Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 24 Jun 2022

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

Memperjuangkan Toleransi

Baca di App
Lihat Foto
freepik.com
Ilustrasi toleransi
Editor: Egidius Patnistik

FILM nasional berjudul Tiga Hati Dua Dunia, Satu Cinta yang dirilis tahun 2010 memberikan edukasi tentang pentingnya sikap toleran dalam perbedaan agama dan suku (etnik). Film itu diadaptasi dari novel Ben Sohib (De Peci Code dan Rosid dan Delia).

Filmnya ringan untuk dikonsumsi secara publik dan memiliki nilai humor. Akan tetapi, pesan utama berupa sikap menerima dan terbuka pada perbedaan tersampaikan dengan gamblang dan sungguh menyentuh rasio dan rasa.

Film itu menggetarkan hati penonton untuk hidup sebagai sosok yang toleran di tengah kemajemukan di Indonesia. Kemajemukan ini pada dasar dan realitanya sungguh rawan untuk diadu domba oleh oknum yang benci toleransi, kedamaian, dan keadilan.

Memaknai toleransi

Kata toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti sabar dan menahan diri. Dalam bahasa Inggris, toleransi diterjemahkan dengan kata tolerance yang memiliki arti membiarkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) toleransi didefinisikan sebagai sifat atau sikap toleran; batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; dan penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja.

Baca juga: Kenang Buya Syafii, Gus Halim: Beliau Salah Satu Tokoh Penggiat Toleransi di Indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan demikian, kita bisa mengambil inti sarinya bahwa toleransi merupakan kemampuan seseorang untuk bersabar atas, menahan diri terhadap, dan membiarkan hal-hal yang tidak berjalan dengan semestinya. Di dalam kata toleransi terdapat sikap menaruh hormat pada segala perbedaan yang terjadi di luar pemikiran dan ekspektasi seseorang.

Menurut Emanuel Agius dan Jolanta Ambrosewicz dalam Towards a Culture of Tolerance and Peace yang dimuat dalam International Boreau for Children's Right (2003), kata toleransi memiliki dua makna. Pertama, semua orang, baik individual maupun komunal, memiliki hak yang sama dan setara (tolerance means that all individuals, as well as the groups, have equal rights). Kedua, setiap individu maupun kelompok mengakui dan menerima hak orang lain yang berbeda dalam bentuk opini, pemikiran, keinginan, dan kehendak (every individual and group recognises and accepts the right of the other parties to have different opinions, thoughts, will, and behaviour).

Dalam toleransi harus ada sikap siap menahan diri untuk tidak memaksa orang atau kelompok lain identik dengan satu figur, konsep, dan teori. Orang yang tidak terbuka pada keberagaman dan perbedaan masuk dalam kategori intoleran.

Cukup terang dan jelas bahwa sikap toleransi akan menggiring orang atau kelompok pada standar kedewasaan yang menciptakan dua mata rantai berikut, yakni perdamaian dan keadilan. Jika toleransi terpelihara, konflik dan perpecahan akan diminimalisir. Dengan demikian, orang atau kelompok tertentu bisa mengekspresikan diri secara bebas tanpa ada usikan dari orang atau kelompok lain. Dalam hal inilah, toleransi sebagai sikap membiarkan dapat dipahami.

Orang yang toleran adalah orang yang dengan lapang hati, dewasa, dan matang membiarkan hal-hal yang berbeda dengan dirinya terjadi tanpa ada hasrat untuk mengintervensi dan menguasai. Orang yang toleran adalah orang yang ingin hidup damai berdampingan dengan yang lain.

Diane Tillman mengamini ada kebenaran dari keadaan tersebut. Dalam buku Pendidikan Nilai untuk Kaum Muda Dewasa (2004;95), Tillman menyatakan bahwa "toleransi adalah metode menuju kedamaian". Bagi Tillman, lewat toleransilah perdamaian dan kesetaraan dapat diraih. Pada intinya toleransi berarti sifat dan sikap menghargai yang ditujukan pada siapa saja yang dapat menjaga dan merawat kesetaraan dan keharmonisan.

Selain perdamaian, di dalam sikap toleran, ada ketulusan hati menciptakan keadilan.

Kita perlu belajar untuk hidup toleran di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia amat kaya akan suku, bahasa, kearifan tradisional, agama, sosio, dan politik. Maka, sungguh wajar dan masuk akal jika Indonesia sering menjadi sasaran empuk para provokator untuk memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa. Apalagi, jika orang atau kelompok yang dihasut tidak memiliki akar yang kuat dalam hidup bertoleransi.

Toleransi itu sungguh penting dan urgen, mengingat akhir-akhir ini muncul berbagai aksi teror dan separatis yang hendak mengguncang bangsa Indonesia. Henry Alexis Rudolf dalam Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan (2009) menyampaikan bahwa dalam meningkatkan toleransi, masyarakat perlu saling mengerti dan menghormati orang lain, bukan sekadar mencari kesamaan dan kesepakatan yang mudah untuk dicapai. Memang, jika hanya berkutat pada diskursus tentang kesamaan, toleransi yang didapat akan kering dan tidak menyasar keadilan dan perdamaian.

Proses ini tidak sekali jadi dan harus berlangsung dalam pendidikan dan beberapa pendekatan seperti pendekatan perorangan, pendekatan kelompok, dan pendekatan klasik.

Tahun toleransi 2022

Usaha untuk menguatkan toleransi di Indonesia tidak terlepas dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28J UUD 1945 menegaskan, setiap orang harus menghormati hak asasi orang lain dalam rangka tertib bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dari sejarah lahirnya Pancasila, kita dapat belajar dari the founding fathers semangat toleransi yang sangat tinggi. Mereka mengalahkan kepentingan pribadi, golongan, dan agama demi menciptakan satu Indonesia yang merdeka, adil, dan damai. Itu terjadi di tengah teror dan ancaman yang masif.

Selain toleransi, mereka mewariskan roh gotong-royong dalam membangun identitas bangsa. Kata gotong-royong menjadi roh pemersatu bangsa. Percepatan dan kecepatan pembentukan bangsa yang merdeka, adil, dan damai seperti yang diharapkan para pendahulu bangsa tidak bisa terjadi apabila dua poin utama, toleransi dan gotong-royong tidak menjadi prioritas utama.

Baca juga: Jokowi: Buya Syafii Selalu Suarakan Keberagaman, Toleransi, dan Pentingnya Pancasila

Kita perlu menghidupkan kembali nilai toleransi dan sikap toleran di dalam segala segi kehidupan bangsa. Namun, setiap orang dalam menjalankan kebebasannya harus tunduk pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.

Hal ini hendak dikerjakan oleh seluruh bangsa Indonesia di bawah Menteri Yaqut Cholil Qoumas yang mencangkan 2022 sebagai Tahun Toleransi. Menteri Yaqut menaruh keprihatinan atas bentuk-bentuk perilaku intoleran yang terjadi di Indonesia dan sungguh berbahaya bagi kesatuan dan persatuan bangsa.

Yaqut juga ingin agar dengan usaha dan kerja keras seluruh elemen bangsa, Indonesia menjadi milestone toleransi di dunia. Ini menjadi pekerjaan rumah yang kompleks mengingat ada begitu banyak perbedaan di negara ini.

Akan tetapi, komitmen untuk hidup toleran di Indonesia dapat terwujud dengan bantuan langkah-langkah berikut. Pertama, memahami bahwa semua manusia adalah sama dan bersaudara. Di sinilah peran agama mengambil andil utama untuk mengarahkan para pemeluknya pada jalan yang benar. Setiap agama mengajarkan semua manusia berjuang untuk kebaikan bersama (bonum communae) yang di dalamnya ada persaudaraan walau setiap orang tercipta secara unik dan berbeda.

Kedua, jika ada perdebatan atas perbedaan pilihlah jalan tanpa kekerasan. Kita bisa belajar dari Mahatma Gandhi yang mengajarkan gerakan tanpa kekerasan (nir-kekerasan). Inti dari jalan ini adalah kita tidak boleh melukai, menyakiti, apalagi membunuh orang yang berbeda dengan kita.

Menurut Gandhi, gerakan atau jalan ini merupakan "kekuatan" yang terhebat dan paling aktif di dunia. Toleransi juga demikian, tidak ada tindakan kekerasan di dalamnya. Bahwa akan ada konflik dalam hidup bersama, itu benar. Tetapi, konflik itu dapat diatasi dengan bijak, kepala yang dingin, dan hati yang tenang.

Ketiga, mencinta secara universal. Cinta seperti ini tulus dan murni, tanpa memandang kalah atau menang dan untung atau rugi. Sikap toleran itu melahirkan cinta universal yang memandang bahwa manusia yang lain adalah "satu dan saudara saya".

Semoga budaya toleransi dioptimalkan dalam pendidikan dan hidup sehari-hari. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi