KOMPAS.com - Kirab malam 1 Suro merupakan tradisi memperingati hari pertama dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah.
Pada malam 1 Suro nanti, masyarakat Jawa akan melakukan berbagai ritual dan tradisi, tak terkecuali di dalam lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
Salah satu tradisi pada malam 1 Suro yakni melakukan kirab yang akan dihadiri mulai dari Raja dan keluarganya, kerabat Raja, abdi dalem, hingga masyarakat umum.
Tak hanya masyarakat, namun kerbau atau kebo bule yang merupakan keturunan Kebo Kyai Slamet juga akan ikut serta dalam kirab ini.
Kebo bule menjadi salah satu hewan yang dilibatkan dalam rangkaian tradisi memperingati malam 1 Suro yang sakral di Keraton Kasunanan Surakarta.
Baca juga: Kebo Bule Milik Keraton Surakarta Mati Terpapar PMK, Bagaimana Kirab Malam 1 Suro Nanti?
Kebo bule minum kopi dan makan umbi
Pada 4 Februari 2021, salah satu warganet menuliskan bahwa kebo bule akan diberi minum kopi dan diberi makan sesaji berupa umbi-umbian sebelum dikirab di malam 1 Suro.
Lantas, benarkah kebo bule akan diberi minum kopi dan diberi makan umbi-umbian sebelum kirab?
Saat dikonfirmasi, Pengageng Parentah Keraton Solo KGPH Dipokusumo atau Gusti Dipo membenarkan bahwa kebo bule akan diberi kopi dan umbi-umbian sebelum dikirab.
"Inggih (iya), biasanya begitu," jelas dia, ketika dihubungi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (29/7/2022).
Ia menjelaskan, tujuan akan hal tersebut sebagai simbolisasi alur kehidupan.
"Kalau sejenis ketela atau pohong atau umbi-umbian maknanya tentang symbolicum. Sangkan paraning dumadi, momentum masa lalu, makanan pala kesampar dan polo gemantung," lanjut Gusti Dipo.
Baca juga: Sejarah Peringatan Malam Satu Suro dan Berbagai Tradisinya di Indonesia
Asal mula kebo bule
Dilansir dari laman keraton.perpusnas.go.id, yang mengutip buku Babad Sala karya Raden Mas (RM) Said, disebutkan bahwa leluhur kebo bule adalah hewan kesayangan Pakubuwono II.
Ketika itu, keraton masih bertempat di Kartasura.
Sementara itu, dalam versi lain, kebo bule berkaitan erat dengan daerah Ponorogo, Jawa Timur.
Saat Pakubuwono II mengungsi ke Ponorogo sewaktu terjadinya Geger Pacinan pada 1742, Pakubuwono II mendapat kenang-kenangan dari Bupati Ponorogo.
Lewat penelitiannya, Penelusuran Sejarah Kebo Bule "Kyai Slamet" di Keraton Surakarta dan Kelahiran Kesenian Kebo Bule sebagai Media Dakwah Islam di Ponorogo,
Rudianto (et.al) disebutkan, sesampainya di Ponorogo, Pakubuwono II bersemadi.
Dalam semadinya, Pakubowono II mendapat petunjuk mengenai benda pusaka bernama Kyai Slamet.
Benda itu disebut dapat dijadikan media untuk menyejahterakan kehidupan rakyatnya pada saat itu.
Baca juga: Sejarah dan Makna Lambang Keraton Yogyakarta yang Dibuat Tahun 1921
Sebagai syaratnya, Pakubuwono II harus mencari kerbau warna putih yang gunanya untuk mengawal atau mendampingi benda pusaka tersebut.
Dikutip dari Kompas.com, 21 Februari 2021, Geger Pacinan sendiri telah membuat istana Keraton Kartasura luluh lantak. Hal ini membuat Pakubuwono II harus mencari lokasi baru untuk membangun istana keraton.
Kebo bule itu konon memiliki andil dalam menentukan lokasi baru untuk keraton.
Leluhur kebo bule pun dilepas dan diikuti oleh abdi dalem. Singkat cerita, kebo bule itu berhenti di lokasi yang kini menjadi Keraton Kasunanan Surakarta.
Baca juga: Duduk Perkara Penjebolan Tembok Benteng Keraton Kartasura
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.