Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Tradisi Unik Idul Adha di Indonesia, Manten Sapi hingga Arak-arakan

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/aditya_frzhm
ILUSTRASI - Tradisi Grebeg Gunungan di Yogyakarta, 22 Agustus 2019.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari raya Idul Adha identik dengan menyembelih kurban bagi umat Islam yang mampu.

Selain ibadah kurban, ternyata perayaan Idul Adha di berbagai kota Indonesia juga penuh dengan tradisi turun-menurun.

Tradisi tahunan ini digelar secara meriah khas daerah masing-masing, dan disambut dengan antusiasme warga setempat.

Lantas, apa saja tradisi Idul Adha di Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut 6 tradisi Idul Adha di Indonesia, sebagaimana dikutip Kompas.com, (27/6/2022):

Baca juga: Selain Hewan Kurban, 7 Negara Ini Punya Tradisi Seru Saat Idul Adha

1. Manten Sapi di Pasuruan

Manten Sapi merupakan sebuah tradisi masyarakat Pasuruan, Jawa Timur, menjelang hari raya Idul Adha.

Gelaran Manten Sapi ini bertujuan untuk memberikan penghormatan terhadap hewan kurban yang akan disembelih.

Sesuai namanya, sebelum penyembelihan, hewan kurban akan dirias layaknya pengantin.

Selain itu, hewan-hewan ini juga diberi kalung bunga tujuh rupa dan dibalut kain kafan, serban, serta sajadah.

Hewan kurban yang telah cantik selanjutnya diarak menuju masjid setempat untuk disembelih, dan dagingnya diolah menjadi hidangan untuk santapan bersama.

Baca juga: Resep Gulai Kambing Mudah dan Sederhana, Kuliner Khas Idul Adha

2. Grebeg Gunungan di Yogyakarta

Umat Islam di Yogyakarta akan menggelar tradisi Grebeg Gunungan sebagai perayaan Hari Raya Kurban atau Idul Adha.

Masyarakat Jogja akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman.

Bukan hanya Idul Adha, tradisi serupa juga digelar setiap hari besar agama Islam lain, seperti saat Idul Fitri dengan nama Grebeg Syawal.

Menurut kepercayaan setempat, bagi masyarakat yang berhasil mengambil hasil bumi dari gunungan, akan mendapatkan rezeki.

Baca juga: Benarkah Tak Boleh Makan dan Minum Sebelum Shalat Idul Adha?

3. Apitan di Semarang

Ibu kota Jawa Tengah, Semarang, memiliki tradisi Apitan saat hari raya Idul Adha.

Tradisi ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan Tuhan.

Mirip dengan Grebeg Gunungan di Yogyakarta, tradisi ini diawali dengan pembacaan doa, dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani hingga ternak (gunungan).

Sepanjang jalan, warga sekitar akan saling berebut gunungan. Warga setempat percaya, tradisi ini dulunya merupakan kebiasaan para Wali Songo, sebagai bentuk ungkapan rasa syukur saat perayaan Idul Adha.

Bukan hanya arak-arakan yang bisa disaksikan, masyarakat juga bisa melihat hiburan tradisional khas Semarang.

Baca juga: Benarkah Tak Boleh Potong Kuku atau Rambut Sebelum Kurban Idul Adha?

4. Meugang di Aceh

Aceh memiliki tradisi Meugang saat hari raya Idul Adha yang sudah berlangsung sejak zaman kerajaan.

Meugang atau Makmeugang adalah tradisi menyembelih kurban seperti kambing atau sapi yang dilakukan saat Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri.

Daging yang disembelih nantinya akan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Selain itu, umat Islam di Aceh juga akan mengolah daging yang ada menjadi hidangan untuk dimakan bersama keluarga.

Adapun, Meugang digelar sebagai ungkapan syukur atas kemakmuran tanah Aceh.

5. Gamelan Sekaten di Cirebon

Ada sebuah tradisi perayaan Idul Adha di Cirebon, Jawa Barat yang berasal dari Sunan Gunung Jati, yakni Gamelan Sekaten.

Tradisi ini dipercaya merupakan salah satu cara Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di tanah Cirebon.

Setiap perayaan hari besar agama Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, gamelan di area Keraton Kasepuhan Cirebon akan dibunyikan.

Alunan gamelan ini menjadi penanda bahwa Muslim di Cirebon tengah merayakan hari kemenangan.

Biasanya, gamelan dibunyikan sesaat setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

6. Lawa Pipi di Uli Halawang

Pada hari raya Idul Adha, umat Islam di Uli Halawang, Maluku Tengah, akan menggelar tradisi Lawa Pipi atau arak-arakan hewan kurban.

Kata Lawa Pipi berasal dari bahasa Hila, yakni "Lawa" berarti lari dan "Pipi" yang artinya kambing.

Lawa Pipi digelar sehari setelah shalat Idul Adha. Adapun, kambing yang boleh dipakai biasanya berumur di atas dua tahun dan tidak cacat. Kambing yang terpilih kemudian disebut dengan "Tema".

Sebelum disembelih, kambing akan dibawa ke halaman Rumah Raja Oolong dan didoakan bersama-sama untuk selanjutnya diarak keliling kampung.

Hewan-hewan tersebut kemudian akan diajak berlari mengelilingi Masjid Adat Hasan Sulaiman sebanyak tujuh kali, serupa dengan tawaf.

Hingga puncaknya, penyembelihan dan pemotongan hewan, diiringi dengan orang-orang yang melemparkan uang, baik uang kertas maupun koin ke area pemotongan.

Tradisi Lawa Pipi di Uli Halawang ini, dipercaya warga setempat sebagai tindakan membuang sial.

(Sumber: Kompas.com/Desi Intan Sari | Editor: Ni Nyoman Wira Widyanti)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi