.

Jokowi pun meminta agar Indonesia selalu bersiap-siap dan mewaspadai.

Baca juga: Jokowi: 60 Negara Akan Ambruk Ekonominya, 42 Dipastikan Sudah Menuju Ambruk

Lantas, bagaimana dengan situasi Indonesia?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, posisi Indonesia jauh lebih siap menghadapi tekanan global.

Pasalnya, cadangan devisa masih berada di level yang gemuk, yaitu 136 miliar dollar AS hingga April 2022.

Angka tersebut lebih tinggi dari negara berkembang di kawasan, seperti Malaysia (115,5 miliar dollar AS), dan Filipina (107 miliar dollar AS).

Selain itu, Bhima menyebut transaksi berjalan cukup positif pada 2021, yaitu sebesar 13,4 miliar dollar AS.

"Namun perlu diperhatikan mulai terjadi defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2022 sebesar 1,8 miliar dollar AS," kata Bhima kepada Kompas.com, Rabu (22/6/2022).

Ia menjelaskan, transaksi sejauh ini bisa ditutup dari surplus neraca perdagangan yang mengandalkan ekspor komoditas.

Baca juga: Kemenaker: Rendahnya Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Berdampak pada Tersedianya Lapangan Kerja

Apabila terjadi koreksi pada harga komoditas internasional, hal ini tidak menutup kemungkinan Indonesia alami defisit transaksi berjalan.

Menurutnya, negara yang rentan terpengaruh gejolak eksternal, memiliki defisit transaksi berjalan yang lebar.

Dari sisi indaktor inflasi hingga Mei 2022, Bhima menjelaskan Indonesia mencatatkan 3,55 persen year on year (yoy), sesuai sasaran pemerintah.

"Tapi perlu dicermati, inflasi harga produsen telah mencapai level 9 persen, yang berarti produsen masih menahan kenaikan harga dan menunggu momentum," jelas dia.

"Inflasi yang rendah juga disumbang oleh ditahannya penyesuaian harga BBM jenis subsidi," tambahnya.

Baca juga: Ekonomi 60 Negara Diprediksi Ambruk, Bagaimana dengan Indonesia?

Sementara itu, sebanyak 88 persen komposisi utang Rp 7.040 triliun Indonesia berasal dari surat utang atau SBN.

Di sisi lain, imbas kenaikan suku bunga di negara maju membuat hasil SBN meningkat sebesar 110,8 bps sejak awal tahun 2022.

Karenanya, risiko beban pembayaran bunga utang diperkirakan akan meningkat jika pemerintah agresif menerbitkan SBN untuk menutup defisit anggaran.

Dengan kondisi saat ini, Bhima berharap agar Indonesia tetap mewaspadai dampak gejolak ekonomi global terhadap pemulihan ekonomi di dalam negeri.

"Ibaratnya sedang ada hujan badai, maka konstruksi bangunan harus diperkuat jangan sampai ikut rubuh," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi