Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Menepati Janji untuk Menikahi, Apakah Ada Sanksi Hukumnya?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi calon pengantin wanita yang batal menikah karena ditinggal calon pengantin laki-lakinya.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kasus pembatalan pernikahan secara sepihak kerap terjadi di Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (23/5/2022), beberapa bulan lalu pria berinisial AAH (17) kabur tepat di saat hari pernikahannya pada Minggu (22/5/2022).

Kasus serupa juga terjadi di Jawa Timur. Dilansir dari Kompas.com (11/5/2022), pria berinisial G tidak hadir saat ijab kabul dan resepsi. Akibatnya, pengantin perempuan RD (22) harus berdiri seorang diri di pelaminan saat hari pernikahannya, Minggu (8/5/2022).

Baru-baru ini, unggahan warganet di Twitter juga menceritakan kisah pilu asmaranya. Pihak laki-laki tidak menepati janji untuk menikahinya tepat di H-1 sebelum pesta pernikahan digelar.

Twit tersebut diunggah oleh akun ini pada Sabtu (9/7/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam utas tersebut, pihak perempuan merasa geram dengan tindakan mempelai laki-laki yang membatalkan pernikahan secara sepihak. 

Hingga Senin (11/7/2022), twit tersebut telah disukai oleh lebih dari 35.600 pengguna, dibagikan sebanyak 10.800 akun, dan dikomentari oleh lebih dari 1.500 warganet.

Lantas, apakah pembatalan pernikahan secara sepihak bisa dikenai sanksi hukum?

Baca juga: Cegah Pernikahan Dini dengan Ciptakan Rasa Aman Dalam Keluarga

Penjelasan Ahli Hukum

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto mengatakan bahwa tidak sanksi hukum apabila salah satu mempelai tidak menepati janji untuk menikah.

"Ya, kalau di dalam hukum perdata yang enggak ada sanksinya itu," tuturnya saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (11/7/2022).

"Karena kalau di dalam Undang-undang Perkawinan 174 itu kan yang disanksikan setelah pernikahan. Kalau orang sudah menikah kemudian salah satunya membatalkan namanya perceraian. Kalau belum ada perkawinan, ya itu tidak ada sanksinya," jelas Agus.

Akan tetapi, apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas pembatalan pernikahan secara sepihak itu, maka pihak tersebut bisa mengajukan gugatan perdata yang berlandaskan putusan Mahkamah Agung No. 3277 K/Pdt/2000.

Putusan ini mengatur mengenai hal tidak memenuhi janji nikah adalah pelanggaran norma kesusilaan dan kepatutan.

"Ya memang itu caranya, satu-satunya cara ya itu. Dasarnya itu, bisa dijadikan dasar untuk menggugat pihak laki-laki karena membatalkan perkawinan yang sudah direncanakan ke pengadilan negeri," kata Agus.

"Gugatannya apa? Itu terserah yang bersangkutan buat apa. Misalnya ingkar janji, gugatannya bisa saja membalikkan uang sekian ratus juta karena sudah memalukan," ungkapnya.

"Tapi itu kan juga tergantung hakimnya, putusannya apa. Bisa dikabulkan bisa tidak," imbuh Agus.

Baca juga: Ramai soal Pernikahan Remaja di Wajo, Ini Tanggapan Kemenag

Tidak bisa dipidanakan

Pasangan yang tidak menepati janji untuk menikah, kata Agus, merupakan kasus yang hanya bisa diselesaikan secara hukum perdata. Dan tidak bisa dipidanakan.

Terlebih lagi apabila kedua pihak sebelumnya tidak terikat pernikahan dengan orang lain.

Sebagai contoh kasus, pasangan memutuskan untuk menikah lantaran perempuannya hamil di luar nikah. Namun, pada hari pernikahan laki-laki tersebut tidak menepati janji untuk menikah.

"Jadi hubungan antara kedua belah pihak itu hubungan antara suka sama suka. Jadi kalau perempuannya hamil ya juga tidak bisa diberi sanksi karena itu dianggap sebagai perbuatan suka sama suka," kata Agus.

"Kalau di dalam KUHP, itu juga tidak bisa disebut zina. Kalau zina kan ada sanksinya. Zina di KUHP itu kan salah satu pihak itu harus menikah atau kawin, sehingga ada pihak yang dirugikan," imbuhnya

Baca juga: Ramai soal Pernikahan Siswi SMP di Buru Selatan, Berapa Batas Usia Minimal Menikah?

"Artinya mereka belum menikah lalu mereka berhubungan selayaknya suami isteri dalam ikatan pacaran gitu, itu dianggap kegiatan suka sama suka. Tidak bisa dipidana," terang Agus.

Sebaliknya, apabila salah satu pihak telah terikat pernikahan, maka tindakan tersebut termasuk kategori zina dan bisa dipidanakan. Pihak yang merasa dirugikan atas hal tersebut bisa mengajukan aduan untuk menggugat pidana.

"Zina itupun kalau dalam KUHP harus dalam aduan kan? Yang mengadu adalah pihak yang dirugikan, dalam hal ini kalau misalnya perkawinan yang mengadu ya harus isterinya si laki-laki itu," ujar Agus.

"Kalau dalam hukum pidana, itu bisa dikenai sanksi 9 bulan zina itu," tambahnya.

Lebih lanjut, Agus kembali menegaskan bahwa kasus tidak menepati janji untuk menikah tidak dapat dipidanakan.

"Enggak ada sanksi secara hukum negara tidak ada, itu kan sanksinya sanksi moral saja. Kalau hukum negara tidak bisa ikut campur," ungkapnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi