Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Peneliti BRIN dan BMKG soal Kenapa Cuaca Akhir-akhir Ini Dingin

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Tangkapan layar unggahan di Facebook yang menyebut cuaca dingin akhir-akhir ini karena fenomena aphelion.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang memberikan penjelasan perihal hoaks unggahan viral yang menyebut cuaca dingin yang terjadi akhir-akhir ini diklaim dari dampak fenomena aphelion.

Andi mengatakan, fenomena aphelion memang terjadi ketika Bumi berjarak paling jauh dari Matahari.

Fenomena aphelion selalu terjadi pada Juli selama 200 terakhir sejak 1800.

Baca juga: Penyebab Suhu Dingin dan Daerah dengan Suhu Terdingin di Indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbanding terbalik dengan aphelion, fenomena perihelion terjadi ketika Bumi berjarak dekat dengan Matahari.

Untuk perhelion, selalu terjadi pada Januari dalam 200 terakhir.

Kendati demikian, pihaknya menegaskan aphelion dan perihelion tidak berdampak pada penurunan atau kenaikan suhu di permukaan Bumi.

Baca juga: Apa Dampak Fenomena Aphelion 6 Juli 2021? Ini Penjelasan Lapan

Cuaca dingin karena faktor klimatologis

Faktor klimatologis atau iklim, imbuhnya berpengaruh besar dalam perubahan suhu di suatu wilayah.

Selain itu, Andi juga menambahkan, aphelion dan perihelion tidak terjadi dalam waktu yang cukup lama. Namun hanya pada tanggal-tanggal tertentu.

"Hal ini dikarenakan orbit Bumi ikut mengitari Matahari, maka posisi perihelion pada orbit Bumi juga akan bergeser terhadap ekuinoks vernal atau perpotongan orbit Bumi dengan proyeksi katulistiwa pada bola langit," jelas dia, dikutip dari laman Edukasi Sains Antariksa BRIN.

"Fenomena ini disebut juga presisi apsidal, di mana setiap 50 tahun sekali, tanggal perihelion dan aphelion cenderung bergeser satu hari lebih lambat," lanjutnya.

Baca juga: Daerah yang Berpotensi Terjadi Fenomena Embun Es seperti Dieng

Analisis dari BMKG

Sementara itu, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin menjelaskan suhu dingin belakangan merupakan fenomena yang umum terjadi pada musim kemarau mulai Juli hingga September.

"Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur yang berasal dari Benua Australia," kata Miming, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Menurutnya, wilayah Australia pada Juli-Agustus sedang berada dalam periode musim dingin.

Baca juga: 5 Kota Paling Dingin di Dunia, Mana Saja?

 

Tingginya pola tekanan udara itu menyebabkan terjadinya pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Monsun Australia.

Ia menuturkan, angin Monsun Australia bertiup menuju belahan Bumi utara dan melewati wilayah Indonesia.

"Kondisi ini turut memicu suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara terasa lebih dingin terutama pada malam hari," lanjut dia.

Baca juga: Plus Minus Minum Air Es

Selain hal di atas, suhu dingin belakangan ini juga dipengaruhi oleh tingkat kondisi awan.

Berkurangnya tingkat awan di sekitar Jawa hingga Nusa Tenggara memicu kondisi suhu lebih dingin terutama di malam hari.

Sebab kondisi angit cerah tanpa awan atau clear sky di malam hari menyebabkan radiasi yang dilepaskan ke atmosfer oleh Bumi menjadi maksimal. "Sehingga kondisi suhu di permukaan bumi akan terasa lebih dingin," jelas Miming.

Baca juga: Viral, Unggahan Pertalite Hilang di Banjarnegara, Ini Kata Pertamina

Diberitakan sebelumnya, unggahan yang menyebut cuaca dingin yang terjadi pada 23 Juli hingga 22 Agustus 2022 karena dampak dari fenomena aphelion ramai di media sosial Facebook.

"Mulai besok hingga 22 Agustus 2022 cuaca akan lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya.

Ini disebut fenomena Albelian, Dimulai besok pagi jam 5:27 kita tidak hanya akan melihat tetapi juga mengalami efek dari Fenomena Alphelion," tulis pengunggah.

Pengunggah mengatakan, jarak antara Matahari dan Bumi selama fenomena Alphelion akan menjadi 152 juta kilometer, lebih jauh dari biasanya yang hanya 90 juta kilometer.

Tak hanya itu, fenomena alphelion ini disebut juga akan mengakibatkan tubuh pegal-pegal, tenggorokan tersumbat, demam, bantuk, dan gangguan pernapasan.

Baca juga: Viral, Video Toilet Kereta Tampak Bolong Tanpa Tadah, Ini Kata KAI

(Sumber: Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh, Diva Lufiana Putri | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Rendika Ferri Kurniawan)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Alasan Sering Buang Air Kecil Saat Suhu Dingin

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi