Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diminta Mundur, Ini Profil Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa

Baca di App
Lihat Foto
AP PHOTO/ANDY BUCHANAN
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa saat berbicara di upacara pembukaan konferensi iklim COP26 Glasgow, Skotlandia, 1 November 2021.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com – Aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di Sri Lanka membuat Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Sabtu (9/7/2022), menyatakan akan mundur dari jabatannya setelah pemerintahan baru terbentuk.

Beberapa jam kemudian, parlemen mengumumkan Presiden Gotabaya Rajapaksa akan mundur pada Rabu mendatang.

Dalam aksi demonstrasi tersebut pengunjuk rasa bahkan menyerbu ke Istana Presiden, menggeledah berbagai sudut Istana, hingga berenang di kolam renangnya.

Baca juga: Presiden Sri Lanka Akhirnya Setuju untuk Mengundurkan Diri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa?

Dikutip dari laman Britannica, Presiden Sri Lanka adalah Gotabaya Rajapaksa (73).

Gotabaya lahir pada 20 Juni 1949 dan menjadi presiden sejak tahun 2019. 

Sebelum menjabat sebagai kepala negara, Gotabaya adalah perwira militer dan juga seorang politisi di Sri Lanka.

Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian Pertahanan pada tahun 2005 hingga 2015.

Gotabaya dianggap sebagai salah satu tokoh penting yang memainkan peran dalam berakhirnya perang saudara di Sri Lanka tahun 1983-2009 melalui eskalasi kekerasan.

Meski demikian dia juga dianggap melakukan kejahatan perang dan juga pelanggaran hak asasi manusia terkait hal ini.

Pendidikan

Gotabaya berasal dari lingkungan keluarga Buddha Sinhala dan merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara.

Ayah Gotabaya, DA Rajapaksa merupakan anggota parlemen Sri Lanka tahun 1947 sampai dengan 1965.

Gotabaya menempuh pendidikan sekolah menengah di Ananda College di Colombo, ibu kota Sri Lanka.

Setelah lulus dari pendidikan menengah dia menjadi tentara Sri Lanka pada tahun 1971.

Ia juga pernah menjalani pelatihan dan kursus di India, Pakistan, dan juga di Amerika Serikat serta mendapat gelar master dalam studi pertahanan di Universitas Madras, India tahun 1983.

Baca juga: Saat Warga Sri Lanka Ambil Alih Istana Kepresidenan, Adakan “Pesta” di Kolam Renang dan Dapur Presiden…

 

Perjalanan karir

Pada tahun 1991, Gotabaya menjabat sebagai wakil Komandan Universitas Pertahanan Jenderal Sir John Kotelawal.

Setahun kemudian dia mendapat gelar master di bidang teknologi informasi di University of Colombo dan mulai bekerja untuk perusahaan IT di Colombo.

Selanjutnya tahun 1998 dia bermigrasi ke AS dan bekerja di Loyola Law School Los Angeles untuk bekerja sebagai profesional IT.

Selanjutnya pada tahun 2003 dia menjadi warga negara AS dan kehilangan kewarganegaraan Sri Lanka.

Namun kemudian, pada tahun 2005, dia kembali ke Sri Lanka guna membantu kampanye saudaranya Mahinda Rajapaksa yang akan menjadi presiden.

Saat Mahinda terpilih, Gotabaya diangkat menjadi Sekretaris Kementerian Pertahanan dan mendapatkan kembali kewarganegaraannya.

Selama menjabat di kementerian, Gotabaya dikreditkan dengan peningkatan dan intensifikasi militer yang signifikan yang berhasil menyerang separatis hingga berakhirnya perang saudara pada 2009.

Meski demikian, bukti menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya cukup kejam yakni adanya aksi penyiksaan tanpa pandang bulu bahkan pada warga sipil.

Tahun 2015, Mahinda Rajapaksa kemudian digantikan oleh Maithripala Sirisena yang merupakan mantan anggota kabinetnya.

Kemudian tahun 2019, Gotabaya diajukan sebagai calon presiden, dan dia banyak didukung oleh orang-orang yang ragu akan kemampuan Maithripala Sirisena dalam menangani krisis utang dan ketidakstabilan politik negara.

Rajapaksa saat pemilu menawarkan janji kemajuan, stabilitas, dan juga keamanan yang membuatnya menjadi calon yang cukup meyakinkan.

Ketika akhirnya terpilih sebagai presiden, Gotabaya kemudian mengangkat Mahinda Rajapaksa sebagai perdana Menteri.

 

Masa menjadi presiden

Awal kepemimpinannya sebagai presiden berjalan cukup baik, dan awal pandemi Covid-19 pun Ia berhasil menanganinya dengan baik. Namun saat 2021 kondisi berubah drastis. 

Pada Mei 2021, dirinya melarang impor pupuk dan pestisida sintetis namun dengan hanya sedikit peringatan pada petani.

Hasilnya penurunan tajam dan produksi tanam justru terjadi sehingga pada November aturan itu dicabut.

Selanjutnya pada Mei, kasus Covid-19 naik kembali dan membuat negara tersebut berada dalam kekacauan.

Apalagi, Ia mengangkat saudara laki-lakinya ke kementerian keuangan yang memicu banyak memicu perebatan publik.

Selain itu, saat itu muncul kekhawatiran defisit pemerintahan meningkat yang diperparah dengan penurunan pendapatan dari pemotongan pajak yang diturunkan sebelum pandemi dan adanya penurunan produk domestik bruto selama pandemi.

Puncak masalah muncul di tahun 2022, saat kondisi ekonomi negara semakin buruk dengan banyaknya masyarakat yang kekurangan pangan.

Situasi juga memburuk salah satunya dampak dari harga bahan bakar global yang naik karena perang Rusia-Ukraina.

Protes rakyat yang menilai presidden salah pun muncul akibat akumulasi berbagai kondisi yang semakin memburuk hingga akhirnya sang presiden diminta mundur.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi