Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Sri Mulyani Sebut Masyarakat akan Kesulitan Membeli Rumah

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan peningkatan inflasi yang sedang terjadi akan berimbas kepada masyarakat di Indonesia.

Ia khawatir peningkatan inflasi tersebut menyebabkan masyarakat di Indonesia semakin kesulitan untuk membeli rumah lantaran semakin melebarnya gap antara daya beli dan harga rumah.

"Maka masyarakat akan makin sulit untuk membeli rumah," ujarnya, dilansir dari Kompas.com (6/7/2022).

Baca juga: Istilah-istilah yang Perlu Diketahui Sebelum Membeli Rumah

Potensi kenaikan suku bunga

Kenaikan inflasi tersebut akan direspons oleh bank sentral dengan menaikkan suku bunga, yang berimplikasi pada kenaikan biaya kredit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah bank sentral di beberapa negara sudah menaikkan suku bunga acuannya sejalan dengan meningkatnya inflasi.

Kendati demikian, kebijakan kenaikan suku bunga itu belum dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

Namun, apabila BI menaikkan suku bunga acuan seiring naiknya inflasi, maka suku bunga kredit turut naik, termasuk suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang akan membuat biaya membeli rumah semakin mahal.

"Jadi untuk membeli rumah 15 tahun mencicil di awal yang berat suku bunganya dulu, principal-nya di belakang. Itu biasanya karena dengan harga rumah tersebut dan interest rate sekarang harus diwaspadai karena cenderung naik dengan inflasi tinggi," jelasnya.

Baca juga: Atasi Inflasi, Selandia Baru Berikan Bansos Rp 3,2 Juta bagi Warganya

Lonjakan inflasi di beberapa negara

Menurut Sri Mulyani, saat ini ekonomi global tengah menghadapi lonjakan inflasi akibat dipicu inflasi pangan.

Lonjakan inflasi ini terjadi seiring dengan naiknya harga komoditas akibat perang Rusia dan Ukraina.

Beberapa negara sudah mengalami kenaikan inflasi yang tinggi dan berisiko memunculkan stagflasi.

Sebagai contoh Amerika Serikat inflasi per Juni 2022 tercatat sebesar 8,6 persen, Italia 8 persen, Jerman 7,6 persen, dan Singapura 5,6 persen.

Adapun di Indonesia, inflasi sebesar 0,61 persen (month to month/mtm) pada Juni 2022, naik dibandingkan inflasi pada Mei 2022 yang tercatat sebesar 0,4 persen.

Sementara secara tahunan, inflasi Juni 2022 tercatat 4,35 persen, atau yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Baca juga: Rupiah Tembus Rp 15.000 per Dolar AS, Menkeu Jelaskan Kondisi Ekonomi Indonesia

Tawarkan sekuritas KPR

Potensi kenaikan suku bunga membuat Sri Mulyani mendorong konsep sekuritisasi yang memungkinkan kredit perumahan menjadi surat berharga sehingga dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.

Dilansir dari KompasTV, Sri Mulyani mnegatakan bahwa konsep praktik penggabungan kontrak utang seperti kredit rumah, kredit usaha, tagihan kartu kredit, dan sebagainya, lalu piutangnya diperjualbelikan sebagai efek atau sekuritas ini perlu digalakkan.

Tujuannya, untuk menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama melalui sekuritisasi kredit pemilikan rumah (KPR).

"Kalau kita namanya efek beragun aset (EBA). Asetnya itu mortgage, bukan rumahnya. Cicilan setiap bulannya itu yang kemudian di-package (dikemas -red) dalam bentuk sekuriti baru, surat berharga baru, yang kemudian bisa dibeli oleh investor," jelasnya

Sebagai contoh, sekuritisasi rumah yang dicicil pemilik dalam waktu 15 tahun menjadi sebuah underlying asset (surat berharga) yang kemudian dijual ke pasar sekunder.

Baca juga: Perang Rusia Ukraina Bisa Pengaruhi APBN dan Picu Inflasi, Benarkah?

Nilai Rupiah merosot

Selain menyebabkan suku bunga naik, inflasi tersebut juga mengakibatkan nilai rupiah ke dollar merosot.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sempat menembus Rp 15.000 per dollar AS.

Dikutip dari Kompas.com, Sri Mulyani mengatakan bahwa beberapa indikator ekonomi terutama dari sisi keuangan yakni nilai tukar rupiah, suku bunga, dan inflasi memang masih dalam keadaan dinamis.

Kendati demikian, kondisi Indonesia dinilai masih cukup baik, setidaknya tercermin dari neraca transaksi berjalan.

"Beberapa indikator ekonomi, dalam situasi dunia yang seperti sekarang memang masih sangat akan dinamis. Namun Indonesia dari sisi neraca pembayaran, transaksi berjalannya cukup baik," jelasnya.

(Sumber: Kompas.com/ Nadia Intan Fajarlie, Yohana Artha Uly, Luthfia Ayu Azanella | Editor: Vyara Lestari, Aprillia Ika, Inten Esti Pratiwi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi