Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Aneka Ragam Versi Kala

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/ RADITYA HELABUMI
Jaya Suprana.
Editor: Sandro Gatra

DI DALAM bahasa Sansekerta, Kala bermakna “waktu” atau “kematian”. Sebagai personifikasi waktu, Kala adalah Dewa Kematian yang di India juga dikenal sebagai Yama sejajar dengan Hades dalam Mitologi Yunani dan Pluto dalam Mitologi Romawi atau Anubis dalam Mitologi Mesir Kuno.

Menurut keyakinan Shaivisme, Kala adalah avatar Shiva Kala Bhairava yang juga dikaitkan dengan Narasimha dan Pralaya. Wajah Kala senantiasa ditampilkan dengan warna hitam.

Kala tampil di dalam Mahabharata, Ramayana dan Bhagavata Purana.

Di dalam episod Bhagavad Gita di dalam Mahabharata, kepada Arjuna, Sri Krishna mengungkapkan dirinya sebagai personifikasi Kala dalam bentuk waktu yang memang berkuasa menentukan bahwa Bharatayudha tidak bisa dielakkan sebagai pemusnah wangsa Bharata di mana dinasti Yadu sebagai keluarga Sri Krishna juga ikut musnah setelah Bharatayudha usai.

Kala tampil di Bhagavata Purana sebagai enerji genesis alias pencipta alam semesta yang kehadiran maupun kemusnahannya mutlak tergantung pada waktu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Narasimha terkait dengan Pralaya dan Yuganta di dalam Linga Purana maupun Kurma Purana yang tampil pada sosok Kala sebagai enerji penghancur yang merupakan agen Pralaya.

Di dalam bab Uttara Kanda, Ramayana, Kala tampil sebagai Yama sebagai pembawa berita kematian.

Setelah berhasil menaklukkan Alengkadiraja, maka Kala memerintahkan Laksmana untuk meninggalkan dunia fana agar Rama bisa kembali ke Swargaloka sebagai Dewa Wisnu.

Di Thailand, Kala dipuja nersama Lak Mueang di dalam agama tradisional rakyat Thai serta Chitragupta di dalam Hinduisme.

Di dalam versi Wayang Purwa, Kala hadir dan tampil beda dengan Kala di India dan Thailand.

Menurut legenda Wayang Purwa, Betara Kala adalah anak Betara Guru (Siwa dalam adat Jawa). Betara Guru mempunyai isteri yang sangat cantik bernama Dewi Uma (Parwati).

Pada suatu hari, Betara Guru, dengan hawa nafsu yang tidak terkendali, memaksakan dirinya pada Dewi Uma.

Mereka melakukan hubungan seks di atas wahana Nandi, lembu dewa. Kejadian ini mengaibkan Uma, lalu menyumpah kedua-duanya sehingga mereka muncul sebagai raksasa yang menakutkan.

Rupa bentuk Dewi Uma yang marah ini juga dikenali sebagai Durga. Dari hubungan ini, Betara Kala dilahirkan dengan wajah raksasa.

Satu lagi kisah asalnya adalah bahwa dia terhasil apabila setitis air benih Siwa ditelan seekor ikan.

Betara Kala digambarkan dengan selera makan yang tidak pernah puas dan sangat ganas.

Dia dihantar oleh para dewa ke Bumi untuk menghukum manusia kerana perilaku jahat mereka.

Walau bagaimanapun, Betara Kala hanya berminat untuk memakan manusia dan memuaskan selera makannya.

Terkejut, dewa-dewa kemudian memanggil semula Betara Kala dari Bumi. Dia kemudian menjadi pemerintah neraka, bersama dengan dewinya Setesuyara.

Mengikut adat, orang Jawa cuba menyenangkan hati dewa masa dan binasa, untuk mencegah kecelakaan, terutama ke atas anak-anak.

Upacara menghalau hantu, disebut ruwatan, untuk kanak-kanak yang dilahirkan dalam keadaan "malang melintang", seperti dilahirkan kaki dahulu. Ini untuk menghindari kanak-kanak tersebut dimakan oleh Betara Kala.

Upacara ruwatan lazimnya disertakan sebuah persembahan wayang kulit dan kenduri selamatan.

Dalam kebudayaan Jawa, Betara Kala adalah penyebab gerhana matahari dan bulan. Sebagai dewa kegelapan dan neraka, Betara Kala ialah musuh dewa bulan, Betara Candra dan dewa matahari, Betara Surya.

Kadang kalanya Batara Kala akan coba menelan matahari atau bulan yang dikenal oleh manusia sebagai gerhana.

Apabila gerhana ini berlaku, penganut Jawa akan menyelamatkan Matahari atau Bulan dengan menawarkan pengorbanan dan memukul lesung atau memalu kentungan, untuk menghasilkan bunyi bising dan membuat Betara Kala muntah.

Ini diharapkan dapat melepaskan Matahari atau Bulan dari ancaman lenyap ditelan Batara Kala. Ada pula versi yang mengaitkan Batara Kala dengan gamelan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi