Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Di Mana Bumi Dipijak, di Sana Langit Dijunjung

Baca di App
Lihat Foto
DOK. PRIBADI
Jaya Suprana
Editor: Sandro Gatra

SEBAGAI seorang warga Indonesia yang merasa diri sok terpelajar maka sok modern, adalah wajar apabila saya merasa yakin maka mengaku diri sama sekali tidak percaya takhayul.

Maka ketika mempergelar sebuah acara kesenian di sebuah gedung kesenian di Jakarta (yang tidak perlu saya sebut namanya agar saya tidak dituduh melakukan pencemaran nama baik gedung kesenian tersebut) secara perwira saya mengabaikan saran agar sebelum mempergelar acara di gedung kesenian tersohor angker itu saya wajib menyelenggarakan upacara slametan.

Bagi saya upacara slametan adalah sesuatu bentuk ritual takhayul yang sangat memalukan sebab sama sekali tidak masuk akal sehat manusia terpelajar dan sama sekali bukan citra manusia modern.

Maka acara kesenian segera saya selenggarakan tanpa didahului upacara slametan seperti yang sudah lazim saya selalu lakukan pada masa saya belajar dan mengajar di Jerman.

Mujur tak bisa diraih nahas tak bisa ditolak di tengah alur pergelaran mendadak seorang seniwati menjerit keras lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai panggung sambil meronta-ronta seperti orang kesurupan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saya anggap peristiwa misterius itu sekadar sebuah ihwal kebetulan belaka sebagai semacam ekspresi histeria personal sambil menolak adanya keterkaitan dengan tidak adanya upacara slametan sebelum acara pergelaran dimulai.

Kemudian pada lain kesempatan saya mengundang seorang pianis dari Jerman untuk mempergelar resital piano tunggal di gedung kesenian yang sama tentu saja tanpa didahului upacara slametan yang saya yakin secara psikokultural tidak ada kaitan dengan seorang pianis Jerman.

Mendadak ketika gladi resik sontak sang pianis jatuh terjerembab dari atas panggung ke lantai auditorium penonton seolah sebagai peringatan spiritual agar saya menyelenggarakan upacara slametan sebelum konser dimulai di gedung kesenian tersohor angker.

Karena sang pianis ternyata tidak terluka akibat kejatuhannya dan tetap mampu tampil di atas panggung gedung kesenian tersohor angker itu, maka saya tetap nekad menyelenggarakan konser tanpa diawali upacara slametan.

Ternyata konser berlangsung sukses meski ternyata ada seorang teknisi tata panggung yang bertugas di belakang layar panggung mendadak jatuh pingsan entah kenapa.

Kemudian saya menyelenggarakan konser dengan orkestra secara tentu saja tetap tanpa didahului upacara slametan.

Semula saya menduga bahwa konser terselenggara mulus tanpa insiden karena saya tidak diberitahu bahwa seorang pemain biolin mendadak sontak tiada hujan tiada angin tak sadar diri sampai harus diangkut dengan ambulans ke ICU rumah sakit terdekat.

Syukur alhamdullilah setiba di rumah sakit sang biolinis mendadak sadar diri sehingga dinyatakan oleh para dokter dan perawat ICU sebagai sehat walafiat.

Sejak rentetan peristiwa misterius yang semula saya anggap sekadar fenomena takhayulomologis serba kebetulan semata itu akhirnya saya tidak mau ambil risiko.

Setiap kali sebelum menyelenggarakan pergelaran kesenian di persada Nusantara tercinta ini, saya memutuskan untuk bersikap secara lebih bijak, yaitu saya senantiasa wajib mengawalinya dengan upacara slametan.

Silakan cemooh saya sebagai manusia terbelakang yang tidak terpelajar maka sama sekali tidak modern sehingga akhirnya percaya takhayul.

Namun mohon dimaafkan bahwa kini saya sudah tersadar atas makna kearifan yang terkandung di dalam peribahasa di mana bumi, di sana langit dijunjung. Merdeka !

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi