Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Citayam Fashion Week dan Kekayaan Intelektual

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Pengunjung menunggu menyaksikan peragaan busana jalanan di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Fenomena Citayam Fashion Week di kawasan Dukuh Atas mendadak viral karena gaya busana nyentik yang didominasi anak muda dari Depok, Citayam, dan Bojonggede.
Editor: Sandro Gatra

KOMPAS.com 26 Juli 2022 memberitakan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meminta pihak yang bukan pencetus Citayam Fashion Week untuk tidak mengajukan permohonan merek.

Apalagi jika pihak yang mengajukan permohonan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari orang pertama pencetus nama Citayam Fashion Week.

“Kalau bukan pencetus yang pertama kali, atas sebuah tanda yang dikategorikan sebagai merek, dan tidak mendapatkan persetujuan dari mereka yang mencetuskan, sebaiknya kita jangan mendaftarkannya. Itu sama saja dengan merampas punya orang lain," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu dalam konferensi pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Razilu mengungkapkan, pada dasarnya setiap pihak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek.

Kendati demikian, dia memastikan bahwa tidak semua pihak yang mengajukan permohonan itu dapat dikabulkan atau diterima pendaftarannya oleh DJKI.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal itu ia sampaikan dengan mengutip aturan hukum soal pendaftaran merek, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

"Semua pihak dapat mendaftarkan mereknya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) sepanjang didasarkan pemohon yang beritikad baik dan berintegritas serta memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis," jelas Razilu.

Sebagai warga negara yang awam hukum namun berupaya patuh hukum, sepenuhnya saya setuju dengan pernyataan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Saya menghargai sikap cermat Kemenkumham dalam memproses permohonan pendaftaran kekayaan intelektual yang memang cukup kompleks maka cukup rumit.

Terutama harus seksama dicegah jangan sampai kekayaan intelektual dimonopoli para pemilik modal yang lebih memiliki akses ke pendaftaran kekayaan intelektual.

Jangan sampai kepemilikan hak atas kekayaan intelektual malah lepas dari tangan pihak yang sebenarnya adalah justru yang menciptakan kekayaan intelektual yang didaftarkan.

Tradisi hak paten berasal dari Amerika Serikat maka wajar bahwa di lembaran sejarah Amerika Serikat sudah tercatat cukup banyak data hitam di mana kekayaan intelektual dimiliki secara legal bukan oleh yang menciptakannya, tetapi sekadar pihak yang terlebih dahulu mendaftarkan dan membayar biaya pendaftaraannya.

Kini sejarah iptek sudah membuktikan bahwa penemu lampu pijar sebenarnya bukan Thomas Alfa Edision dan penemu telepon sebenarnya bukan Graham Bell.

Namun nama-nama yang sudah terlanjur tercatat di daftar kantor Hak Paten Amerika Serikat adalah Thomas Alfa Edison sebagai penemu lampu pijar dan Graham Bell sebagai penemu telepon.

Secara kronologis memang kedua beliau adalah yang pertama datang dan mendaftarkan hak paten, maka keduanya yang kemudian abadi tercatat di lembaran sejarah peradaban manusia.

Berbagai pihak yang merasa diri sebagai penemu lampu pijar dan telepon sebenarnya sudah protes ke pengadilan ekonomi Amerika Serikat namun kapitalisme telah membuat Edison dan Bell sedemikian maha kaya raya sekaligus berkuasa berkat kepemilikan hak paten lampu pijar dan telepon sehingga kedua beliau mampu membayar super-lawyer sakti mandraguna yang mampu membuat kedua beliau untouchable alias tidak tersentuh oleh hukum.

Mahfum bahwa ada meski tidak semua pengacara berkarya di lahan industri hukum bukan hanya di Amerika Serikat memang menganut paham maju tak gentar membela yang bayar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi