KOMPAS.com - Sebuah unggahan yang menyebut cuaca dingin yang terjadi pada 23 Juli-22 Agustus 2022 karena dampak dari fenomena alphelion, viral di media sosial Facebook.
"Mulai besok hingga 22 Agustus 2022 cuaca akan lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya.
Ini disebut fenomena Albelian, Dimulai besok pagi jam 5:27 kita tidak hanya akan melihat tetapi juga mengalami efek dari Fenomena Alphelion," tulis pengunggah.
Pengunggah mengatakan, jarak antara Matahari dan Bumi selama fenomena Alphelion akan menjadi 152 juta kilometer, lebih jauh dari biasanya yang hanya 90 juta kilometer.
Tak hanya itu, fenomena alphelion ini disebut juga akan mengakibatkan tubuh pegal-pegal, tenggorokan tersumbat, demam, bantuk, dan gangguan pernapasan.
Baca juga: Dingin Trending di Twitter, Apa Penyebab Suhu Dingin Akhir-akhir Ini?
Informasi yang diunggah 22 Juli 2022 itu sudah dibagikan hampir 2.000 kali dan disukai 550 warganet. Benarkah informasi tersebut?
Baca juga: Pendaftaran HAKI Citayam Fashion Week, Pakar BRIN: Komodifikasi Ruang Publik
Penjelasan BRIN
Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan fenomena aphelion memang terjadi ketika Bumi berjarak paling jauh dari Matahari.
Menurutnya, fenomena aphelion selalu terjadi dalam bulan Juli selama 200 tahun terakhir sejak tahun 1800.
Berbanding terbalik dengan aphelion, fenomena perihelion terjadi ketika Bumi berjarak dekat dengan Matahari.
Untuk perihelion, selalu terjadi pada bulan Januari dalam 200 tahun terakhir.
"Tanggal perihelion dan dan aphelion cenderung berubah-ubah setiap tahunnya," kata Andi, dikutip dari laman Edukasi Sains Antariksa BRIN.
"Hal ini disebabkan oleh peturbasi atau gangguan dari gravitasi planet yang lebih besar, seperti Jupiter," sambungnya.
Akan tetapi Andi menegaskan, aphelion dan perihelion tidak berdampak pada penurunan atau kenaikan suhu di permukaan Bumi.
Baca juga: Daftar Daerah dengan Suhu Dingin Ekstrem, Capai 2 Derajat Celsius hingga Muncul Es
Andi menjelaskan, faktor klimatologis atau iklim juga berperan besar dalam perubahan suhu di suatu wilayah.
Selain itu, aphelion dan perihelion juga tidak terjadi dalam waktu yang cukup lama. Namun, hanya pada tanggal-tanggal tertentu.
"Hal ini dikarenakan orbit Bumi ikut mengitari Matahari, maka posisi perihelion pada orbit Bumi juga akan bergeser terhadap ekuinoks vernal atau perpotongan orbit Bumi dengan proyeksi katulistiwa pada bola langit," jelas dia.
"Fenomena ini disebut juga presisi apsidal, di mana setiap 50 tahun sekali, tanggal perihelion dan aphelion cenderung bergeser satu hari lebih lambat," lanjutnya.
Baca juga: Peneliti BRIN Berhasil Temukan Dua Spesies Baru Begonia, Endemik di Kepulauan Maluku
Penyebab cuaca dingin belakangan
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin menjelaskan suhu dingin belakangan merupakan fenomena yang umum terjadi pada musim kemarau mulai Juli hingga September.
"Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur yang berasal dari Benua Australia," kata Miming, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Menurutnya, wilayah Australia pada Juli-Agustus sedang berada dalam periode musim dingin.
Tingginya pola tekanan udara itu menyebabkan terjadinya pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Monsun Australia.
Ia menuturkan, angin Monsun Australia bertiup menuju belahan bumi utara dan melewati wilayah Indonesia.
"Kondisi ini turut memicu suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara terasa lebih dingin terutama pada malam hari," lanjut dia.
Baca juga: Suhu Dingin di Sejumlah Wilayah Indonesia, BMKG Ungkap Penyebabnya
Kondisi awan di Jawa dan Nusa Tenggara
Selain Monsun Australia, suhu dingin belakangan juga dipengaruhi oleh tingkat kondisi awan.
Miming memaparkan, berkurangnya tingkat awan di sekitar Jawa hingga Nusa Tenggara memicu kondisi suhu lebih dingin terutama di malam hari.
Sebab kondisi angit cerah tanpa awan atau clear sky di malam hari menyebabkan radiasi yang dilepaskan ke atmosfer oleh bumi menjadi maksimal.
"Sehingga kondisi suhu di permukaan bumi akan terasa lebih dingin," jelas Miming.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.