Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tenaga Ahli Komisi VI DPR RI
Bergabung sejak: 18 Jul 2022

Alumni Pasca Sarjana IPB Bogor bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Urgensi Penyelamatan Danau di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Bacheindra
Danau Toba dilihat dari Bukit Gajah Bobok, Sumatera Utara.
Editor: Egidius Patnistik

TANGGAl 22 Juni tahun 2021 Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Dalam Perpres itu tertulis bahwa Ketua Dewan Pengarah adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, dalam hal ini Luhut Binsar Panjaitan. Ketua harian adalah menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tim penyelamat danau prioritas terdiri dari dua menteri koordinator, 11 menteri, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Panglima TNI, Kepala LIPI, dan Kepala Badan Informasi Geospasial.

Setahun Perpres ditandatangani, tidak sedikitpun menunjukkan perbaikan danau. Mengapa tidak kelihatan dampak dari perpres itu terhadap perbaikan danau?

Ketika Perpres Nomor 60 tahun 2021 terbit, saya sudah langsung pesimis membacanya karena struktur organisasinya sangat gemuk. Tidak mungkin lembaga yang terlalu banyak orangnya bisa menyelesaikan satu pekerjaan. Kegemukan organisasi penyelamatan ini yang membuatnya tidak bergerak.

Baca juga: Viral, Video Red Devil Invasi Perairan Danau Toba, Ikan Apa Itu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejatinya organisasi muncul berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan organisasi muncul berdasarkan masalah yang ada. Apa sesungguhnya masalah danau di Indonesia.

Masalah danau kita adalah mengalami degradasi, rusaknya sempadan, menurunnya air permukaan, luasnya yang makin berkurang, meningkatnya sedimentasi, menurunnya kualitas air (pencemaran air), keaneka ragaman hayati (biodiversity) yang terganggu, putusnya rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web), masuknya spesies invasif, hilangnya spesies endemik dan terjadinya penyuburan danau (eutrofikasi) dan lain sebagainya.

Jika kita melihat masalah yang dialami danau, maka dalam Perpres Nomor 60 tahun 2021 yang memprioritaskan 15 danau yang akan diselamatkan adalah kekeliruan. Sejatinya seluruh danau, situ, dan perairan yang bermanfaat bagi masyarakat harus diselamatkan secara serentak.

Pemilihan 15 danau prioritas menunjukkan kekeliruan dalam memahami pentingnya danau dan situ dalam kehidupan masyarakat. Danau dan situ di seluruh Indonesia harus diselamatkan secara bersama dan serentak. Sebab hampir semua danau dan situ bermasalah di Nusantara ini.

Sejumlah persoalan danau kita

Persoalan utama di hampir semua danau adalah pertama, eutrofikasi yaitu penyuburan danau akibat dari budi daya jaring apung. Budi daya jaring apung ini sangat berbahaya karena sisa pakan dan feses ikan itu menjadi unsur hara.

Baca juga: Produksi Ikan Keramba Jaring Apung Danau Toba Diturunkan Jadi 10.000 Ton

Unsur hara ini akan menimbulkan tumbuhnya ledakan enceng gondong (eichornia crassipes), berbagai jenis lumut dan tumbuh-tumbuhan di permukaan danau dan di dasar danau. Beragam biota danau tumbuh dengan tidak terkendali sebagai akibat dari unsur hara itu.

Dampak dahsyat dari unsur hara yang bersumber dari sisa pakan dan sisa feses adalah ledakan pertumbuhan phytoplankton yang dikenal dengan blooming. Blooming membuat air danau yang jernih berubah menjadi warna hijau. Blooming phytoplankton akan mengalami kematian yang kemudian proses kematian itu membutuhkan oksigen.

Oksigen yang terlarut dalam air diserap oleh proses pembusukan phytoplankton yang mengakibatkan ikan-ikan mati secara serentak karena kehabisan oksigen. Hal inilah yang menyebabkan kasus ikan di jaring apung acapkali mati secara serentak.

Unsur hara tidak hanya berasal dari budi daya jaring apung tetapi dapat juga dari sungai yang berasal dari sawah dan ladang penduduk. Unsur hara juga dapat berasal dari humus yang dibawa sungai dari pegunungan.

Kedua, sedimentasi yang berasal dari pegunungan karena lahan di hulu sungai dieksploitasi manusia tanpa terkendali. Pembangunan jalan di berbagai desa dan pembangunan jalan seperti di Samosir tidak memperhitungkan dampak sedimentasi ke Danau Toba.

Pembangunan jalan dan seluruh aktivitas di Pulau Samosir akan membawa sedimentasi ke danau terutama dimusim hujan ke Danau Toba. Lebih parah lagi ketika tanah-tanah dari daratan dipindahkan untuk reklamsi pantai. Reklamasi pantai dan sedimentasi dari aktivitas di darat yang akhirnya ke Danau Toba merupakan proses yang paling cepat dalam pendangkalan danau dan penyuburan danau.

Baca juga: Luhut Pandjaitan Pimpin Tim Penyelamatan Danau Kritis, Ini Tugasnya

Di sekitar Danau Toba dan di berbagai danau terjadi pendangkaln masif karena ketidakpedulian manusia. Manusia tidak melihat kepentingan danau yang lebih besar. Manusia hanya mampu melihat dari kepentingannya sendiri.

Hal inilah tantangan utama dalam menyiasati pendangkalan danau. Pendangkalan ini harus disiasati dengan cara edukasi dan penegakan hukum.

Ketiga, hilangnya spesies endemik dan masuknya spesies invasif yang menjadi predator di dalam ekosistem danau. Di Danau Toba, misalnya, spesies lokal seperti Ihan Batak hampir punah. Ikan invasif yang di Danau Toba disebut red devil telah menguasai Danau Toba.

Jika diteliti lebih dalam, spesies baru di Danau Toba cukup banyak. Red devil menyebar tanpa kendali, pemerintah sebagai pengambil kebijakan seolah pasrah. Bagaimana cara menghilangkan dominasi red devil di Danau Toba tidak dicarikan jalan keluarnya.

Di Danau Toba terjadi pembiaran masuknya spesies baru yang mengancam ekosistem danau. Melihat masuknya spesies baru yang tidak terkendali di Danau Toba sejatinya dibutuhkan penelitian agar cara penanganan kehadiran spesies baru secara akurat.

Peneliti perlu mempelajari perilaku (behavior) spesies baru yang telah mengganggu ekosistem Danau Toba dan di berbagai danau di Indonesia. Perilaku inilah yang menjadi dasar kebijakan untuk menuntaskan kehadiran spesies baru yang telah merusak ekosistem danau.

Spesies baru seperti red devil itu mengganggu ekosistem dan tidak memiliki nilai ekonomis. Dalam rangka menghindari masuknya spesies baru ke danau maka harus dibuat aturan agar menabur benih ikan di danau atau perairan harus berasal dari balai benih di sekitar danau atau perairan.

Jika kita menginventarisasi masalah danau secara akurat maka yang dibutuhkan adalah lembaga otoritatif yang memiliki kewenangan untuk memerintahkan para bupati yang ada di wilayah danau, seperti Danau Toba. Faktanya, di Danau Toba dibuat Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang berbisnis dengan cara menggunakan kekuatan negara untuk merebut tanah ulayat.

BODT sejatinya melakukan sinkronisasi ke tujuh kabupaten di sekitar Danau Toba untuk mengeksekusi Perpres Nomor 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya. Andaikan BPODT hadir untuk mengeksekusi Perpres 81 Tahun 2014 tentang Tata Ruang Kawasan Danau Toba maka tidak ada konflik Motung dan Sigapiton.

BPODT sejatinya mengembalikan kualitas air Danau Toba, menuntaskan masuknya spesies baru, mengembalikan spesies endemik dengan penangkaran, mengendalikan sedimentasi, melakukan konservasi dan membuat kegiatan-kegiatan yang menghadirkan tamu agar hotel dan penginapan di kawasan Danau Toba bangkit kembali seperti tahun sebelum krisis moneter tahun 1998.

Seluruh danau di Indonesia akan selamat jika ditangani secara serius. Organisasi yang gemuk seperti struktur di Perpres Nomor 60 tahun 2021 adalah masa lalu dan sudah terbukti gagal. Sebab dengan 11 menteri, 2 menko, panglima TNI, Kepala LIPI, Kepala BRIN dan Kepala Badan Informasi dan Geospasial sulit rapat. Karena sulit rapat maka tidak ada tindakan nyata menyelamatkan danau di Indonesia.

Danau di Indonesia segera akan pulih jika kita serius menanganinya dengan melibatkan para ahli, masyarakat lokal, dan pemerintah. Menyelamatkan danau membutuhkan organisasi yang ramping tetapi memiliki kewenagan yang kuat dan konsep yang berkelanjutan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi