Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hujan di Musim Kemarau, Ini Berbagai Fenomena Atmosfer yang Menjadi Penyebabnya

Baca di App
Lihat Foto
Ju_see/Shutterstock
Ilustrasi hujan di musim kemarau
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Hujan masih mengguyur beberapa wilayah Indonesia. Bahkan, intensitas hujan yang tinggi menyebabkan beberapa daerah terendam banjir.

Padahal, saat ini Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Lantas, mengapa masih turun hujan saat musim kemarau?

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, guyuran hujan di musim kemarau disebabkan masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global dan regional.

Di antaranya, fenomena La Nina dan Dipole Mode untuk skala global, serta Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby di skala regional.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Karena adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut, memicu terjadinya anomali atau perubahan cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," kata dia saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (17/7/2022).

Baca juga: Penyebab Hujan di Musim Kemarau Sering Terjadi di Indonesia

Adapun perkiraan BMKG, hujan masih akan membasahi sebagian wilayah Indonesia untuk satu pekan ke depan, yakni 16-23 Juli 2022.

Lalu, apa itu fenomena-fenomena atmosfer yang menyebabkan turunnya hujan di musim kemarau?

Berikut ulasannya:

1. Fenomena La Nina

Guswanto menyampaikan, fenomena La Nina pada Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.

Hal ini, turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com, La Nina adalah fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin. Fenomena ini merupakan salah satu faktor penyebab musim hujan di Indonesia.

Fenomena La Nina sendiri adalah kebalikan dari fenomena El Nino, penyebab panas di Indonesia.

Fenomena La Nina terjadi ketika suhu muka laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan hingga di bawah suhu normal.

Pendinginan ini berpotensi mengurangi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah.

Baca juga: Mengenal Fenomena La Nina, Proses Terjadinya hingga Dampaknya bagi Kita

Selain itu, hembusan angin pasat (trade winds) juga lebih kuat dari biasanya di sepanjang Samudera Pasifik dari Amerika Selatan ke Indonesia. Ini menyebabkan massa air hangat terbawa ke arah Pasifik Barat.

Lantaran massa air hangat berpindah tempat, maka air yang lebih dingin di bawah laut Pasifik akan naik ke permukaan untuk mengganti massa air hangat yang pindah tadi. Hal ini disebut upwelling dan membuat SML turun.

Fenomena La Nina terjadi saat pasokan aliran massa udara dari Samudera Pasifik menuju ke wilayah Indonesia.

Pasokan aliran massa udara ini akan meningkatkan pembentukan awan-awan hujan dengan tambahan massa udara basah. Inilah yang turut meningkatkan curah hujan di Indonesia, serta membuat musim hujan terjadi lebih lama.

Meski demikian, fenomena La Nina bukan merupakan sirkulasi udara kencang seperti terjadinya badai tropis. 

Baca juga: Gelombang Tinggi Terjang Pantai Selatan Yogyakarta, Ini Imbauan untuk Masyarakat

2. Fenomena Dipole Mode

Penjelasan Guswanto, fenomena Dipole Mode di Samudera Hindia turut berperan sebagai pemicu peningkatan curah hujan saat ini, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.

Dikutip dari Kompas.com, fenomena Dipole Mode hampir mirip dengan fenomena El Nino, penyebab musim panas di Indonesia. Hanya saja, Dipole Mode terjadi di Samudera Hindia dan bukan Samudera Pasifik.

Fenomena Dipole Mode mengakibatkan perairan di sekitar Indonesia jauh lebih dingin dibanding biasanya.

Pasalnya, dikutip dari laman LIPI, fenomena yang juga disebut Indian Ocean Dipole ini merupakan interaksi antara permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia.

Interaksi ini menghasilkan tekanan tinggi di Samudera Hindia bagian timur yang menimbulkan aliran massa udara berhembus ke barat.

Hembusan angin ini akan mendorong massa air di depannya dan mengangkat massa air dari bawah ke permukaan.

Akibatnya, suhu permukaan laut di sekitarnya pun akan mengalami penurunan cukup drastis.

Baca juga: BMKG: Waspada Gelombang Sangat Tinggi hingga 6 Meter, Catat Wilayahnya

3. MJO, Kelvin, dan Rossby

Skala regional, menurut Guswanto, terdapat beberapa gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.

Yakni, Madden Julian Oscillation atau MJO, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby, yang terjadi pada periode sama.

Dikutip dari laman BMKG, MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby merupakan fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.

MJO bergerak dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik melewati Indonesia, dengan siklus selama 30-40 hari.

Serupa, gelombang Kelvin juga bergerak dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik dan melewati Indonesia, tetapi dalam skala harian.

Berbanding terbalik dengan keduanya, gelombang Rossby justru bergerak dari Samudera Pasifik ke arah Samudera Hindia dengan melewati wilayah Indonesia.

Baik MJO, gelombang Kelvin, maupun gelombang Rossby, saat aktif atau melintasi wilayah Indonesia, maka akan berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan.

(Sumber: Kompas.com/Ellyvon Pranita, Gloria Setyvani Putri | Editor: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas; Gloria Setyvani Putri)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi