Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mundur di Tengah Dugaan Kasus Gratifikasi, Bisakah Lili Pintauli Diproses Hukum?

Baca di App
Komentar Lihat Foto
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kuantan Singingi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/10/2021). KPK menetapkan dua orang tersangka dalam OTT tersebut yakni Bupati Kuantan Singingi periode 2021-2026 Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintuali Siregar terus mendapat sorotan karena serangkaian kontroversinya.

Terakhir, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK sebelum sidang dugaan pelanggaran etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada 11 Juli 2022.

Dengan pengunduran diri tersebut, Dewas KPK akhirnya menghentikan sidang etik, karena Lili bukan lagi pimpinan KPK.

Baca juga: Profil Lili Pintauli Siregar, Pimpinan KPK yang Hobi Lakukan Kontroversi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padahal, Lili diduga melanggar kode etik setelah menerima gratifikasi.

Lili disebut telah mendapat fasilitas mewah untuk menyaksikan balapan MotoGP pada 18-20 Maret 2022 di Grandstand Premium Zona A-Red Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Lili dan keluarganya diduga menerima tiket dan akomodasi hotel dengan total nilai sekitar Rp 90 juta dari Pertamina.

Bukan hanya keluarganya, Anggota Dewas KPK Harjono bahkan menyebut Lili mengajak 11 orang untuk menyaksikan MotoGP.

Dengan begitu, ada tiga pasal yang dituduhkan kepada mantan Wakli Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tersebut.

Baca juga: 4 Fakta Lili Pintauli Siregar, dari Panitia Pengawas Pemilu hingga Dampingi Susno Duadji

Tetap bisa dihukum

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, KPK seharusnya mendorong penyelesaian kasus tersebut secara pidana.

"Dewas memang tidak bisa mengadilinya karena Lili bukan lagi warga KPK atau bukan lagi profesional di KPK," kata Hadjar kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2022).

"Karena itu, setiap orang termasuk orang-orang KPK wajib mendorong penyelesainnya juga secara pidana," sambungnya.

Baca juga: Mulan Jameela, Kacamata Gucci dan Apa Itu Gratifikasi?

Selain KPK, pihak Kejaksaan Agung juga sebenarnya bisa mengusut kasus dugaan gratifikasi tersebut.

Artinya, penghentian sidang etik tersebut seharusnya tidak menghentikan proses pidana yang menjerat Lili.

Senada, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari menuturkan, dugaan gratifikasi Lili seharusnya bisa diselidiki, meski sidang etik dihentikan.

"Saya merasa memang gratifikasi tidak boleh dihentikan karena perkara etiknya dianggap dihentikan Dewas karena itu ranah berbeda," kata Feri, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Terjerat Suap, Apa Itu dan Bedanya dengan Gratifikasi

Menurutnya, dugaan gratifikasi tersebut sebaiknya dilaporkan ke aparat penegak hukum selain KPK.

Hal ini dilakukan untuk menjaga obyektifitas.

"Bisa dilaporkan ke Kepolisian dan Kejaksaan. Jika tidak diindahkan bisa di PTUN-kan," jelas dia.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tersangka Suap, Apa Bedanya dengan Gratifikasi?

Sederet kontroversi

Bukan hanya dugaan gratifikasi, Lili kerap mendapat sorotan karena melakukan berbagai pelanggaran kode etik.

Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik karena berkomunikasi dengan salah satu kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

Padahal, mantan Bupati Labuhanbatu Utara Khairuddin Syah Sitorus saat itu tersangkut kasus dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan 2018.

Baca juga: Harun Masiku, Djoko Tjandra, hingga Sidang Etik Ketua KPK

Selain itu, Lili juga pernah dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong.

Ini terkait konferensi pers 30 April 2021 saat ia menyangkal telah berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di KPK, yakni eks Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Ia juga pernah terbukti melanggar etik karena berkomunikasi dengan M Syahrial pada Agustus 2022.

Baca juga: Pelanggaran Etik Firli Bahuri, Gaya Hidup Mewah, dan Sanksi yang Dinilai Terlalu Ringan...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 5 Pimpinan KPK 2019-2023

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi