Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pelajar/Mahasiswa Dosen
Bergabung sejak: 18 Mei 2022

Akademisi Pemerhati Bahasa dan Sosial Budaya

Perkembangan dan Tantangan Perencanaan Bahasa di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/VANYA KARUNIA MULIA PUTRI
Ilustrasi bahasa merupakan alat komunikasi yang penting
Editor: Egidius Patnistik

INDONESIA memiliki Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang telah banyak menelurkan kebijakan, rekomendasi dan kegiatan bernuansa kebahasaan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa domain perencanaan kebahasaan masih merupakan salah satu dari beberapa topik favorit dalam linguistik terapan yang membutuhkan lebih banyak eksplorasi. Indikator dari kekurangan ini dapat dilihat dari sedikitnya profesor atau pakar yang secara khusus menekuni bidang perencanaan bahasa.

Ada tiga alasan yang menjadi penyebab mengapa para linguis tidak tertarik terjun secara total di bidang ini. Pertama, domain perencanaan kebahasaan merupakan domain yang pelik karena bersinggungan dengan politik dan kekuasaan. Seorang linguis idealis yang tidak memiliki afiliasi dan kekuatan politik tertentu, tetapi punya ketertarikan di bidang ini, akan berpikir beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar terjun di bidang ini karena bisa jadi seluruh kerja kerasnya maksimal hanya akan menjadi rekomendasi belaka.

Baca juga: Kaum Muda dan Nasib Bahasa Daerah Kaltim di Ibu Kota Nusantara

Jika dia bermimpi karyanya mampu memberi perubahan signifikan pada masyarakat, dia harus berpikir ulang tentang impiannya ini. Akan ada banyak dinamika politik dalam kancah sidang DPR maupun di eksekutif (pemerintah) yang di dalamnya terdapat tarik ulur maupun negosiasi untuk meloloskan rekomendasi dari buah pikirannya untuk menjadi sebuah kebijakan.

Alasan kedua adalah untuk benar-benar dapat menghasilkan maha karya dalam domain perencanaan bahasa, seorang linguis harus lihai di banyak bidang. Setidaknya dia harus menguasai cabang pokok linguistik terapan yang dapat membangun domain perencanaan bahasa seperti sosiolinguistik, dokumentasi bahasa, leksikografi, pemetaan bahasa, antropolinguistik, genolinguistik, dialektologi, dan masih banyak bidang linguitik lainnya. Dia juga diharapkan mampu menguasai bidang-bidang yang berhubungan dengan pemerintahan seperti kebijakan publik, dasar-dasar politik, sosiologi, antropologi, psikologi, serta masih banyak bidang pelik lainnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluasan pembahasan domain perencanaan bahasa inilah yang menyebabkan para linguis ragu untuk memulai sebuah proyek dalam domain perencaan bahasa. Tidak bisa tidak, dia harus menggandeng ahli dalam bidang lain untuk bekerja sama karena ahli ini dapat membantunya memperkaya perpektifnya terhadap sebuah masalah melalui sisi yang berbeda. Dengan demikian, pencapaian apapun yang dihasilkan dalam domain perencanaan bahasa tidak dapat dia klaim sebagai pencapaian solo dirinya, tetapi pencapaian sebuah tim.

Alasan ketiga adalah karena ranah perencanaan bahasa adalah ranah yang dinamis dan sukar ditebak. Ini terjadi karena ranah ini bersinggungan langsung dengan masyarakat, sedangkan lapisan masyarakat selalu bergerak dan berubah. Perubahan ini terjadi karena tingkat mobilitas manusia, khususnya di zaman modern, semakin lama semakin meningkat. Akibatnya, struktur sosial masyarakat berubah secara revolusioner dari waktu ke waktu.

Perubahan ini, tentu saja, berimbas pada kondisi peta bahasa di semua wilayah Indonesia. Perkembangan informasi dan komunikasi yang terjadi di dunia maya juga menjadi salah satu penyebabkan fenomena linguistik dan pola lanskap bahasa menjadi sulit untuk diprediksi.

Inilah yang menyebabkan kebijakan terkait bahasa harus selalu diperbarui untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang setiap saat terjadi dalam masyarakat. Khusus dalam ranah linguistik Indonesia, perencanaan dan kebijakan bahasa telah menjadi isu utama yang selalu muncul dalam kongres nasional bahasa Indonesia yang diselenggarakan setiap empat tahun sekal.

Sejumlah bahasa daerah terancam punah

Dalam peta bahasa (2017) yang diterbitkan Badan Pengembangan Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa jumlah bahasa lokal (daerah) di wilayah Indonesia yang telah diinventarisasi dan dikodifikasikan sebanyak 652. Jika kita menambahkan ini dengan jumlah bahasa yang belum dikodifikasikan, angka yang di dapat menunjukkan jumlah 733 bahasa. Sebagian besar bahasa yang tidak dikodifikasi ada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Data ini diperoleh dari hasil verifikasi dan validasi 2.452 titik pengamatan di seluruh Indonesia.

Punya jumlah bahasa yang sangat besar yang di dalamnya terkandung banyak variasi, merupakan berkah tetapi juga sebuah beban. Tanpa perencanaan dan kebijakan bahasa yang tepat, isu-isu sensitif seperti hegemoni bahasa, marginalisasi bahasa, pada tataran yang ekstrem dapat menyebabkan disintegrasi nasional.

Ini menjadi beban berat yang harus dipikul oleh setiap periode pemerintahan Indonesia. Untuk saat ini, perencanaan bahasa yang di komandani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa hanya mencakup tiga sektor, yaitu 1) perencanaan mengenai bahasa Indonesia, 2) perencanaan mengenai bahasa daerah, dan 3) perencanaan mengenai bahasa asing, yang digunakan untuk tujuan tertentu.

Update pada ketiga sektor ini sangat mungkin terjadi mengingat fakta bahwa peta demografis Indonesia sangat dinamis dari waktu ke waktu. Dengan perencanaan berbasis tiga sektor ini, Indonesia secara bertahap menjadi negara multibahasa serta negara yang menempati posisi kedua dalam daftar negara-negara yang memiliki bahasa lokal dengan jumlah terbesar di dunia setelah Papua Nugini.

Data terbaru yang diumumkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebutkan bahwa hampir seluruh warga Indonesia merupakan warga dwibahasa yang dapat menggunakan bahasa resmi Indonesia dan setidaknya satu bahasa etnis. Uniknya, kebanyakan dari mereka juga sangat akrab dengan situasi triglossia.

Saat ini, perhatian pemerintah terhadap tiga sektor perencanaan bahasa tidak lagi pada tingkat konseptual. Sektor pertama perencanaan bahasa yang berkenaan dengan pengembangan bahasa Indonesia telah dilaksanakan. Ini dapat dibuktikan dengan hasil kerja keras Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berupa penambahan ukuran Kamus Kanonik Bahasa Indonesia yang sebelumnya hanya 100.000 entri, pada tahun 2022 telah menyentuh 400.000 entri.

Tindakan itu diambil untuk mendukung ambisi pemerintah Indonesia untuk mempromosikan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, yang menurut saya telah menunjukkan beberapa hasil positif. Surat kabar nasional telah memposting berita terkini tentang penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi di beberapa negara seperti Singapura, Brunei Darussalam, dan Arab Saudi. Berita itu secara jelas menjadi bukti cukup berhasilnya lembaga kebahasaan berplat merah ini.

Sektor kedua yang dimaklumatkan dalam perencanaan bahasa adalah terkait bahasa lokal di Indonesia. Sayangnya, sektor ini juga kurang mendapat penekanan dari pemerintah. Sebagai bukti dari kondisi ini terlihat dari kondisi ratusan bahasa lokal di Indonesia yang jumlahnya kian waktu terus menurun. Beberapa dari mereka berada dalam situasi yang terancam punah, dan beberapa bahkan akan punah.

Jika kita melihat peta linguistik di Indonesia yang berdasarkan pada pemetaan bahasa UNESCO, kita dapat melihat bahwa sebagian besar bahasa yang terancam punah ditemukan di bagian timur Indonesia. Dari ratusan bahasa daerah tersebut, diperkirakan 145 bahasa yang penuturnya kurang dari satu juta jiwa terus mengalami penurunan status.

Baca juga: Bahasa Daerah Terancam Punah, Menteri Nadiem Jelaskan Faktornya

Contoh konkrit dari masalah ini adalah diperkirakan 30 dari 58 bahasa lokal Papua Barat telah punah selama 20 tahun terakhir. Selain itu, 10-15 bahasa daerah di Papua Barat juga dipastikan punah karena tidak pernah digunakan lagi oleh penuturnya, seperti Meyah, Mpur, Dunser, dan Karondori.

Kepunahan bahasa lainnya dapat ditemukan di bagian timur Indonesia, seperti Tandia, bahasa asli suku Mbakawar, Kecamatan Rasiei, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Saat ini, tidak ada lagi penutur Tandia karena anggota sukunya tidak lagi menggunakan bahasa tersebut.

Perluasan wilayah regional dan perkawinan antar-etnis dianggap sebagai penyebab utama kepunahan bahasa lokal. Selain itu, pewarisan bahasa terkadang terhalang oleh mitos yang tersebar di antara suku-suku. Ada kepercayaan bahwa jika generasi muda menggunakan bahasa lokal saat orang tua mereka masih hidup, mereka akan hancur.

Fenomena ini tentu membuka ruang bagi ahli bahasa terapan Indonesia, khususnya perencana bahasa Indonesia, untuk bekerja sama membantu pemerintah Indonesia menciptakan program-program yang dapat membantu menjaga jumlah bahasa lokal di Indonesia. Akademisi dan peneliti bahasa pun diharapkan tertantang untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi