Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Luhut soal TNI Bisa Masuk Pemerintahan Dinilai Tidak Nyambung

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi Kemenko Marves
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sambutan di acara Penyerahan Data Perkebunan Sawit Kabupaten dalam rangka Audit Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia, Kamis (7/7/2022).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengusulkan perubahan Undang-Undang TNI.

Usulan perubahan undang-undang ini dilakukan agar anggota TNI aktif bisa bertugas di Pemerintahan baik di  kementerian atau lembaga.

"Undang-undang TNI itu sebenarnya ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam," kata Luhut dalam acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD, Jumat (5/8/2022).

"Bahwa TNI ditugaskan di kementerian atau lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," sambungnya.

Dengan penugasan di lembaga pemerintahan, Luhut menyebut tak akan ada lagi perwira-perwira tinggi TNI AD yang mengisi jabatan tak perlu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Luhut Usul Perwira TNI Bisa Tugas di Kementerian/Lembaga, Pengamat: Itu Menentang Reformasi!

Dinilai tidak sinkron masalah dengan solusi

Menanggapi usulan Luhut, pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STIH) Jentera Bivitri Susanti menilai, usulan penugasan perwira TNI di kementerian atau lembaga juga tidak nyambung antara masalah dengan solusi.

"Karena kalau masalahnya di TNI adalah kebanyakan perwira yang tidak punya pos jabatan, maka memang ini adalah PR yang belum selesai dari sejak reformasi di sektor keamanan dan pertahanan dulu dimulai," kata Bivitri kepada Kompas.com, Rabu (10/8/2022).

"Security sector reform itu harusnya juga meliputi bagaimana melihat antara rekrutmen yang dilakukan, jenjang karier, pos-pos jabatan yang ada, sehingga lebih rapi," sambungnya.

Dengan begitu, tak ada lagi penumpukan perwira TNI dalam satu titik.

Ia menuturkan, persoalan inilah yang sebenarnya harus diselesaikan, bukan kemudian membagi-bagi perwira TNI di kementerian.

"Jadi ini solusi yang keliru atau tidak berkaitan antara akar masalahnya dengan solusi yang harusnya dikeluarkan," jelas dia.

Baca juga: Luhut Usul Perwira Aktif TNI Bisa Menjabat di Kementerian/Lembaga

 

Bertentangan dengan demokrasi

Selain itu, usulan mengubah UU TNI untuk tujuan tersebut juga tidak bisa diterima dalam konteks demokrasi.

Menurutnya, antara jabatan sipil dan militer di semua negara demokrasi tidak bisa dianggap sebagai satu kesatuan. Sebab, pola pengambilan keputusan dan pendekatan yang digunakan dalam militer tidak demokratis.

"Karena mereka memang dididik dan harus mengambil keputusan untuk kepentingan defence," ujarnya.

"Kan tidak mungkin, misalnya kalau negara kita diserang, terus mereka harus rapat dulu, musyawarah untuk mufakat apakah bertahan atau tidak, kan tidak begitu, pendekatannya pasti komando," lanjutnya.

Baca juga: Usul Luhut Perwira TNI Masuk Kementerian, Mesti Dibatasi dan Perjelas Aturan Main

Mundur dari militer jika ingin jabatan sipil

Menurut Bivitri, masalah tentara tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia. Namun menurutnya juga terjadi di semua militer dunia. Karena itu, Bivitri menyebut militer tidak kompatibel dengan democratic governance.

Ia menjelaskan, jabatan-jabatan sipil di pemerintahan memang harus diisi oleh sipil karena pendekatannya juga demokratis, serta pengambilan keputusannya terbuka dan transparan.

"Secara struktur harusnya berdasarkan kapasitas kompetensi. Kalau tentara kan berdasarkan hierarki-hierarki yang harus ditempuh dari atas ke bawah," kata dia.

Apaila ingin menduduki jabatan sipil, maka tentara harus mengundurkan diri terlebih dahulu.

Pengunduran diri pun harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu sebelum mengemban jabatan sipil.

"Jadi tidak bisa seseorang mundur terus besoknya menduduki jabatan sipil, itu pendekatan keliru," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi