Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Antagonis tapi Tidak Jahat

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Pertarungan Karna (kiri) melawan Arjuna, suatu adegan dari Bharatayuddha, dalam bentuk lukisan kaca Cirebon.
Editor: Sandro Gatra

SEBAGAI manusia biasa maka mustahil sempurna masih diperparah oleh gagasan saya menghadirkan kelirumologi, saya tak pernah berhenti berbuat kekeliruan sepanjang perjalanan hidup saya sendiri.

Satu di antara sekian banyak kekeliruan yang saya lakukan adalah menggeneralisir seratus Kurawa semuanya jahat.

Ternyata saya keliru! Baik menurut versi Mahabharata mau pun Wayang Purwa minimal ada seorang Kurawa yang tidak jahat sehingga berperan sebagai tokoh antagonis yang protagonis.

Di dalam wiracarita Mahabharata, tokoh Kurawa yang memegang peran antagonis tapi tidak jahat bernama Yuyutsu.

Satu-satunya Kurawa tidak jahat itu adalah putra Sugada sebagai selir Raja Destarastra. Sang raja berhubungan dengan Sugada sebab meragukan istrinya, Ratu Gandari belum melahirkan seorang anak pun meskipun usia kandungan sudah melebihi 9 bulan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat bantuan sesepuh kerajaan, Resi Abyasa, sang ratu berhasil memperoleh 99 anak, yang kemudian dikenal sebagai para Kurawa.

Pada saat yang sama, anak hasil hubungan Destarastra dan Sugada juga lahir diberi nama Yuyutsu.

Dalam Sabhaparwa, jilid kedua Mahabharata yang menceritakan permainan dadu antara Korawa melawan Pandawa, Yuyutsu merupakan satu-satunya Kurawa yang bersimpati kepada Pandawa setelah sepupu mereka tersebut menderita kekalahan.

Ia juga menentang Destarastra yang mengundang para Pandawa bermain untuk yang kedua kalinya, dengan taruhan masa pengasingan. Namun, permainan tetap diselenggarakan.

Dalam kitab Bhismaparwa diceritakan bahwa sebelum Bharatayudha dimulai, Yudistira maju ke hadapan pasukan Kurawa untuk memastikan apakah ada yang berubah pikiran dan mau berpihak kepadanya.

Hanya Yuyutsu yang menanggapinya, sehingga ia keluar dari barisan pasukan Kurawa dan bergabung dengan pasukan Pandawa dalam perang di padang Kurusetra.

Ia berperan penting sebagai informan pihak Pandawa, yang membocorkan informasi-informasi seputar strategi perang Kurawa dan rencana jahat Duryodana.

Setelah Bharatayudha berakhir, Yuyutsu termasuk di antara para kesatria yang tidak perlaya. Dalam bagian akhir kitab Striparwa, Yuyutsu beserta keluarganya menyelenggarakn upacara penghormatan terakhir bagi saudara dan teman-temannya yang gugur di padang Kurusetra.

Ketika Yudistira mewarisi takhta kerajaan Kuru dan beristana di Hastinapura, Yuyutsu diberi kuasa atas kota Indraprasta, yang didirikan oleh para Pandawa sebelum Bharatayudha.

Beda dari Mahabharata, terkisah di dalam lelakon Wayang Purwa, Yuyutsu dan Wikarna adalah orang yang sama maka Yuyutsu disebut di dalam Wayang Purwa sebagai Arya Wikarna alias Arya Wisalaksa sebagai putera Destarastra dengan Dewi Gandari sebagai ibu kandung seratus Kurawa.

Arya Wikarna kesatria pemberani, jujur, suka berterus terang dan teguh dalam pendirian.

Ketika menyaksikan Dewi Drupadi diperlakukan tidak manusiawi oleh Dursasana akibat Yudhistira kalah dalam permainan dadu melawan Sengkuni, secara kesatria, Wikarna mengutuk perbuatan Dursasana.

Ia juga membongkar kecurangan yang dilakukan Sengkuni, dan semua rencana jahat Kurawa yang akan menyelakakan keluarga Pandawa.

Sikapnya itu ditentang oleh Adipati Karna, raja negara Awangga yang menyebabkan permusuhan di antara mereka berdua.

Pada saat berlangsungnya perang Bharatayuda, Wikarna memihak kepada Pandawa dan menentang tindakan Kurawa yang dianggapnya keliru.

Ia gugur dalam pertempuran melawan Adipati Karna. Tubuhnya hancur terkena panah Kyai Wijayacapa.

Terlepas dari versi Mahabharata dan Wayang Purwa atau versi mana pun juga, bagi saya Yuyutsu atau Arya Wikarna merupakan seorang tokoh legenda yang menarik untuk disimak sebagai kearifan yang menegaskan bahwa tokoh protagonis bisa berperan sebagai antagonis.

Sebalikya tokoh antagonis bisa berperan sebagai protagonis di mana nilai baik-buruknya tergantung dari sisi mana permasalahan dipandang.

Bagi Pandawa, jelas Wikarna orang baik, namun bagi Kurawa jelas Wikarna pengkhianat busuk.

Di dalam tokoh Arya Wikarna tersirat filsafat dasar layar pergelaran wayang kulit di mana letak yang baik apabila dipandang dari depan layar akan terbalik menjadi sebaliknya apabila dipandang dari belakang layar.

Jauh terlebih dahulu ketimbang Albert Einstein, ternyata wayang kulit sudah menyadari ekstensi kenisbian di dalam kehidupan di alam semesta ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi