Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Usulan Luhut TNI Aktif Masuk Pemerintahan Ditolak Jokowi

Baca di App
Lihat Foto
Maichel KOMPAS.com
Luhut saat Menyampaikan Keterangan Pers di Balai Kota Sorong
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Wacana perwira aktif TNI untuk masuk ke pemerintahan sedang ramai diperbincangkan.

Wacana tersebut bermula dari usul Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut mengusulkan perubahan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 TNI agar perwira aktif TNI dapat bertugas di kementerian/lembaga.

"Undang-undang TNI itu sebenarnya ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," kata Luhut, dikutip dari Kompas.com, Jumat (5/8/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Luhut, jika wacana itu terwujud dapat membuat para perwira tinggi TNI AD tidak ada lagi yang mengisi jabatan tak perlu, sehingga kerja TNI AD semakin efisien.

Selain itu, hal ini juga membuat perwira tinggi TNI AD tidak berebut jabatan karena dapat berkarir di luar institusi militer.

Luhut menambahkan bahwa wacana yang ia usulakan sudah berlaku bagi perwira aktif Polri yang bisa ditugaskan di sejumlah kementerian/lembaga.

Baca juga: Usulan Luhut soal TNI Bisa Masuk Pemerintahan Dinilai Tidak Nyambung

Jokowi tolak usulan Luhut

Presiden Joko Widodo memberikan tanggapan atas usulan Luhut mengenai perwira aktif TNI masuk ke pemerintahan.

Namun, wacana yang digulirkan Luhut mendapatkan respon penolakan dari Jokowi.

Jokowi menyebut jika saat ini tidak ada kebutuan mendesak untuk menempatkan TNI di kementerian/lembaga.

"Ya saya melihat masih kebutuhannya saya lihat belum mendesak," ujar Jokowi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/8/2022).

Saat ditanya kembali untuk memastikan usulan tersebut tidak akan terlaksana dalam waktu dekat, Jokowi kembali menegaskan soal kebutuhan.

"Ya kebutuhannya sudah saya jawab, kebutuhannya kan saya lihat belum mendesak," ucap Jokowi.

Baca juga: Luhut Usul Perwira TNI Bisa Tugas di Kementerian/Lembaga, Pengamat: Itu Menentang Reformasi!

Dwifungsi ABRI

Wacana yang diusulkan Luhut mendapatkan kritikan dari banyak pihak, salah satunya adalah Anggota Komisi 1 DPR dari Fraksi Golkar Dave Laksono.

Dave menilai, wacana memasukkan perwira aktif TNI di pemerintahan perlu banyak pertimbangan.

Karena apabila terealisasi dapat berkemungkinan besar terjadi dwifungsi ABRI yang tidak sesuai dengan semangat reformasi.

"Kita harus menjaga semangat reformasi agar tidak sampai kita kembali ke era sebelumnya di mana ada dwifungsi ABRI," kata Dave, dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/8/2022).

Menurut Dave, yang kini dibutuhkan di pemerintahan adalah sipil yang memiliki sikap dan kemampuan profesional dalam bertugas.

"Yang paling penting harus tetap dijaga adalah supremasi sipil dalam menjalankan roda pemerintahan dan roda demokrasi agar benar-benar hidup berjalan di Indonesia," ujar Dave.

Baca juga: Usulan Luhut TNI Aktif Bisa Jabat di Kementerian Dinilai seperti Pemikiran Orba

Pikiran Orba

Di lain sisi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai bahwa wacana tersebut memperlihatkan negara mendiamkan pikiran Orde Baru (Orba).

"Usul dari LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) menunjukkan bahwa ternyata negara mendiamkan pikiran orbais di tataran pejabatnya,” kata Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar, Senin (8/8/2022).

Oleh sebab itu, menurut Rivanlee, Presiden Jokowi perlu menegur sekaligus "membersihkan" para pejabat dari pikiran Orba.

Hal ini penting dilakukan agar para pejabat fokus bekerja menyejahterakan rakyat.

Rivanlee menilai jika usulan yang disampaikan Luhut dapat membawa banyak konsekuensi seperti penentuan posisi pada jabatan sipil tertentu bukan lagi berlandaskan kualitas seseorang, melainkan hanya dari kekuatan semata.

"Dalam hal ini jejaring TNI dengan pejabat publik yang berpotensi jelas melahirkan konflik kepentingan,” ungkap Rivanlee.

Atas dasar itu membuat sepatutnya ide Luhut memasukan perwira aktif TNI di kementerian/lembaga tidak direalisasi.

Baca juga: Luhut Ingin TNI Duduki Jabatan Sipil, Anggota DPR: Ini Bukan Bagi-bagi Jabatan

Bertentangan dengan reformasi

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa usulan Luhut bertentangan dengan reformasi.

Hal tersebut dikarenakan dwifungsi ABRI telah dihapuskan di awal reformasi atau saat era Presiden Abdurrahman Wahid menjabat.

"Usulan Luhut itu menentang reformasi yang menghapuskan dwifungsi, namun mendorong perbaikan kesejahteraan anggota TNI," ucap Feri dikutip dari Kompas.com, (10/8/2022).

Menurut Feri, penugasan perwira aktif TNI di pemerintahan dapat membuat kinerja anggota TNI semakin tidak profesional.

Sebab, anggota TNI bukan merupakan warga sipil, sehingga ada kemungkinan tidak bisa netral.

Feri menilai jika pemerintah lebih baik memastikan kesejahteraan anggota TNI dari pada menugaskannya di pemerintahan.

"Masa orang bertaruh nyawa untuk negeri ini gajinya jauh dari harapan," pungkas Feri.

Baca juga: Luhut Usul TNI Aktif Bisa Masuk Pemerintahan, Jokowi: Kebutuhannya Belum Mendesak

Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI

Ketentuan mengenai penugasan anggota TNI di institusi pemerintah sudah diatur dalam Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2022 tentang TNI.

Pada ayat pertama, disebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Lalu pada ayat kedua, mengatur prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden.

Kemudian, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Penempatan itu didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.

(Sumber: Kompas.com/ Ardito Ramadhan, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Dian Erika Nugraheny | Editor Sabrina Asril, Fitria Chusna Farisa, Rizal Setyo Nugroho, Icha Rastika)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi