Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdeteksi di Indonesia, Apakah Omicron Centaurus Lebih Berbahaya?

Baca di App
Lihat Foto
tangkapan layar akun youtube Sekretariat Kabinet RI
menkes ungkap temuan kasus subvarian BA.2.75
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi subvarian Omicron BA.2.75 atau Omicron Centaurus telah masuk ke Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menjelaskan, ditemukan tiga orang pasien di dua tempat berbeda yang terinfeksi Omicron Centaurus.

"Ini juga sudah mulai masuk ke Indonesia. Satu ada di Bali karena kedatangan luar negeri. Dua ada di Jakarta. Kemungkinan besar merupakan transmisi lokal," kata Budi dikutip dari laman YouTube Sekretariat Kabinet RI, Senin (18/7/2022).

Saat ini, Kemenkes sedang mencari sumber asal Omicron Centaurus dapat masuk ke Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu diketaui, jika Omicron Centaurus pertama kali teridentifikasi di India dan kini telah menyebar ke berbagai negara.

Baca juga: Ketahui, Ini Efek Samping Vaksin Covid-19 Booster

Lantas, apa perbedaan Omicron Centaurus dengan varian lama dan berbahayakah?

Mengenal Omicron Centaurus

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan jika subvarian Omicron BA.2.75 atau Omicron Centaurus dapat cepat menyebar di dunia.

Hal tersebut dikarenakan negara-negara di dunia telah melakukan pelonggaran, peningkatan mobilitas masyarakat tinggi dan minimnya testing dan tracking.

"Ini yang membuat wajar bila subvarian atau varian yang ada cepat. Ini kan ditemukan Mei di India, saat ini sudah di puluhan negara," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (19/7/2022).

Baca juga: Kasus Infeksi Covid-19 Melonjak, Pemerintah: Masih Terkendali

Dicky menyebut jika kehadiran subvarian Omicron Centaurus ini jelas menjadi ancaman, khususnya bagi kelompok rawan seperti lansia dan penderita komorbid.

Selain itu juga bagi masyarakat yang telah mengalami penurunan imunitas karena belum melakukan vaksinasi booster dan faktor lainnya.

"Kenapa ini kelihatan kuat? Karena BA.2.75 memiliki kemampuan infeksi yang lebih cepat, menular lebih cepat, pertumbuhan yang lebih cepat dibanding BA.5 yang sudah di atas yang lainnya," katanya lagi.

Bahkan ketika ditemukan pertama kali di India, subvarian Omicron Centaurus hanya perlu waktu sekitar satu bulan untuk mendominasi kasus infeksi Covid-19 di negara itu.

Baca juga: Apakah Mutasi Virus Corona Memicu Terjadinya Hepatitis Akut Misterius?

Beda Omicron Centaurus dengan varian lama

Dicky mengatakan bahwa beberapa subvarian baru termasuk Omicron Centaurus memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat dari varian Delta.

Hal ini terkait dengan kemampuannya dalam melakukan infeksi dan mereinfeksi atau menginfeksi kembali penyitas Covid-19.

Perlu diketahui jika saat ini cakupan vaksinasi di banyak negara sudah lebih baik dibandingkan pada waktu varian Delta mewabah.

"Artinya, subvarian yang hadir ini memiliki kemampuan dalam menyiasati atau escape dari imunitas, menurunkan efikasi antibodi, bahkan menurunkan efikasi treatment," ucap Dicky.

Baca juga: Syarat Terbaru Naik Kereta Api Mulai 17 Juli 2022, Apa Saja?

Menurut dia, Omicron Centaurus akan menjadi berbahaya jika terus dibiarkan merajalela dengan leluasa.

Perilaku tersebut dikarenakan sudah banyak masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan, tidak mau divaksin dan tidak taat 5M.

"Akhirnya virus ini mudah leluasa bermutasi, menjadi berevolusi menjadi lebih pintar dan merugikan kita," jelas Dicky.

Baca juga: Benarkah Indonesia Sudah Endemi Covid-19 secara De Facto?

Penurunan imunitas vaksin

Dicky menambahkan, pada saat varian Delta mewabah, efektivitas vaksinasi dosis kedua berada di angka 80 persen.

Namun pada saat beberapa subvarian Omicron baru mewabah, efektivitas vaksinasi dosis kedua telah menurun hingga di bawah angka 50 persen.

"Tiga dosis pun sekarang terancam menurun lagi. Ini efektivitasnya dalam memberikan proteksi terinfeksi ataupun menularkan itu semakin menurun," kata dia.

Menurut Dicky, karena efektifitas vaksinasi yang menurun membuat banyak orang tidak mau kembali divaksin.

"Meskipun efektivitas dalam infeksi mengalami penurunan, namun vaksinasi terutama booster terbukti efektif mencegah keparahan dan kematian akibat subvarian baru," imbuhnya.

Oleh karena itu, Dicky mengingatkan pentingnya mendapatkan dosis keempat bagi kelompok rawan dan bagi pelayanan publik.

Baca juga: Apakah Vaksin Dosis Keempat Lebih Efektif Melindungi dari Covid-19?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Perkembangan Vaksin Merah Putih Biotis-Airlangga

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi