KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
Rupiah digital dibuat dalam rangka menjajaki makin maraknya aset kripto yang tumbuh beberapa tahun belakangan di berbagai belahan dunia.
Namun untuk mewujudkannya, diperlukan kehati-hatian untuk menakar risiko yang mungkin terjadi dan meminimalisirnya.
Baca juga: 4 PTN yang Jalur Mandirinya Tanpa Uang Pangkal, Mana Saja?
Dikutip dari situs resmi BI, eksplorasi penerbitan CBDC dilakukan berdasarkan enam tujuan yaitu:
- Menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money;
- Memitigasi risiko non-sovereign digital currency ;
- Memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border;
- Memperluas dan mempercepat inklusi keuangan;
- Menyediakan instrumen kebijakan moneter baru;
- Memfasilitasi distribusi fiscal subsidy.
Sementara itu penerbitannya harus memperhatikan 3 hal berikut:
- Desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan;
- Desain CBDC yang 3I (Integrated, interconnected, and Interoperable) dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran;
- Pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan (DLT-Blockchain dan non-DLT).
Baca juga: Sejarah dan Twibbon Hari Bank Indonesia 2022
Dan berikut ini adalah beberapa hal terkait rupiah digital yang tengah digodok oleh BI:
Kapan rupiah digital akan diluncurkan?
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy menyebut, desain awal rupiah digital akan diluncurkan pada akhir 2022 melalui white paper.
Namun, desain tersebut bukan merupakan desain final dan masih menerima masukan dari pelaku industri, dalam consultated paper di awal 2023.
Setelah fase itu, uji coba akan mulai dilakukan. Hanya saja, masa uji coba ini tidak bisa dipastikan akan berlangsung seberapa lama.
"Setelah itu barulah uji coba yang akan membutuhkan waktu lama. Negara lain paling cepat menerapkan uji coba selama enam bulan, ada pula yang berkali-kali melakukan uji coba," ujar Ryan, dikutip dari Antara, Selasa (12/7/2022).
Hal itu ia sampaikan pada sesi diskusi, yang merupakan acara sampingan (side event) pertemuan ke-3 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) dan Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 (FCBD) di Bali.
Baca juga: Syarat dan Cara Penukaran Uang Rusak di Bank Indonesia
Bagaimana nasib uang konvensional?
Meski nantinya rupiah digital telah resmi diluncurkan dan digunakan secara luas oleh masyarakat, Ryan menegaskan, penerbitan rupiah digital tidak akan menghilangkan peredaran uang tunai.
Artinya, uang konvensional atau uang tunai tetap ada seperti biasanya.
"Intinya tidak untuk menghilangkan tetapi menambah alat pembayaran, seperti dompet atau uang elektronik yang ada saat ini," katanya lagi.
Ryan menjelaskan, dengan adanya CBDC di Indonesia, masyarakat memiliki pilihan alat pembayaran untuk transaksi.
Baca juga: Foto Viral Uang Rp 10.000 Dicoret-coret Open BO, BI Tegaskan Ada Pidananya
Bentuk rupiah digital
Ia menyampaikan, rupiah digital nantinya tak akan jauh berbeda dengan uang elektronik. Perbedaan utamanya hanya terletak pada lembaga penerbitnya.
CBDC akan diterbitkan oleh BI sedangkan uang elektronik diterbitkan oleh bank umum, dan dompet digital diterbitkan oleh lembaga non-bank.
Karena diterbitkan oleh bank sentral, menurut Ryan, rupiah digital punya kelebihan dibanding lainnya
Kelebihannya yaitu risiko yang lebih kecil dibanding uang elektronik, karena risiko kredit bank sentral lebih rendah dibandingkan lembaga lainnya.
Baca juga: Viral, Unggahan Sistem Baru Transfer BRI ke Bank Lain Dikenai Biaya Rp 105.000/Bulan, Benarkah?