KOMPAS.com - Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah akan jatuh pada Sabtu 30 Juli 2022 di Indonesia.
Dikutip dari laman Kemendikbud, 1 Muharam merupakan awal dari penanggalan Islam atau Hirjriah yang ditetapkan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab.
Kalander Hijriah turut dikenal masyarakat Jawa ketika agama Islam berkembang di Nusantara.
Pada tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru saat Kerajaan Demak berkuasa, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriah dengan sistem kalender Jawa.
Oleh sebab itu, dalam peringatan awal kalender Hijriah 1 Muharam juga diperingati sebagai awal kalender Jawa, yakni 1 Suro.
Meskipun begitu, tanggal 1 Suro memiliki selisih satu hari lebih lambat dengan 1 Muharam pada kalender Hijriah.
Tanggal 1 Suro diperingati saat malam hari. Oleh sebab itu masyarakat Jawa sering mendengar istilah malam 1 Suro.
Baca juga: Kebo Bule Milik Keraton Surakarta Mati Terpapar PMK, Bagaimana Kirab Malam 1 Suro Nanti?
Sejarah malam 1 Suro
Satu Suro merupakan bulan pertama di tahun baru Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharam di kalender Hijriah.
Kalender Jawa tersebut pertama kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo pada 1940.
Pada waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyat untuk menggempur Belanda di Batavia (Jakarta) sekaligus menyatukan Pulau Jawa.
Karena tidak ingin rakyat terpecah belah karena masalah keyakinan, Sultan Agung kemudian menyatukan kelompok santri dan abangan setiap hari Jumat Legi.
Pada Jumat Legi itulah dilakukan pengajian oleh para penghulu kabupaten sekaligus ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.
Akibatnya, 1 Muharam atau 1 Suro yang dimulai pada hari Jumat Legi dikeramatkan oleh masyarakat Jawa.
Bahkan akan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.
Baca juga: Cerita di Balik Peringatan Malam 1 Suro
Tradisi satu Suro
Dalam perjalanan waktu, peringatan 1 Suro kemudian mengalami alkulturasi dengan budaya daerah, sehingga menghasilkan sejumlah tradisi yang unik.
Dikutip dari Kompas.com (21/8/2022), masyarakat Jawa tradisional memaknai 1 Suro dengan penghayatan, prihatin, religius, dan penuh meditasi.
Hal-hal yang sering dilakukan ketika malam 1 suro seperti puasa mutih, mandi di tengah malam, meditasi, ziarah ke makam atau ke gunung, berjalan kaki sepanjang malam, hingga mengelilingi tembok keraton.
Berikut adalah beberapa tradisi masyarakat Jawa saat peringatan malam 1 Suro:
1. Jamasan PusakaTradisi Jamasan Pusaka banyak dilakukan di banyak tempat di Pulau Jawa, seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta.
Dikutip dari Kompas.com (1/9/2019), maksud dilakukannya Jamasan Pusaka bertujuan untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan dan ketentraman.
Upacara Jamasan Pusaka dilakukan secara bertahap dengan memandikan pusaka yang berbentuk keris, tombak dan benda-benda pusaka lainnya.
Adapun, tahapan-tahapan yang dilalui dalam upacara tersebut dimulai dengan pengambilan pusaka dari tempat penyimpanannya, tirakatan (semedi), arak-arakan, dan tahap jamasan atau pemandian.
Baca juga: Mengenal 5 Tradisi Masyarakat Saat Peringatan 1 Suro
2. Sedekah LautTradisi Sedekah Laut biasa dilakukan warga pada saat bulan Suro di sekitar Pantai Baron dan Pantai Kukup, Gunungkidul, Yogyakarta.
Di kutip dari Kompas.com (10/9/2018), di Pantai Baron, Sedekah Laut dimulai dengan kenduri yang diikuti oleh warga yang mencari rezeki di sekitar pantai.
Setelah kenduri, warga dengan pakaian tradisional kemudian membawa makanan dan gunungan yang berisi hasil bumi untuk dilarung ke laut.
Sesampainya di pinggir pantai, sesepuh atau orang yang dituakan oleh warga sekitar akan membuka ritual dengan doa.
Selain itu juga dilakukan tabur bunga dengan beberapa sesaji, kemudian gunungan dinaikkan di atas kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa menuju laut.
Adapun benda yang dilarung merupakan simbol membuang sifat jelek manusia yang dilambangkan dengan kepala kambing.
Baca juga: Kirab Malam 1 Suro, Tradisi Mengarak Kerbau Bule Keramat di Keraton Kasunanan Surakarta
3. Kirab SuroTradisi Kirab Suro biasa digelar Keraton Kasunanan Surakarta di Jawa Tengah, dengan kirab kebo bule dan benda pusaka milik keraton.
Dikutip dari Kompas.com (22/9/2017), prosesi kirab biasa dimulai menjelang tengah malam pada pukul 23.00 WB.
Adapun rute kirab yang dilewati mulai dari Kori Kamendungan menuju Kawasan Sapit Urang depan keraton lalu menuju Jalan Sudirman.
Setelah itu, kirab menuju arah timur melewati Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, lalu Jalan Slamet Riyadi, hingga bunderan Gladag dan kembali lagi menuju keraton.
Setelah kirab, masyarakat akan berebut sesaji yang telah disediakan. Sebagian orang percaya jika sesaji pada malam 1 Suro dapat memberikan keselamatan dan berkah.
4. Tapa BisuTradisi Tapa Bisu dilakukan oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta pada setiap malam 1 Suro.
Dikutip dari Tribun Jogja, ritual tersebut dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta dengan tanpa berbicara sepatah kata pun.
Tradisi mubeng beteng atau keliling benteng tanpa berbicara ini diprakarsai oleh Sultan Agung.
Dulunya, tradisi ini dilakukan oleh prajurit keraton dalam rangka mengamankan lingkungan keraton sebelum adanya benteng.
Ritual mubeng benteng dilakukan sesuai falsafah Jawa dengan memutari benteng dari sisi kiri atau barat keraton.
Kiri dalam bahasa Jawa berarti kiwo, yang berarti tujuan mubeng beteng adalah ngiwake atau membuang hal-hal buruk.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.