Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Alami Inflasi Tertinggi sejak 2015, Apakah Bisa Resesi Lagi?

Baca di App
Lihat Foto
Freepik
Apa itu resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu yang stagnan dan lama, dimulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Indonesia mencatatkan laju inflasi tertinggi sejak Oktober 2015.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi pada Juli 2022 secara tahunan (yoy) mencapai 4,94 persen dan secara bulanan (yoy) sebesar 0,64 persen.

Dalam laporan tersebut, inflasi komponen bergejolak atau volatile food pada Juli 2022 menjadi yang terbesar yakni 1,41 persen dan menyumbang 0,25 persen pada inflasi nasional.

Baca juga: Inflasi Juli Tertinggi Sejak 2015, Sri Mulyani: Masih Relatif Moderat

Secara tahunan, inflasi volatile food bahkan mencapai 11,47 persen (yoy). Tingkat inflasi itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 2014 dengan 11,91 persen.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada komponen volatile food, komoditas yang mengalami kenaikan harga paling tinggi pada Juli 2022 adalah cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit.

Selain pangan, inflasi juga dipengaruhi oleh kenaikan harga energi.

Lantas, apa yang akan terjadi dengan adanya laju inflasi tertinggi sejak 2015 ini?

Ancaman stagflasi

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia masih aman dari ancaman resesi,

Meskipun angka inflasi mencatatkan angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Alasannya Indonesia sejauh ini belum mengalami tekanan kurs yang dalam. Pemerintah juga masih menahan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis subsidi.

Alih-alih resesi, Bhima lebih mengkhawatirkan akan adanya stagflasi.

"Yakni inflasi meningkat tapi tidak dibarengi dengan pembukaan kesempatan kerja," kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (2/8/2022).

Menurutnya, data menunjukkan bahwa masih ada 11,5 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19.

Misalnya, masyarakat korban PHK, pekerja dengan jam kerja belum penuh, serta pekerja yang dirumahkan.

"Di sisi lain, ada tambahan angkatan kerja total 4,2 juta orang per tahun," jelas dia.

Baca juga: Inflasi Juli Tertinggi Sejak 2015, BI Sebut Inflasi Inti Tetap Terjaga Rendah

 

Ketersediaan lapangan kerja

Bhima menuturkan, industri saat ini berada dalam posisi tertekan.

Sebab inflasi biaya produksi yang tinggi tapi tidak dibarengi dengan kenaikan biaya produksi ke konsumen akhir.

Akibatnya, industri-industri tersebut menunda untuk merekrut pekerja baru.

Karenanya, ia berharap agar pemerintah tidak hanya membagikan bantuan sosial (bansos) dan subsidi energi, tetapi juga mendorong pembukaan lapangan kerja.

"Investasi yang masuk harus lebih padat karya, kemudian program BUMN juga diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih besar lagi," ujarnya.

Baca juga: BPS Ingatkan Pengaruh Kenaikan Inflasi ke Peningkatan Kemiskinan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi