Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Temuan Soal Akal-akalan Raup Donasi ACT di Sejumlah Warteg

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN
Massa aksi dari Forum Merah Putih (FMP) Jawa Timur mendatangi Kantor lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) wilayah Jatim yang berlokasi di Jalan Gayungsari Barat X No 41, Gayungan, Surabaya, Jumat (15/7/2022) siang.
Editor: Egidius Patnistik

SAYA menelusuri trik Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengumpulkan donasi. Pertanyaan pertama adalah apakah ada unsur pidana pada taktik yang digunakan ACT dalam menjalankan lembaganya yang bergerak di bidang kemanusiaan? Ini menjadi pertanyaan mendasar. Saya mendapatkan dugaan tersebut dari sebuah warung nasi Tegal (warteg) di Kawasan Jakarta Timur.

Kok, bisa dari warteg? Perjalanan saya dimulai dari pemilik warteg di Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista), Jakarta Timur. Di sini saya menemui pemilik warteg sekaligus Ketua Komunitas Warteg Nusantara, Mukroni.

Saya ajak Mukroni bercerita tentang dua tahun terakhir, saat awal sekali pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Ia menceritakan bahwa ada pihak ACT yang datang kepadanya untuk menawarkan kerja sama terkait program bantuan nasi bungkus gratis. Warteg anggota Komunitas Warteg Nusantara, sebanyak seribu warteg, diminta untuk menyediakan nasi bungkus. Setiap warteg (sebanyak 1.000 warteg) akan ditransfer Rp 1,5 juta per hari untuk menyediakan masing-masing 100 nasi bungkus.

Baca juga: Massa Geruduk Kantor ACT Jatim, Minta Aktivitas Penggalangan Dana Dihentikan

"Adakah syaratnya?" tanya saya kepada Mukroni.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ada, pertama setiap warteg harus memasang dua spanduk ACT. Kedua setidaknya 10 nasi bungkus pada setiap warteg harus didokumentasikan saat pemberian kepada fakir-miskin, lalu saya diundang datang ke kantor ACT di Cilandak, Jakarta Selatan, untuk difoto terkait kerja sama dengan 1.000 warteg se-Jabodetabek ini," ungkap Mukroni di Program AIMAN KompasTV.

Ada yang janggal

Yang janggal, bantuan ini hanya diberikan satu bulan, yakni sejak pertengahan Maret hingga persis pertengahan April 2020. Tentu ini menyisakan pertanyaan. Mengapa hanya satu bulan, bukankah kesulitan Indonesia saat Covid-19 tahun 2020 terjadi di triwulan kedua hingga keempat, di mana terjadi resesi ekonomi kala itu. Indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia pada ketiga triwulan tersebut negatif, yang berarti terjadi resesi ekonomi.

Dampaknya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi, bahkan jumlahnya mencapai 20 kali lebih tinggi dari tahun sebelumnya (2019). Pengangguran bertambah dan kemiskinan otomatis juga meningkat.

Tetapi justru di masa-masa sulit ini, bantuan tak kunjung datang, sementara semua dokumentasi foto dan spanduk terus terpampang.

"Saya jadi merasa diperalat, saya baru sadar ketika ada rame-rame soal ACT ini!" kata Mukroni kepada saya.

Ada pula fakta yang saya dapatkan selain soal bagi-bagi nasi bungkus tadi, yakni adanya kotak sumbangan ACT yang dititipkan di warteg yang ditransfer uang untuk nasi bungkus hanya untuk sebulan. Namun kotak sumbangannya bertengger selama bertahun-tahun.

Saya temukan bahwa sekitar enam bulan pertama petugas ACT yang bertugas mengambil uang isi kotak sumbangan ini berjalan mulus. Setiap bulan isi kotak amal ada sekitar Rp 100 ribu. Jadi kalau ada sekitar 1.000 warteg dan hasilnya dipukul rata, artinya sebulan bisa dapat Rp 100 juta.

Baca juga: Pemeriksaan Maraton Petinggi ACT, Temuan Pemotongan Dana, dan Perusahaan Cangkang

Setelah enam bulan, si petugas yang mengambil kotak sumbangan konon mengaku mengundurkan diri dan bercerita kepada Mukroni. Anehnya, kotak sumbangan dibiarkan hingga tahun 2022 ini, tak pernah diambil lagi!

Pertanyaannya, kok tidak dicari oleh ACT? Ke mana uang selama enam bulan saat masih ada petugas, apakah benar disetorkan ke ACT untuk dikelola atau lari ke mana?

Pertanyaan yang masih misterius jawabannya!

Tim Aiman ditolak ACT

Sayangnya, saya datang ke kantor ACT di Menara 165 Kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, saya tidak diberi akses untuk wawancara dengan pimpinan maupun juru bicaranya. Demikian pula dengan telepon tak kunjung dibalas. Hanya diberikan jawaban via Whatsapp yang pada intinya tidak bersedia untuk diwawancara.

Saya kemudian datang ke pihak kepolisian dan saya beberkan temuan saya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan belum mendengar adanya data ini dari penyidik Polri. Polisi menyatakan akan mendalami temuan dari tim Aiman ini.

"Kami belum mendapatkan data ini, namun temuan ini bermanfaat untuk kami dalami," kata Ramadhan.

Jika benar hal itu dilakukan, apakah ada unsur pidana dari dua hal ini?

"Ada, ini bisa dikategorikan kasus penipuan!" kata Asep Iwan, pengajar hukum dari Universitas Trisakti yang juga mantan hakim.

Asep Iwan mengatakan, jika benar ada upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengumpulkan uang dengan tidak sebagai mana mestinya, maka apa yang dilakukan ACT bisa tergolong kasus penipuan.

Sementara Ramadhan mengungkapkan, bahwa sejak 10 tahun berdiri, ada dana Rp 1,9 triliun yang diterima ACT. Dari uang itu sekitar Rp 495 miliar digunakan untuk kepentingan pengurusnya, termasuk gaji super besar dan mobil mewah yang digunakan oleh bos ACT.

Ada lagi yang saya dapatkan. Tahu gaji petugas ACT yang mengumpulkan uang kotak sumbangan di warteg-warteg?

Seorang ibu pemilik warteg, Tarsih, yang pernah berbincang dengan si petugas mengatakan, gaji petugas itu sebesar enam hingga tujuh juta per bulan. Nyaris dua kali upah minimum provinsi di DKI Jakarta!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi