Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 Naik, Pejabat Dilarang ke Luar Negeri, Epidemiolog: Situasi Sedang Serius

Baca di App
Lihat Foto
Dok. PT Angkasa Pura I
Pemeriksaan dokumen Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) di Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Seiring melonjaknya kasus Covid-19 di dalam negeri, pejabat dan pegawai pemerintah dilarang bepergian ke luar negeri. 

Aturan tersebut diterbitkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) melalui Surat Nomor B-56/KSN/S/LN.00/07/2022 pada Jumat (22/7/2022).

Dalam surat itu disebutkan, perjalanan dinas luar negeri ditangguhkan sebagai dampak dari peningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air.

Meskipun begitu, terdapat pengecualian dalam aturan tersebut seperti perjalanan yang bersifat esensial dengan arahan presiden atau kegiatan tugas belajar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Berkenaan dengan kembali meningkatnya laporan penyebaran kasus Covid-19 varian baru di Indonesia dan sebagai upaya pencegahan penularan yang lebih luas di dalam negeri, dengan hormat kami sampaikan kiranya seluruh rencana kegiatan PPDLN yang akan dilaksanakan oleh pejabat/pegawai di lingkungan instansi saudara dapat ditangguhkan," demikian bunyi surat tersebut dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/7/2022).

Baca juga: Gejala dari Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diderita Ruben Onsu

Tanggapan epidemiolog

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa kebijakan penundaan perjalanan luar negeri bagi pejabat dapat memberikan pesan psikologis kepada masyarakat.

Pesan ini terkait dengan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sedang mengalami kenaikan jumlah kasus.

"Ini juga memberi pesan pada institusinya, anak buahnya, masyarakat juga secara umum situasi sedang serius, bahkan mengarah pada bisa tidak terkendali kalau kita tidak melakukan upaya atau respons," kata Dicky kepada Kompas.com, Sabtu (23/7/2022).

Menurut Dicky, meskipun kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan dari segi jumlah pengurangan kasus Covid-19, namun dapat melindungi pejabat maupun orang di sekitarnya.

Karena orang yang ke luar negeri memiliki resiko atau potensi terinfeksi Covid-19.

"Banyak pejabat lama kita kan dalam usia yang juga termasuk kategori rentan dalam kondisi yang termasuk kategori rentan. Belum lagi kalau pejabat pergi itu kan ada pendamping-pendampingnya ini juga akan mengurangi resiko-resiko itu," ujar Dicky.

Baca juga: Covid-19 Naik Lagi, Ini Gejala Omicron Centaurus yang Harus Diwaspadai

 

Dapat berdampak ke masyarakat

Dicky menyebut jika kebijakan penundaan perjalanan luar negeri bagi pejabat juga dapat mempengaruhi masyarakat umum yang berpergian ke luar negeri.

Hal tersebut dikarenakan faktor resiko dan potensi penularan infeksi Covid-19 apabila kembali ke Indonesia.

"Pada gilirannya ini langsung atau tidak langsung akan berdampak pada aktivitas pelaku perjalanan luar negeri lainnya gitu," ucap Dicky.

Meskipun demikian dalam konteks urgensi, berpergian masih dimungkinkan untuk perjalanan bisnis dan diplomatik.

"Belum untuk melakukan pelarangan seperti itu (perjalanan bisnis) karena pada prinsipnya dalam konteks varian-varian yang kita hadapi saat ini ataupun yang ke depan," ungkap Dicky.

Penguatan dalam negeri

Selain itu, Dicky menghimbau pemerintah untuk melakukan penguatan respons pandemi Covid-19 di dalam negeri.

Penguatan tersebut seperti pelaksaan 3T, deteksi dini, 5M, dan vaksinasi sebagai bekal imunitas.

"Juga vaksinasi memperkuat bekal imunitas antara lain dengan dosis ketiga dan juga dosis keempat pada beberapa kasus," kata Dicky.

Pemerintah harus tetap menjaga konsistensi penagangan Covid-19 agar nantinya ketahanan masyarakat secara nasional tidak menurun.

"Kesehatan nasionalnya tetap bisa terus terjaga nah ini yang jauh juga sangat urgen atau penting untuk diperkuat di setiap daerah," jelas Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi