Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otopsi: Pengertian dan Prosesnya untuk Cari Tahu Penyebab Kematian

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi jenazah, jasad manusia
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Jenazah Brigadir J telah dilakukan otopsi ulang untuk mengetahui penyebab kematiannya pada Rabu (27/7/2022).

Pantauan Kompas.com di RSUD Sungai Bahar, otopsi sudah dilakukan sejak pukul 09.00 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB. 

Ketua tim dokter forensik, Ade Firmansyah Sugiharto mengatakan, hasil otopsi Brigadir J akan keluar dalam beberapa pekan.

"Hasil otopsi baru keluar setelah 4-8 minggu," kata Firmansyah dalam konferensi pers di RSUD Sungai Bahar, dikutip dari Kompas.com Rabu (27/7/2022).

Dia mengatakan, hasil otopsi lama keluar karena ada bagian luka yang butuh pemeriksaan mikroskopis, untuk menentukan apakah luka terjadi setelah atau sebelum kematian.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Otopsi Brigadir J Selesai, Hasilnya Akan Keluar 4-8 Pekan

Lalu, apa itu otopsi, apa saja jenisnya, serta bagaimana prosesnya sehingga dapat mengetahui penyebab kematian seseorang?

Apa itu otopsi?

Dilansir dari WebMD, (5/11/2020), otopsi adalah pembedahan rinci dari orang yang meninggal. Proses ini dilakukan untuk menentukan atau mengetahui penyebab orang tersebut meninggal.

Otopsi juga dikenal dengan sebutan post-mortem.

Jenis otopsi

Dikutip dari penjelasan dr. Kanina Sista, Sp.F, M.Sc di laman RSUP Soeradji, terdapat dua jenis otopsi yang banyak dikenal, yaitu otopsi medikolegal dan otopsi klinis.

Walaupun dari kedua jenis otopsi tersebut memiliki prosedur yang sama tetapi memiliki tujuan yang berbeda.

1. Otopsi medikolegal

Otopsi medikolegal bertujuan untuk mengetahui identitas jenazah, penyebab dan cara kematian, waktu kematian, pengumpulan barang bukti dan sebagainya dalam upaya peradilan.

Otopsi medikolegal dilakukan berdasarkan permintaan pemeriksaan dari kepolisian sehingga akan menghasilkan dokumen pembuktian suatu perkara pada jenazah dengan kecurigaan kematian tidak wajar atau dalam perkara pidana/perdata.

2. Otopsi klinis

Otopsi klinis bertujuan untuk mengetahui diagnosa penyakit yang menyebabkan kematian ketika pemeriksaan yang dilakukan saat hidup gagal.

Otopsi klinis juga digunakan untuk mengetahui perjalanan penyakit yang menyebabkan kematian, walaupun diagnosis kematiannya sudah ditegakkan.

Berbeda dengan otopsi medikolegal yang dilakukannya otopsi klinis datang dari keluarga.

Baca juga: Kapolri: Hasil Otopsi Ulang Brigadir J Akan Disampaikan ke Publik

 

Kondisi yang memerlukan otopsi

  • Kematian tidak wajar seperti pada kasus pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan.
  • Kematian mendadak yang mencurigakan.
  • Kematian yang tidak diketahui penyebabnya.
  • Evaluasi terhadap prosedur medis tertentu.
  • Mencari informasi kondisi genetik untuk keluarga.
  • Berdasarkan permintaan polisi/keluarga.

Selain hal-hal tersebut di atas, prosedur otopsi dapat dilakukan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian dimana keputusan untuk melakukan otopsi tergantung keputusan keluarga.

Prosedur otopsi

Sebelum dilakukan otopsi akan dilakukan pengumpulan informasi dari berbagai sumber dan pemeriksaan administratif seperti adanya surat permintaan kepolisian atau surat permintan keluarga.

Otopsi dilakukan oleh dokter spesialis forensik dan tim dengan cara melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam jenazah.

1. Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar yang diperiksa adalah pakaian jenazah, dokumen, tinggi badan, berat badan, rambut dan ciri khusus seperti tato atau bekas luka.

Semua tanda kematian jenazah dan perlukaan yang ada di tubuh jenazah juga diperiksa serta didokumentasikan. Pemeriksaan luar jenazah dilakukan tanpa melakukan pembedahan pada jenazah.

2. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam atau bedah mayat dilakukan dengan cara membuka tubuh jenazah dengan atau tanpa mengeluarkan bagian-bagian organ dalam dengan tujuan mengetahui sebab kematiannya. Apabila dibutuhkan, dapat diambil sedikit sampel organ untuk dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik (sesuai persetujuan dari pihak keluarga).

3. Pemeriksaan penunjang

Jika dibutuhkan, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kasus yang ditangani.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan masing-masing jenazah dapat berbeda-beda tergantung jenis kasusnya.

Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada organ dalam, pemeriksaan kadar alkohol atau racun lain dalam tubuh, dan lain-lain.

Jika pemeriksaan selesai dilakukan, organ dalam (selain sampel pemeriksaan) dikembalikan ke dalam tubuh jenazah dan dijahit serta dilakukan pemulasaraan jenazah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

 

Peran keluarga dalam menghadapi otopsi

Secara umum, dokter akan menjelaskan pelaksanaan otopsi kepada keluarga. Keluarga dapat menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti atau ingin diketahui.

Keluarga dapat menunggu selama pemeriksaan berlangsung dan setelah seluruh prosedur selesai, keluarga dapat melakukan proses selanjutnya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi