Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siniar KG Media
Bergabung sejak: 15 Okt 2021

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Kukuh Kudamai dan Kisah Perpisahan dalam Mendung Tanpo Udan

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Medio/Beginu
Kukuh Kudamai adalah penyanyi asli dari lagu ?Mendung Tanpo Udan.
Editor: Yohanes Enggar Harususilo

Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama

KOMPAS.com - Nanging saiki wis dadi kenangan
Aku karo koe wes pisahan
Aku kiri koe kanan, wes bedo dalan

Beberapa waktu lalu, sebuah lagu bernama “Mendung Tanpo Udan” yang dinyanyikan Ndarboy Genk trending di YouTube. Ketika artikel ini ditulis, video klip lagu galau berbahasa Jawa ini berhasil meraup sekitar 65 juta penonton sejak perilisannya pada 5 Juli 2021.

Lagu ini menceritakan sepasang kekasih yang harus berpisah. Meskipun menyakitkan, pada akhirnya mereka harus bisa merelakan satu sama lain dan meninggalkan segala keinginan yang dahulu dibuat bersama.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ndarboy Genk memang penyanyi yang mempopulerkan lagu ini. Akan tetapi, ia ternyata bukanlah penyanyi aslinya. Berasal dari Bantuk, Daerah Istimewa Yogyakarta, penyanyi asli dari lagu “Mendung Tanpo Udan” adalah Kukuh Prasetyo atau kerap disapa Kukuh Kudamai.

Melalui siniar (podcast) Beginu episode “Sedia Payung untuk Mendung Tanpo Udan” di Spotify, Kukuh berbincang-bincang bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi KOMPAS.com, perihal latar belakang dibuatnya lagu tersebut dan bagaimana ia harus menghadapi star-syndrome dari kesuksesan lagu ini.

“Aku menulis ‘Mendung Tanpo Udan’ di Jakarta, (tepatnya) Palmerah, Kebon Jeruk,” ungkap Kukuh.

Baca juga: Melirik Potensi UMKM sebagai Pendorong Ekonomi Kerakyatan

Kukuh jauh-jauh datang ke Jakarta bukan untuk bertamasya, melainkan karena mendapat tawaran syuting dari sebuah film.

Namun, nasib baik ternyata tidak berpihak kepadanya pada saat itu. Setelah tiba di Jakarta, kontrak kerja miliknya diputus di tengah proyek sehingga ia harus berhenti bekerja.

Kesialan yang dialami Kukuh tidak berhenti di situ saja. Pandemi membuat nasibnya semakin parah. Ia bahkan tidak bisa pulang ke kampung halaman karena adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Rasa bingung berkecamuk di dalam dirinya akibat nasib buruk itu. “Aku diem, (bahkan) berbulan-bulan tidak ngapa-ngapain,” tutur Kukuh.

Meskipun begitu, kebingungan yang dialami Kukuh pada akhirnya menemui titik terang. Berawal dari melihat teman-temannya yang sibuk bekerja, ia jadi merasa harus berlaku demikian.

“Kok bisa, ya, mereka kerja di saat pandemi ini? Aku orang kesenian kok malah stagnan,” heran pria lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut.

“Aku bisa gak, ya, kerja kayak mereka?” tambah Kukuh menginstropeksi diri.

Kemudian, pada suatu sore, dirinya larut termenung memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Sebatang rokok dan secangkir teh beserta gelapnya langit Jakarta akibat mendung mau hujan, membantunya untuk berpikir.

Baca juga: 20 Tahun sebagai Jurnalis, Aiman Witjaksono Bicara Momen Penting

Suasana itu tiba-tiba pecah ketika salah satu temannya memanggil dari atas. Ia dimintai tolong untuk mengangkat jemuran.

Ketika sudah berada di atas, Kukuh terheran-heran dengan kondisi langit yang tidak kunjung hujan. Seketika, ia mendapatkan ilham.

Dirinya berakhir “menemukan” potongan lirik reff dari lagu “Mendung Tanpo Udan”.

“Mendung tanpo udan ini apa, ya? Harapan ternyata,” ungkap Kukuh.

“Kan orang kalau liat awan gelap pasti akan khawatir, situasinya jadi terburu-buru, dan lain sebagainya. Namun, (ternyata) apa yang dikhawatirkan tidak terjadi,” tambahnya.

Ia lalu mengaitkan situasi ini dengan makna lagu “Mendung Tanpo Udan”. Sama halnya mendung yang tak kunjung hujan, lagunya ini menggambarkan harapan yang tak kunjung terpenuhi karena diharuskan berpisah.

Masih banyak lagi makna dari lagu “Mendung Tanpo Udan” ciptaan Kukuh Kudamai ini. Selengkapnya bisa kamu dengarkan dalam episode siniar (podcast) Beginu bertajuk “Sedia Payung untuk Mendung Tanpo Udan” di Spotify.

Beginu merupakan siniar yang dipandu oleh Wisnu Nugroho, seorang jurnalis, penulis, sekaligus Pemimpin Redaksi Kompas.com. Di sana, ia membahas pergumulan, paradoks, pengalaman berkesadaran dalam hidup bersosok manusia.

Dengarkan Beginu di Spotify atau akses melalui tautan berikut dik.si/beginu_kukuh1.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi