KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia meskipun telah memasuki musim kemarau.
Kondisi tersebut bisa berjalan hingga sepekan ke depan atau selama 16-23 Juli 2022.
Hal itu disebabkan masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan.
Di antaranya, yaitu fenomena La Nina yang pada Juli 2022 diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.
"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," ungkap Deputi Bidang Meteorologi Guswanto dalam keterangan resminya kepada Kompas.com, Minggu (17/7/2022).
Baca juga: BMKG: Waspada Gelombang Sangat Tinggi hingga 6 Meter, Catat Wilayahnya
Berikut prediksi potensi hujan untuk periode sepekan ke depan, 16-23 Juli 2022:
Hujan sedang-lebat
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- Kalimantan Tengah
- Sulawesi Utara
- Sulawesi Tengah
- Maluku Utara
- Maluku
- Papua Barat
- Papua.
Baca juga: Jakarta dan Jawa Barat Diprediksi Hujan hingga Sepekan ke Depan, BMKG Sebut Potensi Banjir Masih Ada
Hujan ringan-sedang
- Aceh
- Jambi
- Sumatera Selatan
- Kepulauan Bangka Belitung
- Lampung
- Banten
- DKI Jakarta
- DI Yogyakarta
- Jawa Timur
- Kalimantan Barat
- Kalimantan Utara
- Kalimantan Timur
- Kalimantan Selatan
- Gorontalo
- Sulawesi Barat
- Sulawesi Tenggara
- Sulawesi Selatan.
Jabodetabek
Sementara itu, untuk wilayah Jabodetabek masih perlu diwaspadai potensi hujan sedang-lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang pada siang-sore hari, terutama di wilayah barat, timur, dan selatan.
Baca juga: Udara di Jawa Semakin Dingin, BMKG: Menuju Puncak Musim Kemarau
Fenomena Dipole Mode
Guswanto menerangkan, selain La Nina, fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Kemudian, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.
Antara lain MJO atau Madden Jullian Oscillation, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.
"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," paparnya.
Baca juga: Penjelasan BMKG soal Cuaca Dingin di Sejumlah Wilayah Indonesia
Memicu terjadinya dinamika cuaca
Menurut Guswanto, meskipun saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya dinamika cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan adanya potensi hujan yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan banjir bandang.
Terkait musim kemarau, Guswanto juga mewanti-wanti agar masyarakat waspada terhadap dampak kekeringan.
"Hemat dan gunakan air secara bijak supaya dampak kekeringan akibat kemarau bisa kita hadapi bersama," tandasnya.
Baca juga: Ramai soal Penyebab Cuaca Dingin yang Berlangsung hingga Agustus, Ini Penjelasan BMKG
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.